Mohon tunggu...
Iman Suwongso
Iman Suwongso Mohon Tunggu... Penulis/Wartawan -

Ketika angin berhembus kutangkap jadi kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Uang Berkibar Seperti Bendera

7 April 2016   01:29 Diperbarui: 7 April 2016   01:54 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mistat dan anak-anak sekampungnya itu hanya berani memandang. Mereka tidak berani menyentuh, apa lagi mengambilnya. Mereka semburat lari menuju rumah masing-masing, memberi tahu orang tua mereka, menceritakan kepada kawan-kawannya, mengabarkan kepada sesepuh kampung.

“Ada bendera.” Kata Mistat.

“Bendera uang.” Kata teman Mistat.

“Bendera uang berkibar-kibar.” Kata teman Mistat yang lain.

“Dan sepeti uang.” Kata yang lain.

Sesepuh kampung mengernyitkan dahinya. Memata-matai padang pasir. Kemudian mengajak orang-orang kampung; bapak-bapak, ibu-ibu, dan anak-anak. Mereka berduyun-duyun menuju bendera uang di pucuk gundukan padang pasir. Kaki-kaki mereka berderap bersama, mengepulkan debu-debu pasir seperti pasukan perang yang sedang menyerbu.

Mereka sampai di tancapan bendera uang ketika cahaya matahari sudah sangat putih. Sesepuh kampung berhenti di dekat bendera uang itu. Orang-orang kampung berhenti mengelilingi uang yang berkibar-kibar itu. Kepala Sesepuh kampung melongok mendekat untuk memperjelas uang itu. Orang-orang kampung ikut melongok.

“Betul. Uang asli.” Katanya sambil menegakkan badanya.

Orang-orang kampung ikut menegakkan badan mereka, kemudian saling berpandangan satu sama lain. Sesepuh kampung berbalik arah, bergegas meninggalkan gundukan padang pasir. Orang-orang mengikutinya, pulang ke rumah maisng-masing. Tidak satu pun diantara mereka yang ingin mengambil uang itu. Tidak ada niat sedikit pun di hati mereka. Mereka hanya mengawasi bendera uang itu dari balik jendela. Berkibar-kibar dihembus angin.

***

Kebiasaan di kampung ini sudah berjalan bertahun-tahu. Tidak ada satu orang pun yang berani ingin memiliki barang yang bukan miliknya. Jangankan selembar uang yang jelas-jelas ada nilainya. Terhadap sebiji jambu yang jatuh di halaman rumahnya yang terbawa kelelawar di waktu malam, mereka tidak berani memungutnya untuk dimakan. Paling jauh mereka akan menyingkirkan di pinggir pagar sampai jambu itu membusuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun