Pendekatan ini mengharuskan pemimpin untuk melibatkan semua pemangku kepentingan dalam proses pengambilan keputusan, dan menciptakan dialog yang terbuka dan transparan.
Integrasi Kebajikan dalam Proses Pengambilan Keputusan
Seperti yang telah dibahas, pengambilan keputusan dalam kepemimpinan menurut Aristoteles sangat terkait dengan kebajikan. Dalam pemikirannya, pemimpin tidak hanya dituntut untuk membuat keputusan yang pragmatis, tetapi juga moral. Kepemimpinan Aristoteles berfokus pada bagaimana keputusan dapat menghasilkan kebaikan bersama (common good), alih-alih hanya mengejar kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
Pengambilan Keputusan Berbasis Etika
Aristoteles menekankan pentingnya keseimbangan dalam keputusan yang dibuat oleh seorang pemimpin. Ini mencakup prinsip-prinsip etika yang mendasar seperti keadilan, kebaikan, dan kebijaksanaan. Pada tingkat yang paling praktis, seorang pemimpin Aristotelian harus mampu menimbang semua aspek dalam setiap keputusan, mulai dari aspek ekonomi, sosial, hingga moral.
Sebuah contoh dalam konteks bisnis modern adalah pengambilan keputusan tentang pengurangan biaya dengan cara memberhentikan sebagian tenaga kerja. Seorang pemimpin yang hanya fokus pada keuntungan mungkin memutuskan untuk segera melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa mempertimbangkan implikasi jangka panjang bagi karyawan, masyarakat, dan reputasi perusahaan. Namun, seorang pemimpin yang mengedepankan kebajikan dan etika, sesuai dengan ajaran Aristoteles, akan mempertimbangkan solusi yang lebih etis, seperti menawarkan program pensiun dini, pelatihan ulang, atau alternatif penghematan lainnya yang lebih manusiawi.
Keputusan ini tidak hanya bersifat rasional tetapi juga moral, karena mereka mempertimbangkan kesejahteraan banyak pihak. Dengan demikian, keputusan tidak hanya dilihat sebagai alat untuk mencapai tujuan jangka pendek, tetapi juga sebagai proses untuk menjaga kesejahteraan umum dan hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin.
Kepemimpinan yang Memprioritaskan Kebajikan Bersama
Dalam Politics, Aristoteles menyebutkan bahwa bentuk kepemimpinan yang paling ideal adalah yang memprioritaskan kebaikan bersama di atas kepentingan individu. Artinya, pemimpin harus bertindak sebagai fasilitator untuk mencapai kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, bukan sekadar untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Di sini kita dapat melihat bagaimana konsep kebajikan Aristoteles relevan dengan model kepemimpinan transformasional modern. Kepemimpinan transformasional, yang mengutamakan visi jangka panjang dan pengembangan kapasitas orang-orang yang dipimpin, memiliki banyak kesamaan dengan pemikiran Aristoteles. Seorang pemimpin transformasional tidak hanya berfokus pada hasil, tetapi juga pada cara mereka memimpin, apakah cara tersebut meningkatkan kualitas kehidupan orang lain, baik secara moral maupun material.
Misalnya, dalam dunia politik, seorang pemimpin Aristotelian akan mempertimbangkan bagaimana kebijakan yang diambilnya akan berdampak pada komunitas secara keseluruhan. Ini termasuk mempertimbangkan dampak lingkungan, kesejahteraan sosial, dan keadilan ekonomi. Seorang pemimpin yang memegang teguh prinsip keadilan dan kebajikan, seperti yang diajarkan Aristoteles, tidak akan mengambil kebijakan yang hanya menguntungkan satu kelompok masyarakat atau merugikan kelompok lainnya.