Iya, ketimpangan sosial sudah terbiarkan mengerikan! Ah, seharusnya tidak begitu! Ah, harusnya begini! Dan masih banyak lagi aku berpendapat  atas berita di media sosial yang sesungguhnya  aku tidak tahu kebenarannya.
Lama-lama penat juga. Sebelum benar-benar ngantuk, aku buka kaleng kecil di ujung meja. Kaleng itu berisi uang senilai makan dua kali sehari yang tak kumakan. Jadi, karena aku puasa dan makan hanya sekali makan maka ada dua kali makan yang tersisihkan.Â
Dua kali makan yang kusisihkan itu dalam wujud uang aku simpan di dalam kaleng. Rencanaku di akhir puasa ketika memasuki hari Paskah, uang yang terkumpul itu akan kubagikan kepada anak-anak jalanan.
Belum sempat aku menghitung uang itu ketika kudengar pintu diketuk. Segera kuletkkan kembali kaleng kebanggaan. Aku beranjak keluar kamar menuju ruang keluarga.
"Kakek," kataku menemui kakek.
Kakek terkekeh sejenak kemudian duduk di sebelahku.
"Sedang apa kamu?" tanyanya.
"Em, mau menghitung uang, Kek." Aku menjawab dengan mantap.
"Uang apa?" Kakek bertanya lagi.
Setelah kujelaskan, Kakek mengangkat ibu jarinya sambil mengangguk-anggukan kepala. Sejurus kemudian Kakek bertanya tentang puasaku.
"Target puasamu bagaimana?" Pertanyaan yang teramat tajam bagiku.