Mohon tunggu...
Iman Abdurrahman
Iman Abdurrahman Mohon Tunggu... Koordinator Advokasi Jaringan Radio Komunitas Indonesia -

seorang yang selalu tergila-gila dengan senyuman :D

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Radio Darurat: Media Penting dalam Kebencanaan Tapi Tidak Ada Regulasinya

20 Oktober 2015   20:58 Diperbarui: 21 Oktober 2015   04:33 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pekan PRB"][/caption]  Di salah satu stand pameran Peringatan Bulan Pengurangan Resiko Bencana 2015 di Solo (16-18 Oktober) ada satu stand yang menampilkan Radio Darurat; Media Informasi Tanggap Darurat. Media ini, keberadaannya dalam situasi bencana sangat penting.

Menurut Sinam M Sutarno, Ketua Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI) “Dalam situasi bencana, informasi sering menjadi permasalahan tersendiri terutama oleh media media yang pemberitaannya cenderung bombastis serta mengesampingkan kenyamanan perasaan korban bencana. Keberadaan radio darurat yang dikelola secara bersama antara warga (pengungsi/korban), pemerintah, media massa serta relawan dapat mengurangi distorsi informasi. Radio darurat juga menjadi perekat komunikasi antar sesama penyintas.”

Di Indonesia, praktik radio darurat dalam sekala penyiaran komunitas sudah berjalan sejak 10 tahun yang lalu pasca tsunami Aceh. Setelah itu praktik penyiaran radio untuk kebencanaan ini juga dilakukan untuk bencana erupsi gunung merapi, gempa bumi, banjir, dan longsor yang pernah terjadi.

Dari semua pengalaman dan praktik langsung radio darurat, kesimpulan umum media ini efektif dijadikan alat untuk melakukan penyiaran kebencanaan. Berdampak positive mengelola informasi disituasi bencana. Hanya saja praktik baik dan hasil positif dalam penyiaran kebencanaan tersebut tidak dibarengi dengan adanya payung hukum yang bisa melindungi keberadaanya.

Pernah terjadi sebuah peristiwa ironis pada radio komunitas Lintas Merapi (LM) tahun 2010, ketika itu radio tersebut berfungsi sebagai media informasi dan komunikasi kebencanaan erupsi gunung Merapi. Dalam situasi sedang dibutuhkan keberadaannya tiba-tiba Balai Monitoring (Balmon) mengambil perangkat siarnya karena alasan belum berizin. Tapi warga tak habis akal karena radio tersebut dibutuhkan, secara swadaya warga bergotong royong untuk membeli perangkat siar supaya radio komunitas LM bersiaran lagi dan menyampaikan informasi kebencanaan.

Cerita di atas adalah gambaran keberadaan radio kebencanaan sampai saat ini. Kehadirannya dibutuhkan oleh warga sekitar radio darurat tersebut tapi tanpa payung hukum yang jelas. Tidak diatur dalam UU Penyiaran maupun peraturan lainnya seperti UU Pers ataupun UU Telekomunikasi.

Sampai saat ini belum ada regulasi yang melindungi dan mengatur keberadaan radio darurat dalam masa tanggap darurat termasuk alokasi frekwensi khusus untuk Radio Darurat. Maka inisiasi yang ada sesungguhnya tidak pernah dibenarkan dalam aturan penyiaran kita, walau faktanya dilapangan di butuhkan. Dalam prakteknya kemudian para aktifis penyiaran selalu berpegang pada prinsip, dalam situasi darurat maka dibenarkan ketika kita menggunakan cara cara darurat. Sehingga frekwensi yang dipakai untuk siaran menggunakan frekwensi yang kosong agar tidak mengganggu pihak lain yang sudah memiliki ijin menggunakan frekwensi tersebut.

Harusnya keberadaan radio darurat ini, dimasukan dalam rencana kontijensi masing masing daerah. Sekarang walaupun masih sedikit sudah ada daerah yang memasukan radio sebagai bagian dari sistem informasi dan komunikasi kebencanaan.

Kenapa harus ada dalam rencana kontijensi karena keberadaan pemerintah sangat dibutuhkan, untuk mempermudah koordinasi lintas pihak dalam upaya tanggap bencana.

Selain itu, harus ada kehendak kuat Pemerintah untuk melindungi dan mengatur keberadaan Radio Darurat dalam proses revisi Undang undang penyiaran atau Peraturan Bersama Menteri Komunikasi, Menteri Dalam Negeri serta BNPB. Bentuk pengaturan dan perlindunganya setidaknya mengenai Alokasi frekwensi khusus Radio Darurat, Mekanisme perijinan, Mekanisme pendirian dan strategi fasilitasinya.

Di masa depan keberadaan Radio Darurat mestinya menjadi bagian dari Sistem informasi dan komunikasi yang tertuang dalam Rencana Kontijensi baik di tingkat Nasional oleh BNPB, tingkat Daerah oleh BPBD dan tingkat desa oleh Tim Siaga Desa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun