Mohon tunggu...
Immanuel Lubis
Immanuel Lubis Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang penulis buku, seorang pengusaha

| Author of "Misi Terakhir Rafael: Cinta Tak Pernah Pergi Jauh" | Writer |

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tanpa Sengaja di tengah Cinta Segitiga

30 Juni 2014   00:25 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:15 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Perhatian?" Ia terkekeh. "Nggak juga tuh. Lagian gue ini beda-lah sama lu. Lu boleh suka nggak merhatiin hal-hal di sekitar lu. Kabar terbaru soal guru-guru kita aja, gue yang lebih sering tahu dan kasih tahu lu."

Aku balas terkekeh. "Lu tahu sendirilah gue gimana orangnya. Gue lebih concern ke segala hal berbau fashion. Mau fashion dari Indonesia kek, Amerika kek, Jepang kek, China kek, Korea kek, gue harus tahu."

"Iya, iya, gue tahu. Sampai soal pelajaran aja, lu suka keteteran yah. Tugas sering gue bikinin juga." Ia menyenggol perutku.

"Udah ah, lu ngeledekin gue mulu," ujarku pura-pura menyeringainya. "Eh tapi lu serius, si cowok culun itu sekelas sama kita? Sama-sama anak kelas 11 IPS 2?"

Ia mengangguk. Matanya tersorot suatu aura ketegasan. "Iya, gue serius. Lagian menurut gue, dia nggak seculun yang lu kira."

Astaga! Sumpah, aku mau terbahak jadinya. Apa maksudnya dengan tidak culun?

"Aduh, Ty. Please deh, nggak culun kata lu? Gue yakin, semua cewek di sekolah ini pasti sepakat sama gue; tuh cowok emang culun penampilannya. Lihat aja penampilannya yang alay abis. Rambut juga sok-sok dikasih minyak rambut, padahal pasang model belah pantat juga. Make celana udah kayak Jojon. Atasannya juga sama. Nggak sakit apa, kancing atasnya juga dikancingin?"

Ia nyengir. Namun aku tahu, sepertinya Rianty jadi jengah denganku. "Teph, emang harus yah, segala sesuatunya dilihat dari penampilan luar. Kalau menurut gue sih, culun itu saat seseorang punya otak kosong. Tulalit gitu. Yah kayak sih Aan itu."

"Lu lagi stress yah? Abis ditolak lagi? Sekarang si Aan-lah, lu bilang culun.  Justru ketimbang cowok itu -- " Aku menunjuki si Culun itu lagi. " -- Aan jauh lebih fashionable. Jauh lebih keren juga. Apalagi Aan kan kapten tim basket sekolah kita."

Rianty berdecak. Masih tetap lebar cengirannya. Geleng-geleng kepala juga. Hari ini, Rianty sungguh tak seperti yang biasanya. Ia jadi... agak menyebalkan.

"Teph, Teph... Jangan bilang ke gue, lu juga nggak tahu si Iman itu juara Olimpiade Sains tingkat nasional. Lu bener-bener kelewatan, tahu, ketidakperhatian lu itu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun