Mohon tunggu...
Imam Suyudi
Imam Suyudi Mohon Tunggu... Wiraswasta - the soldier of fortune

hobi menulis musik olahraga dan penghobi kerja lapangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tangisan Ibu Bumi

22 November 2024   02:11 Diperbarui: 22 November 2024   04:13 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Industri perkebunan tidak hanya mendorong penggunaan teknologi dalam berbudidaya tanaman perkebunan tapi juga menarik minat banyak orang yang tidak hanya berlatar belakang petani atau peladang.

Istilah peladang tak lagi dikenal berganti pekebun dengan embel-embel mandiri atau swadaya. Kelapa sawit, karet, kopi, coklat menjadi primadona. Saking tenarnya kelapa sawit menjadi komoditas unggulan, studi HCV-HCS di beberapa desa ring 1 dan 2 perusahaan perkebunan kelapa sawit terindikasi bahwa desa-desa tersebut masuk kategori rawan pangan karena semua bahan pangan harus dibeli dengan kondisi jalan dan jembatan yang rusak tanpa pasar!

Dalam industri kelapa sawit, kualitas dan kuantitas hasil panen dipacu dengan pemberian pupuk kimia dan pembasmian hama penyakit ala pestisida. Emang sih, dalam beberapa hal, perkebunan skala perusahaan masih lebih baik dalam penggunaan pupuk dan pestisida meskipun di hal lainnya buruk karena merusak DAS, semborno membuang limbah, dan polusi udara. 

Perusahaan mengontrol penggunaan pupuk dan pestisida karena pertimbangan cost. Situasi miris justru di pekebun mandiri atau swadaya yang secara kultur tak semuanya berlatar belakang petani ataupun peladang.

Pemahaman pemupukan dan pestisida sering hanya berdasarkan informasi mulut ke mulut. Pupuk  JK, pupuk jare konco yang artinya pemberian jenis pupuk berdasarkan informasi dari teman sesama pekebun. 

Sering menyemprot gulma dengan pestisida yang dosis melebihi takaran. Akibatnya, tanaman kelapa sawit tumbuh dengan produktivitas tak sesuai harapan. Semakin ditambah ketika dosis tak jua berdampak positif. Penggunaan pestisida berlebihan malah menumbuhkan jamur pembunuh tanaman. Dibiarkan tanpa perlakuan, produktivitas selalu rendah dan trek TBS hasil panen kerap terjadi.

Dampak lanjutannya terlihat dari tanah yang tak lagi menunjukkan gejala tanah yang sehat. Tak ada nutrisi yang muncul saat dilakukan tes mineral tanah. Gegulmaan tumbuh subur menggerus tanah. Kondisi itu menghantui hampir seluruh pekebun yang saat ini tengah menanti waktu yang tepat (juga biaya) untuk replanting (peremajaan) karena tanaman rata-rata telah berusia di atas 25 tahun.

 Ada kekhawatiran kondisi tak berubah meski tanaman telah diremajakan atau jangan-jangan penggunaan pupuk dan pestisida akan lebih banyak lagi takarannya? Inikah cara alam (baca Sang Dewi ibu bumi) menghukum? Wallahu’alam…

Organik untuk Senyum Ibu Bumi 

Tanah adalah sumber daya tidak tak berbatas. Pertumbuhan umat manusia tak berbanding lurus dengan ketersediaan lahan untuk pangan beserta kebutuhan ikutannya. Produksi tetap harus digenjot agar tersedia pakan dan pemenuhan kebutuhan milyaran manusia. Karenanya, intensifikasi plus adalah opsi terbaik yang bisa dilakukan.

People Planet Profit. Sustainabilitas adalah cara-cara yang ramah lingkungan dalam berbudi daya komoditas yang dalam konteks kearifan tradisional berlaku untuk semua komoditas hasil dari mengelola bumi. Tanah sebagai ibu bumi sudah sepatutnya dikembalikan harkat dan martabatnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun