“Padahal aku itu udah belajar rajin loh, Pa. Les yang bikin pusing aja aku ikutin. Tapi masih juga belum bisa kayak Kakak,” Lanjutku lagi. “Harus gimana lagi coba?”
Sesaat hening.
Aku menoleh dan menatap Papa yang tersenyum. “Udah ah, nggak usah sedih. Mending ikut Papa yuk!”
“Mau kemana sih, Pa?” Aku bersungut-sungut. Papa dicurhatin malah tetap ngajak pergi lagi. “Males ah keluar rumah. Panas.” Sambungku mengelak.
Papa menggeleng. “Nggak boleh males, Dek. Ayo ikut, daripada di rumah aja! Yuk, jarang-jarang kan kita pergi berdua aja.”
Aku masih mau menolak tapi urung karena Papa menarik lenganku untuk beranjak dari kasur. “Ayo, ikut! Papa jamin kamu nggak nyesel.”
***
Berbagai macam lukisan indah tampak berderet di sepanjang dinding yang kulewati. Aku ternganga takjub melihatnya. Sungguh, gambar-gambarnya tampak hidup dan mempesona.
“Bagus-bagus ya, Dek?”
Aku menengadah lalu mengangguk. Papa tersenyum. Ternyata ia membawaku ke pameran lukisan, dimana salah seorang pelukisnya adalah sahabat lama Papa. Om Ray, namanya. Tadi aku sempat dikenalkan saat di pintu masuk.
“Bagusnya pakai banget tau, Pa.”