“Cuma udah sembuh keknya.”
“Ya sembuhlah, orang tadi pagi gue telepon bakal bawa Aira kemari!“ Terdengar suara Rifat menyahut. “Ck, Cuma bilang itu doang aja, dia udah baik- baik gini. Nah sekarang Aira udah di depan mata, obat dokter mah lewat,”
“Berisik sih lo, Fat!” tegur Reyhan.
“Tapi bener kan?”
Aira menghela napas pendek. Tak didengarkannya ucapan- ucapan Rifat, Rey, Haris juga Jared. Ia sibuk menyesali diri karena untuk kesekian kalinya jatuh dalam keisengan empat sahabat. Ah, kenapa harus dia lagi sih? Apakah tak ada orang lain yang bisa dijadikan korban.
“Ra! Aira!” Reyhan menarik kesadarannya. “Ayo masuk! Tenang aja kamar gue mana kok. Nggak akan aneh- aneh.”
Aira menggeleng. “Gue pulang aja lah,”
“Kok pulang?”
“Malas gue di…,”
“Ai, lu balik Rey bakal sakit lagi loh!” celetuk Jared memotong ucapannya.
Kedua alis Aira bertaut bingung. “Kok gitu?”