Cerita ini mengisahkan tentang tim mahasiswa yang melakukan KKN disebuah daerah yang memiliki konflik sosial dan keterbatasan akses pendidikan di Bandung. Ketua tim KKN bernama Lina, seorang mahasiswi ambis, perfectionist, dan tegas yang telah lama menyukai Pak Arsini, dosen populer dikampusnya. Bak peribahasa 'pucuk dicinta ulampun tiba', Lina mendapati Pak Arsini sebagai dosen pendamping KKN. Lina yang telah lama menyukai Pak Arsinipun akhirnya menyadari bahwa ada banyak kesamaan karakter diantara mereka. Kegiatan KKN ini membuat Lina semakin menyukai Pak Arsini.
Namun setelah kegiatan KKN usai, saat sedang berada dipuncak rasa cintanya, Lina mengetahui fakta bahwa dirinya 'mirip' dengan mantan kekasih Pak Arsini semasa masih menjadi mahasiswi. Tak hanya satu fakta, tapi ada fakta lain yang membuat Lina kekeh untuk menyudahi perasaannya pada Pak Arsini. Manisnya kisah KKN bersama Pak Arsini biarlah menjadi kenangan indah yang akan disimpan dikotak ingatan Lina, selamanya.
.
.
"Lin, lo udah liat pengumuman dari Fakultas belum?" Tanya Viona.
"KKN ya? Udah, males gue"
"Loh kenapa? Kan dosen pembimbingnya Pak Arsini, seneng dong"
"Ssshhhh..." Lina segera membungkam mulut Viona, "Shut up dong, nanti ada yang denger" Lina panik karena saat ini dirinya dan Viona sedang berada diarea fakultas.
Viona merupakan teman terdekat Lina sejak semester satu. Viona juga merupakan satu satunya mahasiswa yang diberitahu Lina tentang perasaannya pada Pak Arsini. Sebenarnya bukan karena Lina yang ingin memberitahu, tapi karena sensor Viona yang terlalu kuat sehingga Lina akhirnya menceritakan tentang perasaannya kepada Viona.
Lina menarik lengan Viona menuju luar gedung demi menghindari curi dengar dari mahasiswa yang seliweran disekitar fakultas.
"Sejujurnya gue seneng banget si kalo soal itu," bisik Lina "tapi ya lo liat dong orang-orangnya" Kali ini intonasinya meninggi.
"Riski, Lova, Pude, Bina, Sira" Ucap Viona sembari membaca list anggota tim KKN, "sabar ya, Lin," Ucap Viona prihatin, "yaaa setidaknya ada Bina sama Sira, mereka nurut kok orangnya. Kalo Riski, Lova, sama Pude lo porotin aja duitnya, hahaha atau gak ya laporin aja ke Pak Arsini" Lina melirik tajam kearah Viona, "Eiittsss, tatapannya. Biasa aja dong, setidaknya kan kita sekelompok" Ucapnya dengan nada cengengesan.
.
Tak terasa sudah sebulan berlalu sejak pengumuman tim KKN diumumkan oleh pihak fakultas. Setelah persiapan yang cukup rumit, akhirnya besok tim Lina akan berangkat KKN menuju sebuah kampung di daerah Bandung. Daerah yang akan kami jadikan lokasi KKN merupakan daerah yang tepat dan sesuai dengan tema KKN yang tim Lina usung yaitu mengenai tumbuh kembang anak dan bimbingan pengasuhan anak bagi ibu rumah tangga.
Mekipun tidak termasuk daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), daerah yang akan kami jadikan lokasi KKN merupakan daerah yang sepi penduduk usia produktif. Dalam artian, mayoritas daerah ini merupakan anak dan lansia, sisanya merupakan ibu rumah tangga yang tidak mengenyam bangku pendidikan. Lantas kemana kepergian pemuda didaerah ini? Mayoritas mereka pergi mengadu nasib ke kota rantauan.
Menurut sumber yang kami peroleh, karena termasuk daerah terpencil dan fatherless, banyak anak yang tidak berkembang sesuai dengan usianya. Ibaratnya para pengasuh didaerah tersebut hanya mementingkan pertumbuhan fisik tanpa mengetahui bahwa perkembangan mental dan kognitif juga diperlukan. Saat kunjungan pertama kami ke daerah ini, kami menemui beberapa anak dan pemuda yang memiliki keterbelakangan mental. Oleh karena itu, kami yakin untuk melakukan KKN disini.
.
"Va, semua perlengkapan udah ready ya?" Tanya Lina pada Lova.
"Harusnya aman ya. Tadi udah gua cek satu persatu. Nih ceklisnya" Lova memberikan selembaran berisi ceklis perlengkapan yang harus masuk kedalam mobil yang akan digunakan untuk keberangkatan kami ke Bandung besok. "Aman, kan?" Lova ingin memastikan pada Lina bahwa dirinya juga berkontribusi dalam tim ini.
"Oke sip. Terima kasih ya" Jawab Lina pada Lova. "Btw Pude sama Riski mana?"
"Lagi pada dikantin, kecapean abis jadi buruh angkut" Jawab Lova pada Lina.
"Yaelah bahasanya gitu amat" Lina merasa tersindir oleh ucapan Lova, "kan namanya juga kerjasama tim, gua sebagai ketua ada tugas, Viona, Bina, sama Sira lagi urus revisi surat izin sama Pak Arsini"
"Iya, iya.. Sorry" Ucap Lova sembari bangun dari posisi rebahan disofa ruang kerja mahasiswa, "tapi lu cocok jadi mandor sih, gua aja takut, hahaha"
"Sialan!" Ucap Lina sembari melempar selembaran list perlengkapan yang telah diremas kearah Lova.
"Tapi tanpa lo tim ini mungkin bakal kaya timnya Bumi, sih... kacau gua liatnya" Jawab Lova sembari mengacak-ngacak puncak kepala Lina.
Meski dikenal sebagai orang yang tegas dan perfectionist, Lina juga perempuan. Ia tersipu malu dengan pujian dan sikap Lova. Namun berusaha untuk menyembunyikannya, "apaan si lo, jangan pegang pegang!" Ucapnya sembari merapihkan rambut.
"Lin, semua sudah siap?" Tiba-tiba Pak Arsini masuk RKM sesaat sebelum Lova membuka pintu ruangan.
"Aman semua, pak" Jawab Lina, "Sebelumnya saya udah bikin ceklis perlengkapan dan udah dicek Lova. Semua udah masuk mobil" Lina mencari-cari bundelan kertas yang berisi ceklis perlengkapan yang ia lempar kearah Lova.
"Maaf, pak, tadi dikira ini kertas sampah, jadinya saya remes remes, gataunya ini kertas ceklis" Ucap Lova sembari menyodorkan selembaran lecak yang berisi ceklis perlengkapan.
"Lain kali tolong jangan asal ngeremas kertas ya, nanti malah surat izin yang kamu remas"
"Iya, maaf, pak" Lina memperhatikan Lova dan merasa tidak enak karena sebenarnya Linalah yang meremas kertas itu.
"Oke, Lina" Pak Arsini kembali mengarahkan pembicaraan kearah Lina, "Tadi saya sudah tanda tangan permohonan surat jalan dan dispensasi kalian selama sebulan kedepan, nanti kamu ambil difakultas ya"
"Baik, pak"
"Oh iya satu lagi, saya akan mendampingi tim kamu 3 hari pertama dan terakhir" Ucap Pak Arsini sembari menyodorkan kalender untuk dilihat Lina, "tapi saya akan berusaha menyempatkan waktu untuk mengunjungi kalian setiap akhir pekan ya, yang penting nomormu stand by terus untuk saya hubungi"
Lina menerima dan melihat kalender yang disodorkan Pak Arsini, lalu mengangguk, "baik, pak"
"Oke ya berati"
"Oke pak"
.
Keesokan harinya...
Sebelum naik kedalam mobil, tim Lina berfoto bersama Pak Arsini sebagai dosen pendamping menggunakan banner sebagai laporan dokumentasi keberangkatan. Setelah itu Pak Arsini memimpin doa sebelum membubarkan tim untuk masuk kedalam mobil
"Baik temen-temen, sebelum kita mulai perjalanan hari ini kita berdoa supaya diberi kelancaran dan dihindari dari hal yang tidak diinginkan. Berdoa, hening, mulai"
Kami semua menundukkan kepala dan berdoa dengan khuyuk semoga keberangkatan kami dapat memberikan pengalaman yang berharga yang dapat mendewasakan diri dan membuka wawasan kami lebih luas.
