Bab 1: Si Pemalas dan Si Rajin
Di sebuah desa yang tenang, ada seorang pemuda tampan bernama Imani. Meskipun tampangnya kayak aktor sinetron, tapi jangan salah, Imani ini terkenal malasnya minta ampun. Hobinya cuma satu: tidur. Kalau ada lomba tidur tingkat dunia, Imani pasti udah jadi juara dunia berkali-kali. Tapi di balik kemalasannya, Imani ini jago beladiri. Bukan cuma jago berantem, tapi juga jago gombal dan bikin puisi yang bisa bikin cewek-cewek meleleh. Sayangnya, Imani juga terkenal playboy dan bad boy. Lulusan sekolahnya? Jangan tanya. Cuma sampai SD, tapi itu nggak bikin dia minder. Yang penting, hidup tenang dan nggak usah pusing mikirin kerjaan.
Di sisi lain desa, ada seorang mahasiswi keperawatan bernama Anggi. Berbeda jauh sama Imani, Anggi ini tipe cewek rajin, baik hati, dan cantik. Dia selalu pakai hijab yang bikin aura anggunnya makin terpancar. Anggi ini jago masak dan selalu dapet nilai sempurna di kampus. Tapi di balik kelembutannya, Anggi ini perfeksionis abis. Dia nggak suka kalau ada sesuatu yang nggak sesuai dengan rencana. Dan yang paling penting, Anggi ini punya kebiasaan yang bikin Imani sering tepok jidat: nyuruh-nyuruh Imani nganterin dia kuliah.
Setiap hari, Anggi selalu nyuruh Imani buat nganterin dia ke kampus. Imani yang malas sebenernya males banget disuruh-suruh. Tapi karena Anggi ini bagaikan ratu yang nggak bisa dibantah, akhirnya Imani selalu nurut, meskipun dengan setengah hati. Bayangin aja, tiap hari dia harus ngayuh sepeda butut warna biru kesayangannya yang dia kasih nama *Blue Dragon*. Meskipun sepedanya udah reot dan suaranya berisik, buat Imani, *Blue Dragon* ini udah jadi teman setia.
Imani dan Anggi ini ibarat Tom and Jerry versi desa. Mereka nggak pernah akur, selalu ada aja yang bikin ribut. Apalagi kalau udah soal nganter-jemput kuliah, pasti ada aja drama yang terjadi. Tapi di balik semua itu, ada sesuatu yang spesial antara mereka. Meskipun sering berantem dan adu argumen, Imani dan Anggi nggak bisa dipisahkan. Mereka punya cara sendiri buat saling peduli, meskipun dengan cara yang kadang bikin orang lain geleng-geleng kepala.
Pagi itu, Imani baru aja terlelap lagi setelah bangun sebentar untuk minum air. Suara ayam berkokok di luar jendela nggak ada efeknya buat dia. Matanya berat, rasanya kayak ada magnet yang nempel di kelopaknya. Di atas kasur yang empuk---meski sebenarnya cuma tumpukan kasur lipat tua---Imani kembali menarik selimutnya dengan perasaan bahagia. Bagi Imani, tidur itu ibarat seni. Harus dinikmati sepenuhnya.
Tapi saat mimpi indahnya baru dimulai, tiba-tiba ada suara keras dari luar.
"Imaaaniii! Bangun! Udah siang nih! Cepetan anter gue!"
Suara cempreng yang familiar itu langsung membangunkan Imani dari mimpi indahnya. Bukan suara alarm, bukan juga suara motor tetangga yang berisik. Itu suara Anggi, cewek yang jadi sumber pusingnya tiap pagi.
Imani bangun sambil mengusap wajahnya. "Ah, nih cewek. Kok tiap hari aja sih nggak bisa tenangin hidup gue?" gerutunya sambil berusaha membuka matanya yang masih setengah tertutup.