"Hai, Alexa." Aku menoleh dan mendapati Kay, sahabatku sudah ada di sebelahku. Menyapaku dengan senyuman khas miliknya. Aku cemberut, segera kulajukan skateboard electricku, tak berniat membalas sapaannya. Aku masih marah padamu, batinku kesal.
"Al, tunggu." Kurasakan kehadirannya di sebelahku.
"Kau ma...."
Tak kuhiraukan ucapan selanjutnya, aku semakin mempercepat laju skateboard keluaran mutakhir yang dibelikan ayah. Baru beberapa ratus unit yang beredar.
"Al, berhenti! "Kucondongkan tubuhku untuk memepercepat laju.
"BERHENTI DISITU, ALEXA! "
Ucapan keras Kay membuatku kaget. Tanpa kusadari lajuku melambat. Kesempatan yang baik tak disia- siakan Kay, ia kini sudah berada tepat dihadapanku. Secepat ini ia bisa mengejarku, bukankah skateboardku keluaran terbaru sedangkan milik Kay...
Ah, sial. Aku menepuk jidat. Menyadari bahwa ayah Kay, salah seorang ilmuwan super jenius yang membuat benda- benda canggih untuk kehidupan manusia saat ini. Termasuk skateboard electric yang kupakai saat ini. Bukan tak mungkin skateboard milik Kay lebih baik dari yang kumiliki.
"Kau kenapa?," tanyanya saat dihadapanku
Aku menggeleng. "Aku tidak apa- apa," jawabku singkat.
"Tidak, kau ada apa- apa? Kau sakit? "Suaranya terdengar mengkhawatirkanku.