Mohon tunggu...
Siti Masriyah Ambara
Siti Masriyah Ambara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemimpi dengan banyak keterbatasan

Perempuan pekerja lepas yang mencintai Indonesia dengan segala dinamikanya.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Meninjau Dalih Over Kapasitas untuk Membebaskan Napi Korupsi

2 April 2020   16:22 Diperbarui: 3 April 2020   08:00 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pembebasan napi koruptor. (sumber: KOMPAS/SUPRIYATO)

Kerugian triliunan itu hanya yang bisa ditelusuri oleh KPK, berapa triliunan yang masih harus ditelusuri karena korupsi adalah kejahatan yang sangat sistematis.

Tingginya kerugian tidak sebanding dengan sanksi yang diberikan. Indonesia adalah salah satu negara yang paling lemah dalam penegakan hukum kasus korupsi dibandingkan beberapa negara yang menerapkan sanksi keras dalam bentuk hukuman mati bagi pelakunya seperti yang dilakukan oleh Malaysia, Singapura, Vietnam, Taiwan. 

Sementara di Jepang meski tidak menerapkan hukuman mati namun budaya malu yang sangat kuat kerap mendorong para terpidana korupsi memilih bunuh diri. Sementara disini, pelaku korupsi tetap dapat panggung dan harta mereka pun aman.

Kedua, alasan over kapasitas sangat tidak masuk akal. Para narapidana kasus korupsi biasanya ditempatkan di Lapas Sukamiskin di Bandung, Jawa Barat. Berdasarkan Sistem Database Pemasyarakatan, Lapas Sukamiskin adalah satu dari 6 lapas lain di Kanwil Jawa Barat yang kapasitasnya mencukupi. Silakan cek link berikut.

Jadi, alasan kemanusiaan maupun alasan over kapasitas tidak relevan untuk membebaskan arapidana korupsi karena pandemi. Selain itu, sudah banyak informasi beredar betapa nyaman hidup para koruptor meski dalam penjara.

Karena itu, Presiden Joko Widodo sudah seharusnya menolak usulan Kemenkumham, karena pembebasan narapidana korupsi tidak mendesak untuk dilakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun