Mohon tunggu...
Imel's Poenya
Imel's Poenya Mohon Tunggu... -

a simple mother

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kuau Raja Si Burung Sombong

3 November 2015   01:47 Diperbarui: 3 November 2015   03:14 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Di suatu masa ratusan tahun yang lalu di hutan rimba yang lebat. Sinar mentari berkerlap kerlip seperti bintang menyeruak di sela sela daun pohon menembus kelebatan hutan. Saat itu terik matahari mencapai puncak langit. 

Gajah Sumatra si Raja Hutan sedang mendengarkan pendapat rakyatnya atas suatu persoalan. Jalak Bali berkicau dengan indahnya mengutarakan pendapatnya begitupula dengan Ayam Bekisar dan Julang Sulawesi.

Saat itu semua binatang sepakat untuk bersatu padu saling bahu membahu membantu Kerajaan Brambang membangun jembatan besar yang membelah laut dan sungai sehingga jika terjadi musibah kebakaran hutan atau kemarau panjang mereka bisa pindah dengan mudah.

" Namun tuanku Raja Gajah, aku meminta upah berupa mustika kerajaan yang sangat langka, porselen umpak umpakan berwarna biru dan makanan untuk rakyatku "  Ucap Kuau Raja si burung merak penguasa sepertiga kerajaan di sebelah barat.

" Raja Gajah, akupun meminta upah berupa mustika kerajaan dan makanan " Ujar Julang Sulawesi penguasa sepertiga kerajaan di utara.

"  Raja Gajah, hambapun meminta hal yang sama dengan dua penguasa yang lain "  Pinta Cendrawasih Merah penguasa sepertiga kerajaan di timur.

Raja Gajah Sumatra terdiam sesaat, dipanggilnya Bekantan dan Tangkasi para penasehat untuk memberikan pendapatnya. Akhirnya Raja memberikan persetujuannya.

Rajapun bertitah.

" Rakyatku, hari ini kuberikan keputusanku dan mari kita melaksanakannya dengan sungguh sungguh ".

Rakyat bertepuk senang. Besok mereka sudah mulai membangun jembatan penghubung dua kerajaan besar.

                                                                       ******

 

Hari berganti hari, musim kemarau mulai menghampiri. Semua binatang menguatkan diri untuk terus membangun jembatan demi kesejahteraan bersama. Namun rakyat Kuau Raja mulai berpendapat lain. Suatu malam mereka sepakat berkumpul mengeluarkan pendapatnya.

" Kuau Raja, kita sudah membangun begitu lama namun jembatan ini belum juga selesai sedangkan musim kemarau panjang sudah mulai datang "  

" Akupun merasakan hal tersebut, apakah kalian memikirkan apa yang aku pikirkan ? " 

" Apakah Kuau Raja berpikir kita sebaiknya menghentikan pekerjaan ini dan pergi duluan ke lembah dalam di puncak gunung agar kita selamat dari kemarau panjang ? "

" Betul "

" Kalau begitu, katakanlah keinginan kita pada Baginda Raja Hutan "

" Akan kukatakan "

Maka berangkatlah Kuau Raja menemui Gajah Sumatra sang Baginda Raja.

" Duli tuanku Raja hutan " Takzim Kuau Raja menyapa rajanya.

" Ada apa sang penguasa timur ? "

" Raja, kami sepakat untuk berhenti membantu dan meminta upah kami sekarang juga "

Raja hutan sangat terkejut.

" Mengapa bisa begini ? mengapa kalian mengingkari janji ? "

" Maaf baginda, hamba hanya tak ingin rakyat hamba mati sia sia "

" Tidak ada yang mati sia sia Kuau Raja ! "

" Tapi tak begitu kenyataan yang terlihat dipandangan kami "

" Bersabarlah, dengan tetap saling membahu kita bisa cepat menyelesaikannya, jika kalian pergi akan bertambah lama. Apakah kalian tak kasihan dengan yang lainnya ? "

" Maaf Baginda Raja, keputusan kami sudah bulat "

Raja Hutan tampak merenung, akhirnya iapuan merelakan sepertiga rakyatnya pergi duluan mengungsi.

" Pergilah Kuau Raja, bawalah upah yang kau pinta dan makanan "

" Kami tak perlu makanan, kami hanya mau membawa mustika kerajaan "

" Bawalah makanan, siapa tau kalian memerlukannya, lagipula di sini masih banyak makanan "

" Tidak, terimakasih Tuanku Raja. Di Lembah dalam di puncak gunung makanan sangat berlimpah, jadi kami tidak memerlukan makanan ini "

" Baiklah Kuau Raja, pergilah duluan bersama rakyatmu, jika musim kemarau tak panjang cepatlah pulang " 

" Baik tuanku " Kuau Rajapun berpamitan pergi.

Raja Huatan terlihat sedih, namun ia tak dapat melarang kepergian sebagian rakyatnya untuk menyelamatkan diri.

*************

Waktu berlalu dengan cepat, musim kemarau ternyata sangat panjang. Semua binatang bersusah payah mengerjakannya. Akhirnya merekapun dapat menyelesaikan jembatan itu. Semua merasa senang, saatnya mereka pergi ke lembah dalam di puncak gunung.

Pada hari yang di tentukan merekapun berangkat menuju puncak gunung. 

Namun, ada sesuatu yang terjadi.  Mereka melihat asap dan api berkobar di arah yang mereka tuju.

" Kebakaran....!!  Kebakaran di lembah dalam !! " Bekantan berlari lari dari atas menuju Raja Hutan.

" Dimana kebakarannya? "

" Dari tengah pedalamam lembah menuju kemari dan tampaknya menuju ke atas pegunungan "

" Ayo rakyatku !! cepatlah kita turun dan menyebrang melalui jembatan  ke Kerajaan Brambang !! "

Rakyatpun berlari turun menuju jembatan yang mereka bangun tadi, menyeberang menuju Kerajaan Brambang.

 *************

Apa yang terjadi dengan Kuau Raja dan rakyatnya ? Mereka semua terjebak di puncak gunung. Persediaan makanan di puncak gunung habis, sedangkan mereka tak membawa makanan sediktpun, mereka hanya membawa mustika kearajaan yang sangat berat dan tak dapat dimakan.

Mustika kerajaan yang terdiri dari beberapa umpakan  dan terbuat dari porselen akhirnya pecah berantakan karena kepanikan mereka.

Kuau Raja si burung merak sangat menyesal karena telah mengingkari perjanjian dan serakah dengan meminta semua upah yang dijanjikan sedangkan ia tidak tuntas membantu. Ditambah pula dengan kesombongannya bahwa di lembah banyak makanan sehingga tak perlu membawa bekal makanan berlimpah dari Baginda Raja Hutan, si Gajah Sumatra.

Namun penyesalan datang terlambat, sekarang ia terjebak di atas gunung tanpa bisa berbuat apapun selain melihat api dengan cepat merambat ke atas.

***************

Purwakarta, 3 November 2015. Selasa pk: 01.43.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun