Mohon tunggu...
Harun Imohan
Harun Imohan Mohon Tunggu... Psikolog - Saya anak kedua dari tiga bersaudara. Sebagai sarjana muda, saya hanya bisa menulis untuk sementara waktu karena belum ada pekerjaan tetap.

Aku ber-Majelis maka aku ada

Selanjutnya

Tutup

Money

Kasus Peminjaman Dana Online yang Merugikan Saya dan Menguntungkan Tukang Copet di Ampel

21 Oktober 2019   05:05 Diperbarui: 21 Oktober 2019   16:16 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Tangkapan layar pribadi

Sabtu, 19 Oktober pukul 10 pagi saya dikejutkan oleh panggilan masuk di handphone. Panggilan itu berasal dari Ibu saya. Saya angkat kemudian Ibu menanyakan kepada saya apakah saya pernah meminjam uang secara online melalui aplikasi Kredit Pintar? 

Saya jawab tidak karena saya tak pernah berminat mengambil pinjaman uang apalagi secara online. Kemudian saya bertanya balik mengapa ibu bertanya itu kepada saya? Ibu menjawab bahwa ada seorang karyawan dari perusahaan Kredit Pintar menunjukkan data berupa foto KTP dan foto saya sedang memegang KTP dengan status sebagai orang yang meminjam uang dalam aplikasi online Kredit Pintar sebesar 700 ribu rupiah dan telat melunasi hingga dua bulan yang berakibat membengkak biaya yang harus dilunasi sebesar 1.200.000 rupiah.

Saya heran, benar-benar saya tidak pernah berminat dan tidak pernah memakai jasa peminjaman uang online tersebut. Saya teringat beberapa bulan yang lalu bahwa ada seseorang yang menghubungi saya melalui aplikasi Whats App. 

Katanya dia dari Kalimantan ingin membeli batu permata yang saya iklankan di OLX. Orang itu ingin saya mengirim batu cincin yang hendak dibelinya ke alamat rumahnya, Kalimantan. 

Ia menunjukkan KTP nya sebagai bukti penguat bahwa alamat rumahnya benar-benar di Kalimantan dan ia serius membeli cincin saya dengan memberikan identitasnya secara gamblang.

Namun, saya punya aturan main dalam perdagangan, yakni jika harus dikirim ke pembeli, saya menyediakan aplikasi Buka Lapak guna membuka rekening bersama yang mampu memperkecil resiko penipuan dan tindak kriminal lainnya. 

Orang tersebut menolak tawaran rekening bersama yang saya ajukan dengan dalih ia tidak mempunyai aplikasi tersebut dan tidak dapat mengoperasikan aplikasi tersebut. Kemudian dia meminta nomer rekening serta foto KTP saya. 

Dengan polosnya, saya memberikan foto KTP kepadanya. Namun, ia meragukan keaslian KTP saya. Dia meminta agar saya foto dengan pose memegang KTP. Saya lakukan sesuai perintah dia (meskipun ragu, saya melakukan hal tersebut karena memang butuh uang dan ingin segera mendapat keuntungan dari hasil penjualan cincin).Lalu, setelah saya kirim, tidak ada percakapan yang berlanjut. 

Saya tanyakan apakah transaksi bisa dilanjutkan? Orang tersebut hanya membaca pesan Whats Appa saya. Disitu saya merasa curiga, jangan-jangan ini penipuan dengan modus membeli padahal ia ingin menggunakan data identitas saya untuk tindak kejahatan. 

Setelah saya telpon, nomer orang itu tidak aktif. Saya dengan segera menarik pesan Whats App saya. Namun, pilihan menarik pesan sudah tak tersedia, itu karena foto identitas diri saya yang saya kirimkan kepadanya sudah ia simpan di dalam ponselnya.

Saya gemetar dan ketakutan. Saya sangat khawatir tentang identitas saya yang bisa jadi digunakan untuk hal-hal yang merugikan saya nantinya. Karena nomer sudah tidak dapat dihubungi, saya hapus percakapan itu. Entah mengapa saya menghapusnya, mungkin sebuah bentuk mekanisme pertahanan diri saat terancam.

Beberapa hari kemudian tidak ada yang berubah, semua berjalan seperti biasanya. Namun, tiga bulan setelah kejadian itu, ada seorang karyawan aplikasi peminjaman dana online menagih hutang ke ibu saya. Karyawan itu datang ke rumah dan menunjukkan foto KTP serta foto saya memegang KTP. 

Saat itu Ibu sendirian di rumah dan saya berada di Malang untuk mencari info studi Pasca sarjana. Ibu memerintahkan saya agar segera pulang dan menyelesaikan masalah ini. 

Saya mencoba menenangkan Ibu yang saat itu sedang ketakutan. Suara Ibu tersendat-sendat dan nafasnya terdengar di dalam panggilan telepon yang sedang berlangsung.

Saya meminta agar bisa berbicara dengan penagih hutang itu. Saya jelaskan kronologi tiga bulan yang lalu saat dimana saya merasa dibohongi oleh pembeli cincin yang meminta foto KTP saya dan foto saya memegang KTP. Namun, ia tetap kekeuh menagih karena katanya ia hanya menjalankan tugas. Saya tanya, regulasi peminjaman online di perusahan dia bekerja, Kredit Pintar. 

Dia tidak menjawab dan meminta saya menghadap atasannya di salah satu kantor di Surabaya. Saat itu juga aku pulang ke Surabaya karena saya benar-benar khawatir kondisi Ibu saya karena memang saya tidak pernah meminjam uang di perusahaan online tersebut.

Sesampainya di rumah, saya menenangkan Ibu dan mencoba menghubungi nomer telepon penagih itu. Saya tanya rekening yang ia kirimkan uang pinjaman dari perusahaannya. Namun ia tidak menjawab dan meminta saya menghadap atasannya. Saya terus menanyakan semua informasi tentang perusahaan tempat dia bekerja; landasan hukum, perizinan, nomer rekening tujuan peminjam, regulasi peminjaman, dan lain-lain. 

Alih-alih menjawab pertanyaan yang saya ajukan, ia meminta saya menghadap atasannya dan kalau tidak dia mengancam nama baik saya. Saya kaget, padahal saya korban; penipuan pembeli cincin yang mencuri data diri saya dan korban validasi peminjaman uang online yang bukan atas nama saya namun menggunakan nama saya.

Saya berteriak dalam telepon dan mengancam akan menuntutnya dalam ranah hukum. Ia mengakhiri panggilan karena katanya sedang sibuk berjumpa dengan nasabah. Di sini saya merasa ada yang salah. Ibu tetap saja meminta saya untuk segera menyelesaikan dan menghadap atasannya. 

Tapi, Ayah saya menyarankan untuk mengakhiri masalah ini dengan tidak melakukan perintah karyawan itu karena ini adalah jebakan, menurut Ayah saya. Bisa jadi ini adalah kasus penipuan yang berlanjut kaitannya dengan identitas saya yang dicuri.

Saya mencari informasi tentang mekanisme peminjaman online. Ternyata dalam meminjam uang, peminjam diwajibkan menggunakan rekening terdaftar atas nama yang sama dengan identitas diri yang diajukan. Serta, harus menyambungkan dengan media sosial yang lain guna memperkuat informasi tentang peminjam. 

Saya tidak pernah menerima uang 700 ribu di rekening saya yang katanya pernah saya pinjam. Lagipula saya tidak punya aplikasi peminjaman online dan media sosial saya tidak ada yang tersambung dengan aplikasi peminjaman uang online apapun. Dari kesadaran ini saya berani mengatakan bahwa kejadian yang saya alami adalah penipuan.

Sangat dirugikan dan tidak menyenangkan bagi saya saat Ibu saya merasa kaget karena karyawan yang datang ke rumah dan menagih hutang. Saya tidak terima dan akan saya kawal terus kasus ini di jalur hukum. 

Saya mencoba menghubungi Khoirul, karyawan yang menagih hutang rumah saya kemarin. Saya mengancamnya akan melaporkan dirinya ke pihak berwajib. Pesan yang saya kirimkan belum juga ia baca padahal status Whats App miliknya sedang "online".

Daripada menunggu karyawan abal-abal itu membaca pesan saya, saya menuju warung kopi guna menenangkan diri. Sesampainya di warung, saya berjumpa dengan salah satu kerabat. 

Saya bercerita tentang kejadian yang saya alami. Dia tertawa karena katanya banyak preman-preman di rumahnya yang berprofesi sebagai maling dan tukang copet berhenti dari pekerjaan kriminal tersebut. 

Mereka semua beralih profesi sebagai tukang pinjam uang di aplikasi online. Dari semua pinjaman yang mereka ajukan, tidak ada satupun yang mereka bayar. Saat penagih datang untuk menarik uang, mereka tidak mau membayar dengan alasan tidak punya uang. Setelah berkali-kali ditagih, mereka tetap saja tidak bayar.

Temanku melanjutkan ceritanya menjelaskan nasib orang-orang di sekitar tempat tinggalnya yang sedang meminjam uang secara online dan tidak mau membayar itu. Katanya nomer yang diajukan sebagai nomer peminjam uang akan dilacak dan semua kontak telepon dalam nomer ponsel tersebut akan dihuhungi oleh perushaan dengan isi pesan bahwa yang bersangkutan sedang terjerat hutang. 

Para penagih menggunakan cara mencemarkan nama baik si penghutang. Namun bukannya kapok, kegiatan meminjam uang secara online menular ke semua tetangganya. 

Dia menutup pembicaraan dengan meyakinkan saya agar berani menghadapi penagih hutang online itu, apalagi saya tidak bersalah dan tidak menerima uang pinjaman. Ia juga mengatakan bahwa salah satu syarat meminjam uang secara online adalah foto dengan banyak pose; membuka mulut, mengedipkan mata, foto wajah dari samping, foto wajah dari atas dan foto wajah dari bawah. Sedang saya tak pernah melakukan semua itu dan mengapa saya harus takut?

Lalu saya berpikir untuk apa saya meladeni panggilan menghadap kepala perusahaan Kredit Pintar di Surabaya? Apa untungnya? Daripada buang-buang tenaga mending saya diam di rumah dan melanjutkan aktivitas saya sebagai penjual cincin. 

Jika penagih itu datang kembali, teriaki saja dengan sebutan maling. Karena memang dasar hukum pinjaman online tidak jelas dan lagi saya tidak pernah merasa menerima uang pinjaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun