Ilmuwan sosial mengomparasi keduanya sebagai farmer dan peasant dengan beragam paradigma kajian pembangunan pedesaan. Saya tidak sedang membahas teori tapi hanya menjelaskan bahwa petani dan peladang memang seharusnya dibedakan karena berimplikasi pada metodologi pemberdayaannya[3].
Lahan. Area usaha petani adalah pertanian dengan sistem pengairan yang ditata teratur sehingga air mengaliri petak-petak sawah dan tunas padi pun mudah ditanam. Sebaliknya, peladang menggunakan alat tugal untuk melubangi lahan yang kemudian diisi dengan benih padi. Pertumbuhan padi menjadi bulir beras mengandalkan kebaikan alam termasuk yang ditanam di rawa dan saat musim hujan (tadah hujan).
Peralatan. Petani menjadikan cangkul sebagai bagian dari pola budaya; bukan sekedar alat bertani tapi juga menjadi bagian penting dari berbagai ritual, kegiatan sosial, dan budaya. Cangkul pun sering digunakan dalam kegiatan memperkuat ikatan sosial dan solidaritas dalam komunitas[4].
Cangkul digunakan untuk menggemburkan, meratakan, menggali, membersihkan rumput termasuk membuat lubang tanam. Bandingkan dengan peladang yang menggunakan kapak untuk menebang pohon dan golok membersihkan lahan. Bahkan dulu, karet ditanam dengan stek batang. Â
Tahun 1998, nun di pelosok Bengkulu, masyarakat Pekal yang tinggal di wilayah perbukitan barisan berjarak 22 km dari jalan aspal Lintas Barat Sumatera, saya menjadi tontotan saat menggunakan cangkul untuk membersihkan rumput di sekitar rumah kost. Warga setempat aneh dan takjub cara saya menggunakannya karena cangkul tak lazim digunakan saat itu.
Intensifikasi vs ektensifikasi. Pengelolaan lahan secara intensif cenderung dilakukan oleh petani karena keterbatasan lahan. Penggunaan mesin, pupuk dan pestisida, serta teknologi pasca panen dilakukan pada lahan tanaman padi dan pangan (buah, bunga, sayuran, obat-obatan, dan taman).Â
 Dengan sistem ladang berpindah, peladang lebih mengedepankan keluasan kepemilikan lahan dengan membuka hutan lalu menanam padi cara tugal dan menaman tanaman karet, kopi atau pinang sebagai tanda kepemilikan. Kesuburan karena pembukaan lahan baru  menjadi andalan.
Peladang dan Industrialisasi Kelapa Sawit
Dalam konteks industrialisasi berbasis lahan, peladang selalu menjadi target karena  luasan area untuk ditanami kopi, coklat, karet, dan sang primadona kelapa sawit. Bahkan yang memiriskan, area kerja petani (sawah) turut dikonversi menjadi areal tanam perkebunan.Â
Modifikasi padi, sayuran, dan buah-buahan abai dengan kearifan tradisional karena digenjot produktivitasnya dengan mesin, pupuk kimia, pestisida, dan booster. Salah satu provinsi di Sumatera sampe harus mengeluarkan aturan larangan konversi lahan pertanian dengan sanksi pidana untuk menjaga ketahanan pangannya.Â
Tahun 2023 di provinsi lain, saya baru mengetahui jika buah naga perlu dibooster plus penyinaran 24 jam penuh agar hasilnya bisa masuk pasar karena aslinya besaran buah naga hanya sekepalan tangan!