Silang sengkarut konflik lahan tersebut, organisasi penggiat lingkungan yang akan melakukan gugatan terhadap pemerintah dan perusahaan kelapa sawit atas dugaan perusakan hutan dan pelanggaran hak asasi manusia.
Konflik agraria antara masyarakat dan salah satu perusahaan sawit di wilayah Sulawesi Barat belum menemukan solusi yang berarti. Masing-masing pihak saling menuding dan mengklaim kepemilikan tanah.
Petani Center mengutip laporan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dalam Kompas.id, (17 Maret 2023) lalu, memberitakan rantai pasok minyak sawit dari Astra Agro Lestari (AAL) ditangguhkan oleh delapan perusahaan internasional yang mana diduga kuat melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Kedelapan perusahaan internasional itu, antara lain, PepsiCo, FrieslandCampina, L'Oral, Nestle, Hershey's, Procter & Gamble, Colgate-Palmolive, dan Danone.
Laporan tersebut berisi tentang Korporasi padat modal yakni Astra Agro Lestari (AAL) melalui tiga anak perusahaannya yakni PT. Pasangkayu, PT. Mamuang dan PT. Letawa yang beroperasi di Pasangkayu, Sulawesi Barat terus melakukan pelanggaran HAM berupa melakukan kriminalisasi terhadap petani, perampasan tanah, dan kejahatan lingkungan dengan perusakan ekologis.Â
Khusus untuk PT. Pasangkayu, anak perusahaan ini melakukan perambahan kawasan hutan lindung yang bersentuhan langsung dengan hak kelola rakyat yakni tanah adat yang telah lama dikuasai oleh masyarakat setempat.Â
Sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak agar pemerintah segera menyelesaikan konflik yang terus menerus dengan memperbaiki tata kelola perkebunan sawit dengan melakukan evaluasi izin lokasi, izin usaha perkebunan, batas hal guna usaha yang dimiliki secara rersmi oleh pihak perusahaan, penegakan hukum kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran kepada masyarakat dan lingkungan.
Syarifuddin Ligo (54), salah seorang pejuang petani dari Desa Ako, Kecamatan Pasangkayu, Sulawesi Barat menceritakan, dalam 3 minggu terakhir suasana semakin mencekam di wilayahnya di Desa Ako dengan berbagai intimidasi dan kriminalisasi terdapat 5 orang petani dan seorang orang personil Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) wilayah Pasangkayu yang saat ini ditahan di Polres Pasangkayu, 4 orang petani diantaranya sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Pasangkayu dan 1 orang petani dan seorang personil polisi hutan tersebut masih dalam tahanan Polres Pasangkayu. Bahkan  sejumlah personel dari Kepolisian masih diturunkan untuk menghadang masyarakat dan petani yang hendak beraktivitas di lahan yang diklaim perusahaan, Senin (11/3/2024).
"Saya juga termasuk yang disuruh berhenti beraktivitas di atas lahan yang telah dikuasai sebagai tanah adat. Alasannya, menurut aparat dan pihak perusahaan, area tersebut adalah milik PT Pasangkayu. Padahal, secara jelas dengan fakta dan data terdapat sejumlah titik Hutan Lindung di lokasi tersebut diduga disulap oleh PT Pasangkayu menjadi perkebunan kelapa sawit secara tidak SAH sekitar dua puluh tahunan sampai sekarang dan itu dinilai menabrak undang-undang Kehutanan serta merugikan Negara, dan itu sudah termasuk perbuatan melawan hukum," ujar Ligo begitu panggilan akrabnya.
Selain itu, lahan masyarakat petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani "Mata Air Tomogo" yang berada didalam kawasan hutan lindung yang selama ini jelas juga diancam akan mendapat perlakuan dan intimidasi seperti para petani yang telah diamankan sebelumnya, jika tetap beraktivitas. Diketahui, empat petani yang ditahan dan dinyatakan bersalah lantaran mencuri buah sawit milik PT Pasangkayu.
Sementara itu aktivis Petani Center Iman Sadewa Rukka, menjelaskan, timnya menemukan kejanggalan dalam penangkapan 5 orang petani termasuk seorang anggota polhut bernisial KA yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Kejanggalan tersebut tampak dari kasus penangkapan para petani tersebut oleh pihak kepolisian.
"Saat ini, 4 orang petani yang menjadi tahanan Polres Pasangkayu telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Pasangkayu dengan tuduhan pencurian buah sawit yang berada dalam kawasan hutan lindung. Atas dasar itu ke empat petani tersebut dinyatakan pihak kepolisian sebagai tindakan pidana, padahal seharusnya kepolisian harus melakukan penyelidikan hingga penyidikan apakah benar keempat petani tersebut melakukan pelanggaran dengan mengambil buah yang berada di dalam kawasan hutan lindung yang secara legalitas adalah kawasan hutan lindung yang telah dialih fungsikan dan pihak PT Pasangkayu mengambil hasilnya itu jelas menabrak aturan atau melanggar undang-undang," kata Sadewa Rukka.
Menurut Ligo, masyarakat sekitar telah memiliki lahan tersebut dan mengelolanya sejak 1990-an. Situasi kemudian berubah ketika PT Pasangkayu datang menyerobot lahan dengan mereka tanpa sosialisasi terlebih dahulu.
Selain merugikan masyarakat sekitar, Ligo menganggap, PT Pasangkayu turut merugikan pemerintah daerahnya lantaran tidak membayar pendapatan asli daerah (PAD). Pemerintah daerah seakan menutup mata persoalan ini dan diduga justru terkesan melindungi PT Pasangkayu dengan turut meminta masyarakat untuk tidak beraktivitas di lahan yang diklaim sebagai milik PT Pasangkayu.
"Harapan kami dari pegiat organisasi lingkungan dan jurnalis terhadap pemerintah daerah maupun pusat adalah hentikan aktivitas ilegal PT Pasangkayu dan kembalikan tanah-tanah masyarakat yang masuk dalam hak kelola rakyat. Bebaskan lima teman kami juga yang saat ini sedang ditahan," ucap Iman Sadewa Rukka.
Selain Reski, Maulid, Ari, Ikra dan Sanusi alias Dapu, Petani Center mencatat, sebelumnya beberapa petani yang telah dikriminalisasi dengan motif serupa, yakni dituduh mencuri buah sawit dan menduduki lahan tanpa izin. Bahkan kasus penahanan seorang personil Polisi Hutan yang dalam menjalankan tugasnya termasuk salah satu upaya kriminalisasi
Aktivis Iman Sadewa Rukka menyampaikan, konflik agraria yang terus menerus mengkriminalisasi petani di Desa Ako yang adalah pelanggaran hak asasi manusia ini seharusnya menjadi tanggung jawab negara.
"Negara seharusnya bertanggung jawab penuh atas apa yang dialami masyarakat yang berada dilingkaran anak-anak perusahaan AAL yakni PT Pasangkayu, termasuk beberapa dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di PT Mamuang, dan PT Letawa. Industri sawit di Indonesia masih dipenuhi cerita konflik berupa pelanggaran HAM dan perusakan lingkungan. Kementerian terkait sebaiknya ikut turun tangan menyelesaikan masalah ini," kata Iman Sadewa Rukka. (Jb)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H