Imani meringis kesakitan, tapi dia nggak berani protes. "Aduh! Iya, iya! Sakit, Gi! Gue janji besok nggak bakal telat lagi!"
Anggi mencubit sekali lagi, lalu akhirnya melepasnya. "Gue pegang janji lo, Iman. Tapi kalau besok lo telat lagi, siap-siap aja dapet cubitan plus bonus jitakan."
Imani mengangguk cepat, setengah berharap besok nggak akan ada gubuk nyaman di tengah sawah yang bisa menggoda dia lagi. Dengan wajah penuh rasa bersalah, dia membantu Anggi naik ke atas "Blue Dragon" dan mengayuh dengan hati-hati menuju rumah Anggi.
Di sepanjang jalan, Imani cuma bisa berharap satu hal: semoga besok dia beneran bisa ngalahin rasa kantuknya dan jadi pahlawan yang tepat waktu buat Anggi. Tapi dalam hatinya, dia juga tau, melawan rasa kantuk itu lebih susah daripada ngalahin musuh di arena.
Bersambung ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H