Mohon tunggu...
Imanuel Lopis
Imanuel Lopis Mohon Tunggu... Petani - Petani

Petani tradisional, hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penyediaan Makanan Halal Saat Pesta, Sebuah Toleransi di NTT

30 April 2023   20:26 Diperbarui: 30 April 2023   20:29 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sajian makanan di pesta pernikahan. Gambar: dokumentasi Imanuel Lopis.

Penduduk di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kebanyakan beragama Kristen Potestan dan Katolik sedangkan sebagian penduduk lainnya beragama Islam, Hindu, Budha dan Konghucu. Masyarakat yang beragam suku dan agama di NTT ini hidup rukun dalam hubungan sebagai tetangga maupun sebagai satu keluarga besar.

Di NTT, dalam satu keluarga besar bisa ada dua hingga tiga agama. Anggota keluarga tersebut ada yang beragama Protestan, Katolik dan Islam. Ada orang dari agama Kristen masuk ke Islam atau dari Islam masuk ke Kristen, baik dalam lingkup orang NTT sendiri maupun pendatang dari luar NTT.

Walaupun berbeda agama, hubungan persaudaraan tetap terjalin termasuk dalam acara keluarga seperti pesta kecil-kecilan maupun pesta besar-besaran. Jalinan keakraban tersebut tidak hanya dalam keluarga saja tetapi juga dengan tetangga atau warga lain yang beragama Islam.

Ketika orang yang beragama Kristen mengadakan sebuah pesta dan mengundang kerabat atau tetangga yang beraga Islam, mereka sudah tahu untuk menyediakan makanan halal bagi tamu Muslimnya itu.

Orang yang beragama Kristen ketika mengadakan pesta biasanya menghidangkan menu daging babi. Ketika mengundang orang lain beragama Islam yang haram untuk mengkonsumsi daging babi, tuan pesta menyediakan daging ayam, sapi atau kambing dengan cara penyembelihan yang sesuai Islam. 

Khususnya di Timor, biasanya saat seseorang beragama Kristen mengadakan pesta besar misalnya pesta pernikahan dan mengundang orang yang beragama Islam, mereka membuat dua tempat atau dapur untuk memasak.

Dapur umum untuk mengolah masakan daging babi dan daging lain bagi orang Kristen kebanyakan dan orang beragama lain yang tidak memiliki pantangan daging babi. Sementara itu ada dapur khusus untuk mengolah masakan daging ayam, sapi, atau kambing bagi yang Muslim.

Dapur umum dan khusus bisa dalam satu area di rumah  tempat pesta namun terpisah ruang dan jarak. Kadang memasak makanan khusus untuk Muslim ini di rumah lain yang berdekatan dengan rumah tuan pesta.

Perabot memasak di dapur khusus juga terpisah, tidak bertukar atau bercampur dengan perabot dapur  umum. Orang beragama Kristen juga biasa membantu memasak di dapur khusus tersebut. Ibu-ibu yang memasak biasanya menjaga agar yang mengolah daging babi di dapur umum tidak boleh ke dapur khusus untuk menyentuh masakan khusus tersebut.       

Atoin Meto (orang Timor) dalam Bahasa Dawan menyebut orang yang memiliki pantangan makanan sebagai akaet. Memasak untuk akaet sebutannya tahan neu akaet.

Jika dalam pesta tersebut tidak memotong sapi untuk konsumsi, tuan pesta akan menyediakan kambing atau beberapa ekor ayam khusus untuk Muslim. Penyembelihan hewan tersebut oleh tetangga atau kerabat yang Muslim.

Jika ada sapi, mereka akan meminta kepada  yang Muslim juga untuk menyembelih sapi tersebut menurut aturan Islam. Setelah itu baru membagi daging ke dapur umum dan dapur khusus untuk mengolahnya.

Saat mengidangkan makanan untuk tamu dalam pesta, biasanya ada dua ruang makan juga. Sejak awal mendirikan tenda sebelum pesta, orang biasanya sudah membuat dua ruang makan. 

Satu ruangan untuk makanan dengan menu campuran daging babi dan ruangan yang satunya lagi dengan menu makanan dari dapur khusus. Hanya daging ayam, sapi atau kambing yang halal, tidak ada daging babi dan spesial untuk tamu Muslim.

Saat sampai acara makan dalam pesta tersebut, Master of Ceremony (MC) memberitahukan kepada hadirin tentang ruang makan dengan daging babi dan ruang makan tanpa daging babi. 

Di Kabupaten Timor Tengah Selatan, beberapa MC pesta sering mengibaratkan dua ruang makanan ini seperti jurusan perjalanan. Ruang makan dengan daging babi adalah "jurusan Fafinisin" dan ruang makan tanpa daging babi adalah "jurusan jalan tol/bebas hambatan".

Fafinisin adalah sebuah tempat yang namanya dari Bahasa Dawan dan memiliki arti gigi babi. Fafinisin menjadi kiasan untuk ruang makan yang menghidangkan daging babi. Sementara jalan tol merupakan kiasan untuk ruang makan tanpa daging babi, tidak ada hambatan, halal  dan bebas untuk menikmati makanannya seperti jalan tol.    

Dalam setiap pesta juga sering ada beberapa orang yang bertugas mempersilakan dan mengarahkan tamu ke ruang makan. Tamu yang Muslim mereka arahkan ke ruang yang khusus yang ada.    

Uraian di atas merupakan gambaran dalam pesta besar seperti pernikahan. Sementara dalam pesta kecil-kecilan seperti pesta ulang tahun, dll, biasanya hanya memotong beberapa ekor ayam untuk makan bersama kerabat atau tetangga dekat.

Jika tuan pestanya yang beragama Kristen mengundang kerabat atau tetangga yang beragama Islam, saat akan menyembelih ayam pun mereka akan meminta kepada orang tersebut untuk menyembelih hewannya secara Islam. Hal tersebut agar daging ayamnya memenuhi syarat kehalalan untuk mengkonsumsinya.      

Selain di Timor, di berbagai daerah di NTT juga sering menyiapkan makanan khusus bagi tamu Muslim saat pesta.

Khususnya di kalangan Atoin Meto, mereka sangat memiliki perhatian bagi seseorang dalam  pesta untuk makan. Kalau seseorang turut membantu memasak saja atau bekerja mempersiapkan pesta namun kemudian karena suatu halangan dia harus pergi dan tidak makan, pihak tuan pesta akan mengantarkan seporsi makanan ke rumahnya. Begitu pula ketika ada tamu Muslim yang hadir dalam pesta tersebut, tuan pesta berupaya menyediakan masakan yang halal.

Bagi Atoin Meto, adalah sebuah kehormatan dan kebanggaan ketika tamu dalam pestanya bisa menikmati hidangan makanannya. Jika tidak tuan pesta akan malu dan menjadi gosip orang lain.

Pengolahan dan penyiapan makanan halal khusus bagi kaum Muslim saat pesta ini merupakan sebuah wujud toleransi di NTT yang sudah berlangsung selama ini. Menghargai orang lain, tetangga atau kerabat yang tidak makan daging babi karena ajaran agamanya. Melalui toleransi ini orang NTT terus menjalin dan merawat persaudaraan di dalam keberagaman agama.

Demikianlah sekilas kisah toleransi dari NTT, Nusa Tenggara Timur, Nusa Terindah Toleransi. Semoga menjadi inspirasi dalam keberagaman Indonesia.            

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun