Seminggu sudah aku mencoba menelusur keberadaannya dibantu beberapa temanku. Tidak ada tanda tanda Anis ditemukan, tidak ada kabar yang cukup membuat lega. Putriku raib dalam sekejap hingga pada suatu pagi aku kedatangan tamu, Bening.
Perempuan itu tergopoh gopoh sembari memegangi perutnya. Menanyakan bagaimana kronologi kejadian yang sesungguhnya. Aku tak bisa bercerita banyak, aku hanya katakan jika memang masih rezekiku maka dia pasti akan kembali.
"Sudah berapa bulan usia kandunganmu, Bening?" kuberanikan diri untuk menanyakan hal itu. Bening berubah raut wajahnya, namun lekas tersenyum.
 "Tujuh bulln Mbak" jawabnya.
Bening meminta untuk tinggal di rumah ini ketika bayinya telah lahir.
 "Tidak lama kok Mbak, hanya selama Mas Anton belum pulang dari luar negeri. Nanti ketika beliau sudah kembali, aku akan segera pulang" katanya pelan sembari mengelus perutnya.
Aku mengangguk, menawarkan waktu yang sedikit lebih lama jika ia ingin tinggal. Namun ia menggeleng cepat "Aku sudah menjadi istri, Mbak. Aku harus patuh dengan suamiku" katanya.
Kekalutanku tentang keberadaan Anis seolah mengusir Bening, mengenyahkan raganya dari beranda rumah. Dia menawariku bantuan untuk menyebarkan foto Anis di grub sosial media yang ia punya. Aku tahu Bening memiliki jaringan yang cukup kuat mengingat ia kini menjadi istri salah satu orang terpandang di daerah, entah daerah mana.
 "Saya akan kabari Mbak jika nanti ada perkembangan"
Aku mengangguk, harap harap cemas.
Waktu berlalu, pencarianku tak juga menemukan titik terang. Segala hal sudah kuupayakan untuk menemukan Anis. Dua hari lagi Bening akan datang, merawat bayinya di antara wangi bunga bunga mawar yang masih kurawat baik. Dua hari lagi aku akan kembali merasakan menjadi ibu.