3. Belanjalah untuk berbagi, bukan untuk kepentingan diri.
4. Belanjalah dengan jujur, bukan dengan sifat takabur.
5. Belanjalah pada tempat dan saat yang tepat, jangan tergiur pada rayuan promosi hebat.
1. Belanjalah apa yang dibutuhkan, bukan apa yang diinginkan. Bicara tentang keinginan, itu tidak akan habis-habisnya. Apa saja bisa diinginkan. Ingin punya barang itu seperti yang dipunyai orang lain, agar diri ini bisa mendapat pengakuan dari orang lain. Ingin punya beberapa barang itu, gak cukup kalau cuma satu, agar diri ini bisa lebih dari orang lain. Ingin punya jenis barang yang lain agar berbeda dari orang lain. Ingin punya jenis barang itu, untuk menambah koleksi. Apa yang terbayang di otak, atau apa yang dilihat mata atau  apa yang didengar telinga, ketiganya sering berkolaborasi untuk pada akhirnnya mendorong emosi dan merangsang keinginan untuk membeli dan memiliki.
Tapi apakah yang diinginkan itu adalah kebutuhan saat ini atau paling tidak dalam jangka waktu dekat ini? Itu belum tentu, bukan? Karena itu, bijak-bijaklah untuk berbelanja.
2. Belanjalah sesuai kemampuan, bukan sesuai kemauan. Kemauan bisa saja setinggi langit, tapi bagaimana dengan kemampuan? Jangan sampai terjadi nafsu besar, tapi tenaga kurang. Itu loyo dan bahkan impoten namanya.
Bijaklah berbelanja sesuai kemampuan. Seberapa besar penghasilan kita? Seberapa besar dari penghasilan kita yang akan kita belanjakan untuk kebutuhan kita? Jangan sampai terjadi lebih besar pasak daripada tiang, bukan?
3. Belanjalah untuk berbagi, bukan untuk kepentingan diri. Apa yang saya maksudkan dengan hal ini? Begini, saya bukan katakan bahwa belanjalah dan bagikan apa yang kita belanjakan kepada orang lain. Bukan hal seperti itu yang saya maksudkan. Tapi kalau ada yang mau berbuat seperti, ya monggo, silakan saja.
Yang saya maksudkan dengan belanjalah untuk berbagi, bukan untuk kepentingan diri adalah sebuah ajakan agar ketika kita berbelanja sedapat mungkin sambil memikirkan kepentingan orang lain juga.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran supermarket yang dimiliki pengusaha besar dan berduit itu telah membuat toko-toko kecil di pasar rakyat atau warung-warung rumahan kalah dalam bersaing. Para pembeli tentu lebih senang dan nyaman berbelanja di supermarket yang berpendingin udara, dilayani pramuniaga yang cantik dan menarik, dan mendapatkan harga yang lebih kompetitif daripada berbelanja di pasar rakyat dan warung-warung rumahan yang pemiliknya adalah relatif dari golongan 'orang kecil'.
Kalau kita punya sumber penghasilan yang agak lebih -- tergantung masing-masing kita tentang lebihnya itu -- dan kalau apa yang akan kita belanjakan ada melulu untuk kebutuhan diri sendiri apa gak sebaiknya kita juga berbelanja di toko dan warung milik orang kecil?