"Bagaimana kamu bisa meramalkan banyak hal tentang aku? Bagaimana mungkin kamu tahu hal hal yang terbaik untukku? Bagaimana bisa?"
"Sedang kamu tidak pernah mengerti arti hadir apalagi takdir. Menurutmu, apa yang membuatku mati matian bertahan dari pengabaian? Semudah inikah kamu menukar segalanya?"
"Kamu..."
"Renjana, pulang sekarang ya. Jika kamu mencintaiku" potongnya sebelum aku menuntaskan kalimat terakhir.
Dia rapikan kembali rambutku yang basah oleh hujan.
"Renjana, kamu harus berbahagia"
Iya aku tahu.
Malam menggilas pestaku.
"Renjana, kau akan kenakan giwang itu jika kau telah menemukan pria baik baik. Aku mau melihatmu kembali pada duniamu. Jangan buang buku buku dalam rak, ya. Rawat terus bunga bunga. Akan tiba saatnya manusia luar biasa berlutut untuk melamarmu dengan buku dan bunga. Akan ada yang nantinya menebus giwangmu. Aku mau melihat Renjana yang cantik"
Dia kecup keningku, sesuatu yang suatu hari nanti harus kukenang.
Dia bisikkan sesuatu: