Percayalah jumlah siswa baik yang besarnya 80 persen itu bisa dimanfaatkan untuk mempengaruhi siswa papan bawah yang hanya di kisaran 20 persen. Dengan begitu, guru bisa memandang siswa yang kurang dengan cara yang benar.
Guru juga harus paham. Siswa yang nilainya hampir selalu di bawah KKM itu belum tentu kalau besok di masyarakat juga akan hidup menderita di bawah standar hidup normal. Saya sudah membuktikan, bahwa banyak anak yang ketika di kelas berada di papan bawah tetapi di kemudian hari hidupnya lebih mapan.
Nih, saya beri contoh nyata. Murid saya di tahun 80-an. Nama, saya samarkan.
Namanya, Rondi. Dia siswa kelas 6 SD. Nilainya hampir selalu tidak tuntas. Sering tidak masuk sekolah.
Suatu waktu, Rondi tidak nongol di sekolah lima hari berturut-turut. Padahal saya tidak pernah memarahi tentang seringnya tidak masuk sekolah. Saya juga tidak pernah memarahi masalah nilai yang jelek.
Pagi itu, jam olahraga. Hari ke enam Rondi tidak masuk sekolah. Saya dengan antusias meninggalkan sekolah mencari alamat rumah Rondi. Lumayan, sekitar tiga kilo meter dari sekolah. Di perbukitan, padat penduduk.
Orang tua si Rondi, waktu itu yang ada ibunya. Beliau tergopoh-gopoh, khawatir!
Saya kemudian menanyakan keadaan si Rondi. Kenapa sudah satu minggu tidak bersekolah.
Ibu setengah baya itu terkaget-kaget. Kemydian tampak lemas. Tetapi sorot matanya memancarkan  geregetan.
Ibu itu memberitahukan bahwa si Rondi setiap hari berangkat ke sekolah. Hari itu, dikatakan si Rodi juga berangkat ke sekolah.