Penugasan Individu MPA PGSD FIP UNJ 2015
Nama/NIM: Imanuella Bridgieta T. Aji/1815150926
Judul buku : Sekolahnya Manusia
Nama penulis : Munif Chatib
Penerbit : PT. Mizan Pustaka
Tahun terbit : Mei 2015 (Cetakan ke-I edisi diperkaya)
Tebal : 196 halaman
Sekarang ini, banyak sekali sekolah yang bukannya membangun keunggulan siswa melainkan malah membunuh banyak potensi-potensi yang ada pada siswa. Setelah diteliti oleh penulis, mayoritas sekolah di Indonesia berpredikat “sekolah robot” bukan "sekolah manusia" karena tidak menghargai kecerdasan yang dimiliki siswanya. Dalam buku ini penulis bertujuan untuk menjelaskan apa sebenarnya yang salah dengan sistem pendidikan dan metode pembelajaran di Indonesia. Selain itu penulis juga bertujuan untuk memberi solusi dari permasalahan dalam sistem pendidikan Indonesia saat ini dengan menguraikan apa yang dimaksud dengan Multiple Intelligences System.
BAB I – BUKAN MEREKA YANG BERMASALAH
1. Dalam memilih sekolah, orangtua pertama akan melihat kemasannya. Tidak peduli bagaimana sistem pendidikan yang diterapkan di dalam sekolah tersebut. Apabila pengelola sekolah hanya membangun sistem pendidikan yang bagus tetapi kemasan sekolah (nama, dll) belum diperbarui dan diperbaiki maka orangtua tetap saja akan fokus dengan citra buruk yang sudah melekat pada sekolah tersebut.
2. Menekankan “The Best Process”, Bukan The Best Input
Pada contoh sekolah yang telah menerapkan multiple intelligences system, mereka berani menerima siswa baru tanpa tes. Mereka menerima siswa baru hanya menggunakan Multiple Intelligences Research (MIR) yang hasilnya akan digunakan untuk menganalisa/mempelajari gaya belajar siswa. MIR juga diterapkan setiap kenaikan kelas.
3. Multiple Intelligences System adalah teori dari Howard Gardner, seorang psikolog dari Harvard University. Metode MIS mendeteksi gaya belajar siswa, memahami apa yang siswa mau dan memanusiakan manusia.
4. Jumlah siswa tiap kelas pada sekolah yang menerapkan sistem MI tidak dapat diprediksi atau ditentukan, karena setiap anak memiliki gaya belajarnya masing-masing.
5. Tidak ada satu orang pun di dunia yang memiliki karakteristik yang benar-benar sama. Sistem pendidikan di Indonesia cenderung menyamaratakn standar kecerdasan satu siswa dengan yang lainnya.
6. MIS tidak mengenal istilah siswa bodoh, karena setiap siswa memiliki kesempatan untuk menjadi juara dengan gaya belajarnya masing-masing.
7. Ada 8 Kecerdasan menurut Dr. Howard Gardner yaitu:
- Kecerdasan Linguistik
- Kecerdasan Matematis-Logis
- Kecerdasan Visual-Spasial
- Kecerdasan Musikal
- Kecerdasan Kinestetis
- Kecerdasan Interpersonal
- Kecerdasan Intrapersonal
- Kecerdasan Naturalis
BAB II – PERSOALAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
1. Redefinisi Kecerdasan, Sebuah Awal yang Manusiawi Pemahaman definisi dari “kecerdasan” adalah awal dari aplikasi banyak hal yang terkait dalam diri manusia, salah satunya adalah pendidikan. Teori kecerdasan terus berkembang dan mengerucut pada pola yang sama
2. Teori kecerdasan mengalami puncak perubahan paradigma masyarakat pada tahun 1983 disaat Dr. Howard Gardner mengumumkan perubahan makna kecerdasan dari pemahaman sebelumnya.
3. Tiga paradigma dasar yang diubah Gardner:
- Kecerdasan Tidak Dibatasi Tes Formal/achievement test, karena kecerdasan seseorang itu selalu berkembang. Sumber kecerdasan seseorang dapat dilihat dari kebiasaannya.
- Kecerdasan Itu Multidimensi Kecerdasan seseorang dapat dilihat dari banyak sisi, bukan hanya kecerdasan berbahasa maupun logika. Menurut analisis penulis, kecerdasan seseorang adalah proses kerja otak seseorang sampai orang itu menemukan kondisi terbaiknya dan kondisi akhir terbaik seseorang tidak terbatas pada satu kondisi saja. Dengan menerapkan multiple intelligences, seseorang dapat menemukan kondisi akhir terbaiknya lebih awal.
- Kecerdasan, Proses Discovering Ability Metode ini meyakini bahwa setiap orang memilki kecerdasan-kecerdasan tertentu yang harus ditemukan melalui pencarian kecerdasan. MIS menyarankan untuk mengembangkan kemampuan/kelebihan anak dan mengubur kelemahan/ketidakmampuannya.
4. Hambatan/tantangan dalam aplikasi MI di dunia pendidikan Indonesia:
- Beberapa elemen sistem pendidikan Indonesia kurang sejalan dengan “sistem pendidikan yang proposional (manusiawi dan seimbang)” yang secara teoritis terdapat pada alur input (penerimaan siswa), process (proses KBM) dan output (assessment).
- Pemahaman yang salah tentang makna sekolah unggul di Indonesia. Indikator kebanyakan sekolah unggul sekarang ini dititikberatkan pada the best input (menyeleksi siswa baru dengan ketat, menerima yang pandai saja)
- Proses belajar yang menggunakan kreativitas tingkat tinggi. Permasalahan: rendahnya kemampuan guru mengajar dengan kreativitas yang baru dan menarik.
- Masih belum menggunakan penilaian autentik
BAB III – SOLUSI PENDIDIKAN DI NDONESIA: MULTIPLE INTELLIGENCES
A.Indikator Sekolah Unggul, “The Best Input” atau “The Best Output”
1. Sekolah unggul adalah sekolah yang fokus pada kualitas proses pembelajaran, bukan kualitas input siswanya.
2. Kualitas proses pembelajaran bergantung pada kualitas para tenaga pengajar di sekolah tersebut. Apabila kualitas tenaga pengajar pada sekolah tersebut baik maka mereka akan berperan sebagai agen pengubah bagi siswanya.
3. Sekolah unggul adalah sekolah yang para gurunya mampu menjamin semua siswa akan dibimbing kearah perubahan yang lebih baik dalam arti lain gurunya mampu mengubah kualitas akademis dan moral siswanya dari yang awalnya bandal, malas, menjadi positif.
4. Resiko bagi pengurus sekolah yang mengklaim sebagai sekolah unggul adalah mau menerima semua siswa apa adanya tanpa pandang bulu dan tapa menerapkan test seleksi. Karena prinsip sekolah unggul adalah: Tidak ada siswa yang bodoh.
5. Lalu bagaimana proses penerimaan siswa baru apabila tidak ada siswa yang dianggap bodoh? Melalui MIR (Multiple Intelligences Research). Apabila sekolah hanya dapat menampung 100 siswa, maka setelah ada 100 siswa yang mendaftar dan mengikuti test MIR pendaftaran akan langsung ditutup.
6. Sekolah unggul adalah sekolah yang memanusiakan manusia, yang menghargai setiap potensi yang ada pada diri siswa, yang membuka pintunya pada semua siswa.
B. MIR dan Gaya Belajar Anak
1. Banyaknya kegagalan siswa mencerna informasi dari gurunya disebabkan oleh ketidaksesuaian gaya mengajar guru dengan gaya belajar siswa.
2. Gaya mengajar adalah strategi transfer informasi yang diberikan oleh guru kepada siswanya.
3. Gaya belajar adalah bagimana sebuah informasi dapat diterima dengan baik oleh siswa. Gaya belajar tercermin dari kecenderungan kecerdasan yang dimiliki siswa tersebut.
4. Salah satu asas Quantum Learning (Bobbi DePorter): Setelah guru memahami gaya belajar siswa, setiap guru akan masuk ke dunia siswa sehingga siswa dapat merasa nyaman dan tidak menghadapi resiko kegagalan dalam proses belajarnya.
C. MIR dan Bakat Anak
1. Potensi bakat itu harus dipicu.
2. MIR adalah alat riset yang dapat membantu orangtua menemukan bakat terpendam anaknya.
3. Fungsi Penting Hasil MIR
- Sebagai data informasi tentang kondisi psikologis kecerdasan anak
- Sebagai anjuran kepada orangtua untuk melakukan aktivitas kebiasaan/kegiatan kreatif guna memancing dan mengembangkan bakat anak tersebut.
BAB IV – STRATEGI PEMBELAJARAN MI (MULTIPLE INTELLIGENCES)
A. MI Bukan Bidang Studi
1. MI adalah strategi pembelajaran untuk materi apapun, bukan bidang studi. (contoh: kecerdasan linguistik dianggap bidang studi Bahasa Indonesia)
2. Strategi bagaimana guru mengemas gaya mengajarnya agar mudah ditangkap dan dimengerti oleh siswanya.
B. MI bukan kurikulum
1. MI bukan kurikulum, melainkan strategi pembelajaran berupa rangkaian aktivitas belajar yang merujuk pada indikator hasil belajar yang sudah ditentukan oleh silabus.
2. MI sulit diterapkan pada dunia pendidikan yang mengacu pada kurikulum berbasis materi. Kurikulum berbasis materi hanya melihat dan menilai keberhasilan siswa dengan melihat sedikit banyaknya pengetahuan dan hafalan bidang studi.
3. MI cocok bila diterapkan dalam kurikulum berbasis kompetensi dan komprehensif.
4. Sebagus apapun kurikulum tersebut apabila tidak dijalani dengan strategi belajar yang menarik dan menyenangkan siswa, kurikulum tersebut akan sulit mencapai keberhasilan.
C. Penyakit Disteachia
Penyakit yang diderita oleh guru, yaitu penyakit “salah mengajar” (Thomas Armstrong, Ph.D,.)
Mengandung 3 Virus:
- Teacher Talking Time Guru yang menghabiskan 80% waktunya dikelas untuk berbicara, berceramah, bercerita dan menganggap bahwa mereka didengarkan oleh siswa padahal kenyataannya siswa kebanyakan tidur, mengobrol, dan melamun. Dan guru yang terkena virus ini menganggap itu sudah cukup untuk memenuhi kewajiban mengajar. Dalam strategi pembelajaran, ketika guru mengajar belum tentu siswanya belajar.
- Task Analysis
- Guru biasanya langsung masuk ke penyampaian materi tanpa menjelaskan kegunaan materi dalam kehdupan sehari-hari. Global analysis juga harus diberikan kepada siswa agar mereka dapat mendapatkan gambaran seperti apa materi yang akan diajarkan, Dengan begitu setelah diberikan materi yang sudah dikembangkan/dipecah-pecah, siswa tidak akan bingung karena sudah mempunyai gambaran dari inti materi yang dipelajari. (Global analysis: Puzzle utuh gajah ful, Task analysis: puzzle yang sudah dipecah-pecah)
- TK – SD: lebih baik menggunakan logika deduksi (umum-khusus atau global analysis – task analysis) sedangkan SMP – SMA: kombinasi antara induksi (khusus – umum) dan deduksi.
- Tracking: pengelompokan siswa ke dalam beberapa kelas berdasarkan kemampuan kognitifnya. Output tracking adalah pembagian kelas menjadi kelas untuk anak pintar dan kelas untuk anak bodoh. Contoh: konsep kelas akselerasi. Menurut Thomas Armstrong, perkembangan psikologi dan kompetensi seorang siswa pandai yang masuk dalam kelas khusus anak pandai mempunyai risiko kemunduran tingkat kecerdasan. Hal ini terjadi karena adanya kompetisi yang menimbulkan ketegangan, apabila seorang siswa tertinggal sedikit saja dari temannya ia akan langsung merasa frustasi dan murung. Itu sangat berisiko buruk bagi perkembangan psikologis pendidikan anak tersebut.
D. Strategi Pembelajaran MI
1. Pelaksanaan strategi ini akan menjadi lebih mudah jikah langkah pertama fokus pada model aktivitas pembelajaran dahulu, baru setelah itu dilakukan analisa terhadap aktivitas tersebut berkaitan dengan kecerdasan apa saja. Bukan fokus kepada kecerdasan tertentu baru menguraikan aktivitas-aktivitas pembelajaran yang sesuai dengan kecerdasan tersebut dan tidak menyentuh kecerdasan lain.
2. Contoh-contoh beberapa strategi pembelajaran dengan MI: menulis puisi tentang materi pelajaran (kecerdasan linguistic, intrapersonal, interpersonal dan kinestetis), Teater Aristoteles (ajang mengeluarkan pendapat dan ajang unjuk bakat siswa), movie learning, be a discoverer, dll.
3. Ketika guru fokus untuk model aktivitas yang kreatif dan inovatif, proses pembelajaran akan menarik minat siswa untuk belajar dengan antusias dan menikmati proses pembelajaran.
4. Aplikasi langsung dari materi pembelajaran secara otomatis akan masuk dalam memori jangka panjang dan tidak akan terlupakan seumur hidup.
E. Merancang Strategi Pembelajaran
1. Menggunakan 30% waktu guru untuk menyampaikan materi, dan 70% digunakan untuk siswa beraktivitas.
2. Gunakan modalitas belajar yang tertinggi, yaitu dengan modalitas kinestetis dan visual dengan akses informasi melihat, mengucapkan dan melakukan.
3. Mengaitkan materi yang diajarkan dengan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari yang mengandung keselamatan hidup.
4. Menyampaikan materi kepada siswa dengan melibatkan emosinya untuk menghindari kehambaran dan kebosanan.
5. Melibatkan partisipasi siswa untuk menghasilkan manfaat yang nyata dan dapat langsung dirasakan oleh orang lain.
Informasi yang masuk ke memori jangka panjang otak:
- Terkait dengan keselamatan hidup.
- Memiliki muatan emosi yang kuat terhadap seseorang.
- Memberi penghargaan terhadap eksistensi diri.
- Selalu diulang-ulang.
F. Membuat Produk Hasil Belajar
1. Sekolah sekarang tidak memberikan pembelajaran dan pelatihan yang dapat menunjang para siswa untuk secara kreatif membuat produk. Akibatnya siswa menganggap sekolah adalah tempat yang memberikan informasi sepihak dan jarang sekali menjadi ajang untuk kreativitas siswa-siswanya.
2. Sekolah tidak pernah menjadi saluran potensi diri yang dimiliki siswa, padahal penyaluran potensi diri itu penting dalam mendukung eksistensi diri siswa saat menghadapi kehidupan bermasyarakat.
3. Misi Pendidikan seharusnya: BISA APA bukan TAHU APA
4. Produk hasil belajar:
- Benda/karya intelektual (majalah sekolah, lukisan, cerpen, dll) Dapat ditampilkan dan punya manfaat langsung
- Penampilan (drama, grup musik, dll) Memberi kesempatan siswa untuk menunjukkan kemampuan dan karyanya di depan publik.
- Proyek Edukasi (pameran pendidikan/exhibition, bantuan bencana alam, solusi kemacetan kota, dll) Proyek yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pengetahuan siswa yang diawali dengan pencaran masalah, perencanaan, laporan hasil dan evaluasi.
G. Menjadi Guru MI
MI dapat berhasil bila didukung guru yang professional:
- Bersedia untuk selalu belajar
- Secara teratur membuat rencana pembelajaran sebelum mengajar
- Bersedia diobservasi
- Selalu tertantang untuk meningkatkan kreativitas
- Memiliki karakter yang baik
BAB V – PENILAIAN AUTENTIK
A. Model Penilaian
- Penilaian standar
- Penilaian tradisional
- Menitikberatkan pada penilaian pengetahuan
- Penilaian hanya pada akhir periode pembelajaran (contoh:ulangan harian dijadikan alat untuk melihat ketuntasan belajar siswa)
- Soal tes yang memiliki konten abstrak (tidak diberi contoh nyata/konkret)
- Jenis penilaian: Tes
- Hanya menggunakan benar/salahnya jawaban siswa sebagai instrument penilaian
- Mendorong adanya kompetisi (ranking)
- Mengesampingkan yang lemah
- Penilaian Autentik
- Mengukur 3 aspek kemampuan (pengetahuan, keterampilan, dan sikap)
- Guru juga mengambil nilai pada proses pembelajaran. Tidak hanya di akhir saja
- Soal tes sudah konkret (contoh: soal cerita dalam matematika)
- Menggunakan berbagai jenis penilaian
- Instrumen penilaian: skoring dan observasi
- Penilaian cenderung membangun semangat
- Membantu siswa yang lemah
B. Penilaian autentik menganut konsep tes kemampuanBukan tes ketidak mampuan (disability test)
disability test: soal-soal tidak pernah dipelajari dalam proses pembelajaran dan belum ada di bab yang sedang dipelajari.
C. Discovering ability:
guru meminta siswa menjawab soal yang sama dengan cara yang lain, apabila gagal baru dilakukan remedial.
D. Taksonomi bloom:
membantu guru membuat soal berkualitas
- Pengetahuan (ingatan dari materi yang sudah dipelajari, contoh soal: siapakah ...? Dimana letak….?)
- Pengertian (arti suatu materi, contoh soal: Apakah yang dimaksud dengan…?)
- Aplikasi (Menerapkan materi, contoh soal: jelaskan langkah-langkah untuk…? )
- Analisis (memecahkan/menguraikan suatu materi, contoh soal: apa hubungan antara…dan…?)
- Sintesis (menyatukan bagian-bagian, contoh soal: buatlah sebua lagu mengenai…?)
- Evaluasi (menentukan nilai suatu materi, contoh soal: apa pendapatmu mengenai…?)
E. Konsep Ipsative:
Perkembangan siswa diukur dari perkembangan sebelum dan sesudah siswa mendapatkan materi pembelajaran. Perkembangan siswa satu tidak boleh dibandingkan dengan siswa lain.
F. Penilaian yang dilakukan oleh guru harus memuat keseimbangan Tiga Ranah:
- Aspek Kognitif
- Aspek Afektif
- Aspek psikomotorik
Dengan buku ini guru dapat menjadi lebih kreatif dan termotivasi untuk mengajar lebih baik, agar semua murid dapat mendapatkan haknya untuk belajar dan memahami semua materi dengan baik. Buku ini juga sangat bermanfaat untuk pengelola sekolah yang ingin menerapkan sistem pembelajaran yang lebih baik tanpa mengganti kurikulum yang sudah ada.
Menurut saya buku ini sudah sangat lengkap dan bagus, namun saran saya akan lebih baik apabila halaman pada buku ini berwarna dan diberi foto-foto/dokumentasi yang lebih lengkap dari contoh-contoh penerapan MI yang sudah diterapkan di beberapa sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H