Dalam konteks teori kepemimpinan situasional, phronesis adalah kualitas yang memungkinkan seorang pemimpin untuk mengidentifikasi gaya kepemimpinan yang paling tepat dalam setiap situasi. Seorang pemimpin yang bijaksana akan memahami kapan harus mengambil tindakan yang tegas dan kapan harus mendengarkan masukan dari orang lain. Aristoteles akan berpendapat bahwa kepemimpinan yang efektif membutuhkan fleksibilitas dan kemampuan untuk menyesuaikan tindakan dengan konteks situasi.
C. Kepemimpinan Etis
Salah satu teori yang semakin populer dalam beberapa dekade terakhir adalah teori kepemimpinan etis, yang menekankan pentingnya integritas, transparansi, dan moralitas dalam kepemimpinan. Teori ini sangat sejalan dengan gagasan Aristoteles tentang kepemimpinan yang berlandaskan kebajikan moral. Pemimpin yang etis diharapkan untuk bertindak dengan cara yang jujur dan adil, serta mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi.
Kepemimpinan etis menjadi semakin relevan dalam konteks skandal perusahaan, di mana banyak pemimpin bisnis yang telah menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk keuntungan pribadi, yang berujung pada kerugian besar bagi pemegang saham, karyawan, dan masyarakat. Contoh seperti skandal Enron dan Lehman Brothers menunjukkan betapa pentingnya integritas dalam kepemimpinan bisnis.
Aristoteles akan mendukung teori kepemimpinan etis, karena ia percaya bahwa seorang pemimpin harus selalu bertindak sesuai dengan kebajikan moral. Pemimpin yang etis tidak hanya mempertimbangkan keuntungan jangka pendek, tetapi juga dampak jangka panjang dari tindakan mereka terhadap masyarakat secara keseluruhan. Dalam konteks ini, phronesis kembali menjadi aspek kunci, karena kebijaksanaan praktis memungkinkan seorang pemimpin untuk menavigasi dilema etis yang kompleks dan membuat keputusan yang beretika.
D. Teori Kepemimpinan Pelayanan
Teori kepemimpinan pelayanan (servant leadership) menekankan pentingnya pemimpin untuk melayani pengikut mereka daripada mengendalikan mereka. Pemimpin yang melayani fokus pada kebutuhan pengikut dan bekerja untuk membantu mereka mencapai potensi penuh mereka. Konsep ini berakar pada keyakinan bahwa kepemimpinan adalah tentang memberikan manfaat bagi orang lain, bukan tentang mencari kekuasaan atau pengaruh.
Teori ini memiliki kesamaan yang kuat dengan gagasan Aristoteles tentang kepemimpinan yang berlandaskan kebajikan. Seorang pemimpin yang baik, menurut Aristoteles, adalah seseorang yang bertindak demi kepentingan orang lain, bukan demi keuntungan pribadi. Pemimpin yang melayani mengutamakan kepentingan pengikut mereka dan berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, baik secara moral maupun material.
Salah satu contoh kepemimpinan pelayanan dalam dunia modern adalah gaya kepemimpinan Mahatma Gandhi. Gandhi tidak mencari kekuasaan politik atau status sosial, tetapi ia memimpin dengan melayani rakyatnya. Dia menekankan pentingnya pengorbanan pribadi dan melibatkan dirinya dalam kehidupan masyarakat untuk memahami kebutuhan mereka. Kepemimpinannya berlandaskan pada prinsip non-kekerasan dan solidaritas, yang mencerminkan filosofi Aristoteles tentang kepemimpinan yang mengutamakan kebajikan moral dan etika.
E. Teori Kepemimpinan Karismatik
Teori kepemimpinan karismatik menekankan kekuatan pribadi seorang pemimpin untuk menginspirasi dan memotivasi pengikutnya. Pemimpin karismatik memiliki kemampuan untuk membangkitkan emosi dan loyalitas yang kuat dari pengikut mereka melalui visi yang kuat dan kepribadian yang menarik. Namun, teori ini juga menghadirkan beberapa risiko, terutama dalam konteks pemimpin yang menggunakan karisma mereka untuk kepentingan pribadi daripada kepentingan umum.