Mohon tunggu...
Iman Suwongso
Iman Suwongso Mohon Tunggu... Penulis/Wartawan -

Ketika angin berhembus kutangkap jadi kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Menerkam Daging Segumpal

8 Mei 2016   21:26 Diperbarui: 8 Mei 2016   23:04 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak setiap hari Karimin dapat memberi uang istrinya untuk membeli beras. Tidak banyak pekerjaan yang dia peroleh. Kalau ada kadang TBC-nya mulai menyerang. Pernah ia paksakan untuk ikut mencangkul di kebun tebu milik Haji Sis yang jarak dari rumahnya dua kilometer. Semalam batuknya sudah menggelisahkannya. Dia kuatkan semangatnya untuk membolak-balik tanah sejengkal demi sejengkal. Namun, belum dapat satu lajur batuknya menggigil, tubuhnya mengucur deras keringat dingin, matanya berkunang-kunang dan tubuhnya ambruk.

Haji Sis bilang, “Kalau sakit jangan kerja dulu Kang Imin.”

Karimin amat malu. Dia mengatakan kepada istrinya, “Kita memang miskin, tapi jangan merepotkan orang lain.”

Suminah, istri Karimin menggenggam amanat suaminya. Hingga Karimin meninggal, perempuan kurus yang tertular TBC suaminya ini tak pernah mengeluh kepada tetangga atau saudaranya yang tinggal jauh di luar daerah.

Diapun lebih jarang mendapat pekerjaan seperti suaminya. Tenaganya tentu lebih lemah dari laki-laki yang menikahinya lima belas tahun lalu. Kalau ia ikut menjadi buruh tani di Haji Sis takut pekerjannya tidak memuaskan. Akhirnya, sehari-hari Suminah mencari kayu bakar. Dia menjual ke warung nasi di perempatan dekat pangkalan ojeg tiga hari sekali. Pagi berangkat, siang baru sampai di rumah lagi, membawa hasil jualan kayu bakar yang tidak semahal harga beras seliter.

Pergi ke kota menjadi babu tak pernah ada dalam pikirannya. Mana ada juragan yang mau dengan tubuh kurus tenaganya lemah dan berpenyakitan?

***

Hari itu Suminah akan membuatkan Karto daging goreng lagi. Kemarin sudah berjanji kepada anak semata wayangnya ini untuk mengganti daging goreng yang direbut kucing. Dia akan membuatkan agak banyak. Siapa tahu kucing kelaparan itu merebut kembali daging yang akan dimakan Karto.

Suminah meletakkan bungkusan pelastik hitam di kursi bambu dekil dekat tungku. Parutan kelapa yang ia temukan di pinggir jalan kemarin sudah mendidih di atas api tunggku. Minyaknya sudah keluar. Sebentar lagi akan dia gunakan untuk menggoreng daging dalam pelastik hitam itu.

Suminah hari itu ingin melihat anaknya bersuka cita makan nasi ‘thiwul’ dengan daging goreng.

Ketika Karto masuk ke dapur Suminah sedang mengambil kayu bakar di belakang rumah. Kucing yang sudah mencengkeram bungkusan pelastik hitam terkejut mendengar suara Karto. Cakar kucing itu merobek pelastik hitam. Isinya berhamburan. Ada segumpal yang berlompatan dari tas plastik hitam. Kucing itu mengejar dan menerkamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun