Sekarang?
Fakta kemarin mengubah segalanya. Menjalin kasih selama setahun ternyata belum cukup bagi Maya untuk mengetahui sikap serta karakter Vito sesungguhnya. Entah dirinya yang buta karena cinta atau Vito yang sedemikian rapi menutupi kekurangannya. Benar kata pepatah, sebaik-baiknya bangkai tersimpan pada akhirnya tercium juga.
Vito bukan laki-laki normal. Dia pecinta sesama jenis. Dia gay dan dia tak pernah mencintai dirinya.
Hari itu Maya datang ke rumah Vito untuk mengantar sarapan. Tanpa pemberitahuan. Dia memang melakukan dengan sengaja. Sebuah kejutan, pikirnya. Namun sayangnya alih-alih membuat kekasihnya terkejut bahagia, yang ada dia merasa jantungnya mau lepas. Pemandangan di dalam kamar membuatnya memekik histeris tak percaya. Bubar sudah rencana yang telah disusunnya hari itu.
“MAYA!” Vito bangkit dari ranjang. dia meraih selimut untuk menutupi tubuhnya. Maya berpaling seketika, hatinya terasa mencelos. Jungkir balik.
“I—ini bisa aku jelasin,” sambung lelaki itu sembari berjalan mendekatinya.
“Pakai baju kamu. Kita bicara di luar!” cetus Maya menguatkan diri. Ia berbalik setelah sebelumnya melemparkan pandangan sinis pada sosok laki-laki lain yang masih tak beranjak dari kasur.
Ya Tuhan, betapa menyakitkannya semua ini.
Dan sepuluh menit kemudian, Vito mengakui semuanya. Dia memang tak punya kesempatan mengelak. Semua sudah cukup jelas dan terbukti.
“Jadi pernikahan ini kedok?” tanya Maya gusar. Sungguh hatinya terasa teriris sembilu. Perih. Sakit. Dirinya begitu mencintai Vito dan percaya lelaki itu pun mencintainya. Tapi nyatanya….
Vito tak menjawab. Lelaki itu bergeming di tempatnya. Namun semua sudah cukup menjadi jawaban bagi Maya.