Sangat dirugikan dan tidak menyenangkan bagi saya saat Ibu saya merasa kaget karena karyawan yang datang ke rumah dan menagih hutang. Saya tidak terima dan akan saya kawal terus kasus ini di jalur hukum.Â
Saya mencoba menghubungi Khoirul, karyawan yang menagih hutang rumah saya kemarin. Saya mengancamnya akan melaporkan dirinya ke pihak berwajib. Pesan yang saya kirimkan belum juga ia baca padahal status Whats App miliknya sedang "online".
Daripada menunggu karyawan abal-abal itu membaca pesan saya, saya menuju warung kopi guna menenangkan diri. Sesampainya di warung, saya berjumpa dengan salah satu kerabat.Â
Saya bercerita tentang kejadian yang saya alami. Dia tertawa karena katanya banyak preman-preman di rumahnya yang berprofesi sebagai maling dan tukang copet berhenti dari pekerjaan kriminal tersebut.Â
Mereka semua beralih profesi sebagai tukang pinjam uang di aplikasi online. Dari semua pinjaman yang mereka ajukan, tidak ada satupun yang mereka bayar. Saat penagih datang untuk menarik uang, mereka tidak mau membayar dengan alasan tidak punya uang. Setelah berkali-kali ditagih, mereka tetap saja tidak bayar.
Temanku melanjutkan ceritanya menjelaskan nasib orang-orang di sekitar tempat tinggalnya yang sedang meminjam uang secara online dan tidak mau membayar itu. Katanya nomer yang diajukan sebagai nomer peminjam uang akan dilacak dan semua kontak telepon dalam nomer ponsel tersebut akan dihuhungi oleh perushaan dengan isi pesan bahwa yang bersangkutan sedang terjerat hutang.Â
Para penagih menggunakan cara mencemarkan nama baik si penghutang. Namun bukannya kapok, kegiatan meminjam uang secara online menular ke semua tetangganya.Â
Dia menutup pembicaraan dengan meyakinkan saya agar berani menghadapi penagih hutang online itu, apalagi saya tidak bersalah dan tidak menerima uang pinjaman. Ia juga mengatakan bahwa salah satu syarat meminjam uang secara online adalah foto dengan banyak pose; membuka mulut, mengedipkan mata, foto wajah dari samping, foto wajah dari atas dan foto wajah dari bawah. Sedang saya tak pernah melakukan semua itu dan mengapa saya harus takut?
Lalu saya berpikir untuk apa saya meladeni panggilan menghadap kepala perusahaan Kredit Pintar di Surabaya? Apa untungnya? Daripada buang-buang tenaga mending saya diam di rumah dan melanjutkan aktivitas saya sebagai penjual cincin.Â
Jika penagih itu datang kembali, teriaki saja dengan sebutan maling. Karena memang dasar hukum pinjaman online tidak jelas dan lagi saya tidak pernah merasa menerima uang pinjaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H