Mohon tunggu...
Imas Siti Liawati
Imas Siti Liawati Mohon Tunggu... profesional -

Kunjungi karya saya lainnya di www.licasimira.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kejutan Menjelang Hari Pernikahan

21 April 2016   16:54 Diperbarui: 21 April 2016   16:56 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="gambar diambil dari floretflowers.com"][/caption]Ketika hatimu dipertaruhkan untuk hal yang kamu benci bahkan tak masuk akal, apa yang akan kamu lakukan? Bertahan demi orang tercinta? Atau sebaliknya?

 “Gila kamu ya!”

“Apaa-apaan sih kelakuan kamu, May? Malu-maluin keluarga aja!”

“Nggak bisa apa kamu lebih sabar?”

“Ya Tuhan, Maya! Apa sih kurangnya dari Vito. Dia itu lelaki baik dan mapan. Kurang apalagi coba?

“Kamu nggak sadar sama umur, mau kapan lagi nikah?”

“Pikirkan lagi May. Keputusan kamu jelas aib di keluarga kita. Kamu membuat malu Ayah dan Ibu.”

Maya menghela napas dalam-dalam. Telinganya berdenging mendapat serbuan penolakan dari keluarganya. Digigitnya bibir bagian bawahnya, ragu. Sungguh dia dilema, apakah keputusan ini terbaik untuk dijalaninya.

Keputusan yang jelas berpengaruh bagi hidupnya.

Alvito Adnan. Lelaki yang sudah kurang dari seminggu lagi akan menikahinya. Laki-laki yang telah dipilihnya untuk menjadi imam. Laki- laki yang tentunya sangat dicintainya.

Tapi itu dulu.

Sekarang?

Fakta kemarin mengubah segalanya. Menjalin kasih selama setahun ternyata belum cukup bagi Maya untuk mengetahui sikap serta karakter Vito sesungguhnya. Entah dirinya yang buta karena cinta atau Vito yang sedemikian rapi menutupi kekurangannya. Benar kata pepatah, sebaik-baiknya bangkai tersimpan pada akhirnya tercium juga.

Vito bukan laki-laki normal. Dia pecinta sesama jenis. Dia gay dan dia tak pernah mencintai dirinya.

Hari itu Maya datang ke rumah Vito untuk mengantar sarapan. Tanpa pemberitahuan. Dia memang melakukan dengan sengaja. Sebuah kejutan, pikirnya. Namun sayangnya alih-alih membuat kekasihnya terkejut bahagia, yang ada dia merasa jantungnya mau lepas. Pemandangan di dalam kamar membuatnya memekik histeris tak percaya. Bubar sudah rencana yang telah disusunnya hari itu.

“MAYA!” Vito bangkit dari ranjang. dia meraih selimut untuk menutupi tubuhnya. Maya berpaling seketika, hatinya terasa mencelos.  Jungkir balik.

“I—ini bisa aku jelasin,” sambung lelaki itu sembari berjalan mendekatinya.

“Pakai baju kamu. Kita bicara di luar!” cetus Maya menguatkan diri. Ia berbalik setelah sebelumnya melemparkan pandangan sinis pada sosok laki-laki lain yang masih tak beranjak dari kasur.

Ya Tuhan, betapa menyakitkannya semua ini.

Dan sepuluh menit kemudian, Vito mengakui semuanya. Dia memang tak punya kesempatan mengelak. Semua sudah cukup jelas dan terbukti.

“Jadi pernikahan ini kedok?” tanya Maya gusar. Sungguh hatinya terasa teriris sembilu. Perih. Sakit. Dirinya begitu mencintai Vito dan percaya lelaki itu pun mencintainya. Tapi nyatanya….

Vito tak menjawab. Lelaki itu bergeming di tempatnya. Namun semua sudah cukup menjadi jawaban bagi Maya.

“Kamu nggak mungkin kan membatalkan pernikahan ini?”

“Apa?”

“Nama baik keluarga kita akan hancur. Ini aib yang memalukan. “

Maya menggeram. Lelaki ini dengan mudah mengatakan aib, padahal siapa yang bersalah di sini. Tapi Maya tak menampik. Pernikahan akan diadakan seminggu lagi, jika sampai dibatalkan tentu akan mencoreng nama baik keluarganya.

Tapi bertahan juga tidak mungkin…

“Pernikahan ini harus diteruskan.”

Maya terbelalak dengan ucapan Vito. “Kita bertahan selama setahun baru kamu bisa minta pisah dariku.” lanjut Vito kemudian. “Selama pernikahan kamu bebas ngapain aja, pun dengan aku.”

“Ka—kamu,” Nirmala melotot tak percaya. Kesepakatan yang jelas merugikannya. Dia dijadikan tameng untuk menutupi kekurangan Vito.

“Aku sangat mencintainya. Aku juga tak ingin berpisah darinya.”

“SINTING!” umpat Maya. “Laki-laki sialan! Kamu hanya memikirkan diri sendiri ternyata, hah! Egois!”

“MAYA!”

Maya tersadar seketika. Ia mengerjap. Seluruh keluarga tengah memandanginya. Menunggu dirinya mengubah keputusan. Semua berharap pernikahan akan tetap berjalan. Terlalu banyak kerugian materiil  serta malu yang akan ditanggung. Apalagi hidup di daerah dengan masyarakat yang masih memiliki hubungan kekerabatan serta kedekatan yang masih erat. Dia harus siap digunjing dan dijadikan topik pembicaraan selama berbulan- bulan atau bahkan bertahun- tahun setelahnya.

“Pikirkan lagi, May. Siapa tahu dia bisa berubah.”

Maya menelan ludah. Siapa tahu? Tak ada jaminan. Lagipula Vito sudah mengakuinya, bahkan lelaki itu dengan mantap mengatakan sangat mencintai kekasihnya dan tak ingin dia mereka berpisah.

Lalu untuk apa diteruskan?

“Umurmu, May.” Maya menoleh dan melihat ibunya menggeleng sedih. “Ibu memikirkan usiamu yang semakin bertambah. Kamu apa nggak malu dengan omongan tetangga.”

“Menikah saja dulu lalu nanti bercerai,”

Maya terbelalak. Salah satu kakaknya mengatakan hal yang mustahil. Tak berpikirkah mereka jika pada akhirnya dia hanya akan menanggung kesakitan. Toh ujungnya dia akan menyandang status janda.

“Lakukan apa yang membuatmu bahagia, May!”

Maya menoleh. Ayah yang sedari tadi diam akhirnya bersuara. Dan perkataannya cukup melegakan Maya, meski berujung protes saudaranya yang lain.

“Jangan pikirkan orang lain. Pikirkan dirimu, Nak. Kamu harus hidup bahagia.”

Maya tersenyum getir. Nama baik keluarganya memang dipertaruhkan, namun kehidupannya jauh lebih panjang. Apapun yang terjadi keputusannya tak dapat diubah. Dia harus lebih kuat, tegar dan mandiri. Dia tak boleh menjadi perempuan yang rapuh. Berani dan tangguh  dalam hidup, itulah perempuan yang sesungguhnya. 

Aku tersesat sendiri

Dalam sebuah lorong sunyi

Lari! Aku ingin segera pergi

Berhenti! Ada tangan-tangan yang menghalangi

 

Biarkan, biarkan kucari bahagiaku sendiri

Aku wanita, yang punya harga diri

Jangan paksa aku tuk buka hati

Demi kamu, yang bukan lelaki sejati

 

Akulah Kartini

Pejuang wanita masa kini

Menerima takdir, bukan untuk diratapi

Buat hidup jadi lebih berarti

Karena nestapa bukan untuk dimiliki

Dan bahagia tak perlu dicari

Ia ada di dekatmu, di dalam hati

 

Karya Kolaborasi Imas Siti Liawati (Prosa) dan Putri Apriani (Puisi).

Selamat Hari Kartini para perempuan Indonesia, tetaplah menjadi lilin yang mampu bersinar dalam kegelapan :)

#Fiksimini :

KEJUTAN MENJELANG PERNIKAHAN. “Aku sangat mencintainya.” Ucap calon suamiku pada pria berkumis itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun