Tapi kali ini aku tersadar dengan adanya sosok lain diantara teman- teman Mila yang telah kukenal. Sosoknya benar- benar asing di mataku.
“Kamal, Tante.” Jawabnya saat aku bertanya namanya. Tangannya terulur dengan sangat sopan.
“Oh, kok Tante baru lihat Kamal ya?”
“Saya baru pindah ke sekolah Mila,” ujarnya seraya menarik napas. “Empat bulan yang lalu, Tante.”
Siapapun bisa langsung menebak jika anak ini tampak gugup. Kulirik Mila yang juga tampak berbeda. Dia terlihat cemas saat aku berbicara dengan Kamal. Dalam hati aku tertawa, jadi kini aku bisa tahu apa penyebab anak gadisku berubah.
Intuisi seorang Ibu tepat bukan?
Semenjak kejadian itu Kamal semakin sering datang ke rumah. Kadang bersama teman- temannya, tapi tak jarang ia datang sendiri. Sikapnya yang sopan dan ramah, membuatku menyukainya. Aku memang membiarkan semuanya. Kulihat kehadiran Kamal banyak membawa hal positif bagi Mila. Tak kupungkiri kedekatan mereka juga justru membuat nilai-nilai Mila semakin meningkat.
“Jadi kalian pacaran kan?”
“Eh, Bunda!” Mila tersenyum malu- malu sesaat setelah kunjungan Kamal entah untuk yang kesekian.
“Kamal anaknya baik ya, Mil?”
Mila mengangguk. “Iya, Bun.”