“Jadi, sampean seniman?” Tanya Sam Jack sambil menunjukkan kekagumannya.
“Ya, iya lah. Masak model begini bukan seniman. Saya juga punya bengkel.” Jawab orang itu.
“Bengkel motor?” Tanya Sam Jack.
“Wah, bagaimana sampean ini, ya bengkel tempat berkarya seni. Saya bikin lukisan, saya bikin patung.”
“Wah, luar biasa. Ternyata di desa ini memiliki seniman besar.” Puji Sam Jack.
Cerita di warung itu diakhiri dengan Sam Jack minta alamat Sang seniman itu.
“Kalau di desa ada seniman semacam dia, seharusnya kebudayaan di desa itu maju pesat. Apa desanya tidak memfasilitasinya ya?” Kata Sam Jack kepada saya.
“Barangkali desanya tidak tahu. Ya, didorong dia agar mulai terlibat di desa.” Saran saya.
“Betul. Saya juga berpikir begitu, Pak Tua. Karena itu saya datang ke rumahnya.”
Selanjutnya, Sam Jack menceritakan pertemuan keduanya dengan Sang Seniman itu. Sam Jack datang ke bengkel yang dimaksud seniman itu. Ada ruangan kira-kira ukuran tiga kali empat meter, sebuah lukisan tergantung di dinding, asbak yang penuh puntung rokok, dan gelas-gelas kotor bekas kopi.
“Karya saya sudah banyak diambil kolektor.” Kata Sang Seniman memperkenalkan tempatnya.