"Saat ini, 4 orang petani yang menjadi tahanan Polres Pasangkayu telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Pasangkayu dengan tuduhan pencurian buah sawit yang berada dalam kawasan hutan lindung. Atas dasar itu ke empat petani tersebut dinyatakan pihak kepolisian sebagai tindakan pidana, padahal seharusnya kepolisian harus melakukan penyelidikan hingga penyidikan apakah benar keempat petani tersebut melakukan pelanggaran dengan mengambil buah yang berada di dalam kawasan hutan lindung yang secara legalitas adalah kawasan hutan lindung yang telah dialih fungsikan dan pihak PT Pasangkayu mengambil hasilnya itu jelas menabrak aturan atau melanggar undang-undang," kata Sadewa Rukka.
Menurut Ligo, masyarakat sekitar telah memiliki lahan tersebut dan mengelolanya sejak 1990-an. Situasi kemudian berubah ketika PT Pasangkayu datang menyerobot lahan dengan mereka tanpa sosialisasi terlebih dahulu.
Selain merugikan masyarakat sekitar, Ligo menganggap, PT Pasangkayu turut merugikan pemerintah daerahnya lantaran tidak membayar pendapatan asli daerah (PAD). Pemerintah daerah seakan menutup mata persoalan ini dan diduga justru terkesan melindungi PT Pasangkayu dengan turut meminta masyarakat untuk tidak beraktivitas di lahan yang diklaim sebagai milik PT Pasangkayu.
"Harapan kami dari pegiat organisasi lingkungan dan jurnalis terhadap pemerintah daerah maupun pusat adalah hentikan aktivitas ilegal PT Pasangkayu dan kembalikan tanah-tanah masyarakat yang masuk dalam hak kelola rakyat. Bebaskan lima teman kami juga yang saat ini sedang ditahan," ucap Iman Sadewa Rukka.
Selain Reski, Maulid, Ari, Ikra dan Sanusi alias Dapu, Petani Center mencatat, sebelumnya beberapa petani yang telah dikriminalisasi dengan motif serupa, yakni dituduh mencuri buah sawit dan menduduki lahan tanpa izin. Bahkan kasus penahanan seorang personil Polisi Hutan yang dalam menjalankan tugasnya termasuk salah satu upaya kriminalisasi
Aktivis Iman Sadewa Rukka menyampaikan, konflik agraria yang terus menerus mengkriminalisasi petani di Desa Ako yang adalah pelanggaran hak asasi manusia ini seharusnya menjadi tanggung jawab negara.
"Negara seharusnya bertanggung jawab penuh atas apa yang dialami masyarakat yang berada dilingkaran anak-anak perusahaan AAL yakni PT Pasangkayu, termasuk beberapa dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di PT Mamuang, dan PT Letawa. Industri sawit di Indonesia masih dipenuhi cerita konflik berupa pelanggaran HAM dan perusakan lingkungan. Kementerian terkait sebaiknya ikut turun tangan menyelesaikan masalah ini," kata Iman Sadewa Rukka. (Jb)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H