Demikianlah, ketika kerabat leluhur kami mulai berdatangan beranak pinak, perjumpaan dengan Culas juga seperti yang sudah-sudah. Kadang muncul sebagai perempuan cantik berpayudara montok, lain waktu datang sebagai laki-laki yang tampan berwajah bersih.
Ketika berjumpa dengan kami dari turunan ke-27, Culas tetap saja tampangnya berusia 25-an tahun ketika berwujud perempuan, dan 30-an tahun ketika berwujud laki-laki. Ya, begitulah Culas, begitulah si iblis yang satu ini.
Aku tidak paham, dia ini berasal dari jenis iblis yang mana. Beberapa generasi sebelumku pernah tidak percaya pada sumpah Culas. Karena iblis memang ada di atas bumi ini untuk menggoda manusia. Ketidak-percayaan itu muncul begitu kuat ketika leluhur kami yang membuka desa ini seda.6) Namun, ternyata tidak! Culas membuktikan sumpahnya.
Aku sendiri terhitung tiga kali bertemu Culas. Pertama kali ketika berumur 12 tahun, sudah selesai sunat. Ya, seperti anak kecil lainnya, aku membantu emak mencari rencek. 7) Kala itu aku sendirian sampai di kedalaman hutan Jati.
Sebelumnya hutan Jati tempat tinggal Culas itu, aku bayangkan tumbuh berjajar-jajar pohon jati yang kokoh, dengan daunnya yang lebar dan berguguran saat musim kering semacam ini. Tapi, tidak. Tidak ada deretan jati yang ranting-ranting keringnya menghiasi langit biru. Yang ada berbagai pohon yang besar, dan semak belukar lebat daunnya mengering.
Culas muncul dihadapanku ketika aku sampai di sebuah pohon besar yang kokoh. Nah, inilah pohon jati satu-satunya di hutan ini. Ya, disini pula Culas tinggal. Belum selesai kegiranganku menemukan pohon jati, wajah Culas menghadang di depan mataku. Culas tampil sebagai perempuan 25-an tahun yang cantik. Aku gemetar memandang wajah dan tubuhnya. Aku sudah menduga yang muncul ini Culas, tetapi aku tidak membayangkan kalau kecantikannya sampai menyesakkan nafasku. Rasanya aku akan mimpi basah di usia anak-anak. Menggemaskan!
Kami tidak saling mengganggu, bahkan ia membantu dengan cepat mencari rencek. Disela mengambil ranting-ranting, aku beranikan bertanya kepadanya, tentang asal muasalnya.
“Tiba-tiba saja diturunkan di sini.” katanya.
“Siapa...”
“Ya, yang menciptakan aku.”
“Mengapa?”