"Berdoa selesai"
Tim Linapun dibubarkan untuk masuk kedalam mobil. Namun tiba-tiba masalah baru muncul. Ternyata Lina dan tim lupa memperhitungkan perlengkapan pribadi untuk dimasukan kedalam mobil. Oleh karena itu, tim Lina kekurangan 1 bangku untuk bisa masuk kedalam.
Pak Arsini sedang membicarakan tentang surat izin kepada Lina, sampai akhirnya Pude melaporkan kekurangan bangku mobil, "Lin, Lin" Ucap Pude panik.
"Oke, pak" Jawab Lina kepada Pak Arsini sebelum merespon panggilan Pude, "kenapa Pud?"
"Semuanya udah masuk, tapi ada yang kurang" Lina memerhatikan ucapan Pude dan tidak menyangka bahwa yang kurang adalah tempat duduk, "Kayanya pada bawa perlengkapan berlebihan, Lin, kita kekurangan 1 bangku, tas lo belum masuk mobil tapi bangkunya udah penuh"
"HAH"
"Yaudah gapapa, kamu masuk mobil saya aja, Lin, saya kan sendiri"
"Makasih banyak ya, pak, kita minta maaf ya, pak" Jawab Pude.
"Heh," Lina speechless dengan ucapan Pude barusan, "yang ketua kan gua, kenapa malah gua yang gak kebagian space? harusnya lu yang ikut Pak Arsini" Sejujurnya Lina merasa senang, tapi dilain sisi dia juga merasa 'terbuang'
"Justru karena lu ketua tim kan, Lin" Jawab Pude, "lu harus berkorban, hehe"
Pak Arsini tertawa mendengar ucapan Pude. Tak Lama Riski menghampiri obrolan Lina, Pak Arsini, dan Pude, "Gimana Pud?"
"Aman, kok, Lina ikut saya. Kamu nyetirnya hati-hati jangan terlalu ngebut, saya dibelakang," jelas Pak Arsini.
"Baik, pak" Riski dan Pudepun meninggalkan Lina menuju mobil. Sementara Lina mengambil tas perlengkapan pribadinya dan masuk kedalam mobil Pak Arsini.
"Loh kok dibelakang? Kamu kira saya supir?"
"Eh, maaf , pak. Iya saya kedepan" Linapun pindah tempat duduk disamping Pak Arsini.
"Lain kali kalo diberi tumpangan itu duduknya disamping, bukan dibelakang ya"
"I, iya, maaf, pak, saya baru tau tentang ini"
Pak Arsini memandang Lina sebentar lalu menggeleng-gelengkan kepala.
.
Sepanjang perjalanan, suasana didalam mobil sangat canggung. Meskipun bukan pertama kalinya Lina semobil bersama dosen laki-laki, tapi Pak Arsini berbeda. Pak Arsini itu dosen populer, masih jomlo pula. Ditambah, LINA MENYUKAI PAK ARSINI.
Jantung Lina seperti sedang naik roller coaster atau lebih ekstrem lagi pukulan api menyakitkan diserial Spongebob. Deg, deg, deg, tapi harus biasa saja. AC mobil dalam keadaan hidup, tapi rasanya Lina seperti kekurangan oksigen. Telapak tangannya gemetaran, Lina berusaha untuk menyembunyikannya.
"Suka denger lagu Jepang?" Tanya Pak Arsini.
"Eh?" Lina terlalu kaget dengan pertanyaan Pak Arsini, "S, suka, Pak"
"Oke, saya setel lagu Jepang gpp ya" Izinnya
"I, iya, pak"
"Loh, kamu gemeteran, Lin. Kenapa? Terlalu dingin kah?"
"Enggak kok, pak, saya gapapa" Lina menoleh ke arah Pak Arsini yang hanya mengangguk-ngangguk. "Kalo kamu ngantuk boleh tidur ya, perjalanan kita kurang lebih 5 jam, atau kalau kamu mau request lagu boleh juga. Santai aja sama aku"
'WHHAATTTT?? Akuu?' Â Teriak Lina dalam hati, 'lagi pula mana bisa mengantuk dalam kondisi tekanan darah meningkat drastiss. Pak Arsini, peka doonggg'
"Baik, pak"
Karena tidak ingin meninggalkan kesan buruk atau melakukan hal yang membuat Pak Arsini ilfeel, Lina mengambil laptop dan menyalakannya.
"Ngapain, Lin?" Tanya Pak Arsini.
"Mau lanjutin kerjaan, pak"
"Ohh kamu kerja sebagai apa?"
"Saya freelance Copywriter diperusahaan Startup, pak"
Obrolan merekapun berlanjut membahas tentang perusahaan dan Pak Arsini menceritakan tentang pengalaman kerjanya setelah lulus S2, sebelum menjadi dosen tetap, dan kegiatan selain menjadi dosen. Sesekali mereka tertawa bersama. Sesekali Lina memerhatikan Pak Arsini yang tersenyum, oh betapa meleleh hatinya.
'gue yakin, Pak Arsini itu titisan dewa Yunani, njiir... ganteng bangett' Lina terus mengagumi paras Pak Arsini yang sedang duduk disebelahnya. Lina merasa Pak Arsini adalah sosok yang 'setara' dengan dirinya. Sebab, dilingkungan hidup Lina budaya Patriarki masih cukup kental, jadi sulit baginya untuk mendapatkan pasangan yang mau menerima dia tanpa harus memaksanya menjadi orang lain. Disisi lain, Lina jadi teringat Janji, mantan kekasihnya yang memutuskan dia 3 semester lalu...
-POV semester 3 saat Janji memutuskan hubungannya dengan Lina-
"Lin, maaf ya hubungan kita gak bisa dilanjut lagi" Lina sedang mengerjakan tugas kuliah ketika membaca pesan teks dari Janji, lelaki yang sudah menjalin hubungan selama 3 tahun dengannya.
"Maksud kamu apa, Janji?" Balas Lina. Tentu saja Lina merasa tidak terima dengan isi chat yang baru saja dibaca olehnya, terlebih isi chat itu tentang permintaan untuk putus. Tapi ia tidak ingin langsung tersulut emosi.
30 menit berlalu tugas yang dikerjakan telah selesai. Linapun kembali mengecek gawainya, menunggu balasan dari Janji.
Seperti berjalan diarea kuburan, gawainya sepi tanpa notifikasi sama sekali.
Karena tidak ingin dikendalikan oleh pikiran negatif, Lina menelpon Janji untuk menanyakan maksud isi chatnya 30 menit yang lalu.
Tuuuuttt... tuuuutttt... tuuuuttttt....Â
Sambungannya tiba-tiba terputus. Pertanda telepon diabaikan. Lina tak ingin menyerah, ia kembali menekkan tombol hijau pada kontak telepon yang bernama 'My Janji'
Tuuuutttt.... tuuuttttt... tuuuttttt....Â
Akhirnya teleponnya diangkat, tapi Janji hanya diam saja
"Janji, maksud kamu apa chat kaya gitu? Kenapa hubungannya gabisa dilanjut?"
"Aku minta maaf ya, Lin. Juga terima kasih pernah jadi seseorang yang berharga untukku"
"Maksudmu apa? Kenapa? Ada masalah apa?" Lina menghujani Janji dengan berbagai pertanyaan
"Aku merasa kamu terlalu dominan dihubungan kita, Lin"
"HAAA?!"
"Aku tau kamu memang cerdas dan bisa diandalkan, kamu orangnya terplaning banget" Lanjut Janji menjelaskan "Tapi justru karakter kamu itu yang bikin aku merasa gak berguna sebagai laki-laki"
"Janjii, dengerin aku dulu" Lina berusaha membantah pernyataan Janji, "Bukannya selama ini kamu gak pernah permasalahin itu? Aku kan pernah nanya dan kamu bilang justru aku tipe kamu banget"
"Iya, kamu tipe aku" "Tapi over. Karena biar gimanapun juga aku butuh ruang dalam hubungan kita untuk menjadi 'laki-laki' bukannya terus terusan distir sama kamu atau nurutin semua keinginan kamu"
"Terus kenapa kamu gapernah bilang tentang ini sebelumnya?"
"..."
"Kenapa, Janji? Apa karena kamu takut tugas kuliah kamu gak selesai? Atau kamu takut ngestuck ngerjain skripsian?"
"Ini salah satunya, Lin. Sekarang aku udah dapet yang aku mau. Makasih ya, Lin"
"... Janji"
"Kamu terlalu wah untuk aku yang cuma remah remah dunia"
"Janji, ini konyol banget. Bukannya selama ini hubungan kita sehat? Kita saling dukung satu sama lain, kita saling bercerita dan mendengarkan, apapun tentang hidup ini termasuk keabsurdannya kita tertawakan bersama" "Terus kenapa?" Lina menangis.
"You deserve better. Lin. I love you, but I choose my ego. One day you will definitely find a man who is worthy and equal to you. So, goodbye" Ucap Janji lalu menutup panggilan teleponnya tanpa menunggu Lina menyatakan apapun (lagi).
.
Setelah 6 jam perjalanan dengan 1 kali isritahat di rest area akhirnya kami sampai dilokasi. Ada cukup banyak kendala ketika kami mulai memasuki area kampung KKN. Karena semalam habis hujan, jalanan yang tidak dicor/aspal jadi belok. Tim KKN harus beberapa kali turun dari mobil untuk mendorong mobil yang bannya terjebak ditanah belok. Tak terkecuali mobil sedan Pak Arsini, kami saling bahu membahu untuk mendorong mobil, dan beberapa kali warga sekitar turut membantu kami.
Sesampainya dilokasi KKN, Pak RT dan warga menyambut kami dengan hangat, bahkan mereka sampai repot repot membuat kalung bunga dan membuat makanan. Kamipun merasa senang dan menghargai sambutan warga setempat sehingga kami menyempatkan makan siang bersama, meski sebenarnya kami sudah makan siang direst area.
Setelah itu, Pak RT memandu kami menuju sebuah rumah yang akan menjadi tempat tinggal sementara kami selama sebulan kedepan.
"Hanya seadanya gpp yaa, pak, dan adik-adik juga" Ucap Pak RT dengan nada merendah.
"Gapapa loh, pak. Tempat tinggal ini udah cukup mewah untuk mahasiswa KKN"
Pak RT tersenyum mendengar ucapan Pak Arsini, lalu pamit meninggalkan kami. Setelah sosok Pak RT menghilang dipersimpangan jalan, kamipun memasuki rumah yang berlokasi persis dipinggir jurang. Menurut pengakuan Pak RT, rumah ini dahulunya adalah rumah salah satu warga yang memilih untuk pergi pasca kejadian longsor yang menghanyutkan beberapa rumah tetangganya. Karena takut longsor susulan, pemiliknya pergi dan hanya berkunjung sesekali. Jadi Pak RT meminta izin kepada pemilik rumah untuk menjadi rumah singgah untuk kami.
Kamipun memasuki rumah tersebut, terdapat 2 kamar didalamnya. Kami langsung membaginya. 1 kamar untuk laki-laki, kamar yang lain untuk perempuan. Layaknya rumah zaman dulu, posisi kamar mandi berada diluar rumah. "Laki-laki angkat peralatan dari mobil sementara perempuan bersih-bersih rumah ya" titah Lina.
Tak terasa waktu magribpun tiba, semua anggota tim termasuk Pak Arsini sudah membersihkan tubuh. Pak Arsinipun mempersilahkan anggota tim untuk melaksanakan ibadah Sholat Magrib, sementara dirinya sibuk mengecek tugas mahasiswa.
Sekitar pukul 19.30 setelah melaksanakan sholat Isya, kami pergi menuju rumah Pak RT demi memenuhi undangannya. Dirumah Pak RT kami melaksanakan rapat kecil dan membangun engagement dengan warga sekitar.
.
.
Nantikan kisah selanjutnya setelah event KKN Kompasiana usai yaaaa :)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI