Imbas lainnya, program guru penggerak bisa menimbulkan rasa iri dari guru lainnya yang bukan guru penggerak. Pasalnya, berbagai program dan fasilitas telah disiapkan untuk guru penggerak, termasuk jenjang karier guru yang gemilang di masa depan.Â
Tentu sangat manusiawi jika guru-guru lainnya merasa tersisih, bahkan terisolasi dari kumpulan guru-guru penggerak. Dan efek puncaknya pada sikap apatis dan apriori terhadap program guru penggerak.Â
Barangkali pihak kementerian pendidikan sedari awal telah menyadari tentang ini, hanya saja perlu dicari jalan tengahnya, agar program peningkatan kompetensi guru benar-benar bisa merata dan berkeadilan.
Semua Jadi Penggerak
Sebenarnya ada hal yang sangat positif dari program guru penggerak adalah semangat kolaborasi atau nilai-nilai kerja sama. Diharapkan, para guru penggerak bisa saling bergandeng tangan untuk menguatkan guru-guru lainnya, dengan model coaching dan mentoring.
Pada implementasi di lapangan, para guru bisa saling belajar dan berbagi tentang berbagai ilmu dan pengalaman mengajar, tanpa harus merasa malu dan kesan menggurui. Ruang-ruang diskusi pun tercipta di kalangan guru, sehingga saling memberi motivasi satu dengan yang lainnya.
Oleh karena itu, menurut hemat penulis, terlepas dari pro dan kontra keberadaan program guru penggerak, semua stakeholder pendidikan, terutama pemerintah harus mendorong semua guru untuk bergerak bersama meningkatkan kompetensi sebagai seorang pendidik yang profesional tanpa membeda-bedakan.Â
Setiap guru hendaknya merasa diperhatikan dan diakui eksistensinya sebagai ujung tombak pendidikan yang langsung berhadapan dengan murid. Bukan semata-mata soal status atau kesejahteraannya, tetapi lebih pada hal-hal yang bersifat fundamental, seperti pencapaian jenjang karier yang jelas, yang di dalamnya terdapat pola pelatihan guru secara terstruktur dan sistematis. Semua guru baik negeri maupun swasta memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan program pelatihan serta meraih jenjang karier tersebut.
Selama ini, guru-guru yang sering mendapatkan kesempatan pelatihan sebagai perwakilan sekolah, terkesan hanya itu-itu saja alias belum merata. Biasanya yang dikirim dengan kriteria tertentu, seperti guru yang mudah bergaul, komunikasinya baik, aktif organisasi guru, sering mendampingi siswa lomba, menguasai teknologi informasi, atau bisa jadi karena faktor kedekatan dengan kepala sekolah.Â
Hal inilah sebenarnya yang melatarbelakangi lahirnya program guru penggerak, yaitu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua guru, mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini, sekolah dasar, hingga sekolah menengah untuk bisa mendaftar sebagai calon guru penggerak.
Hanya saja, karena masih menerapkan sistem seleksi secara ketat dan kompetitif, maka pada akhirnya yang diterima menjadi guru penggerak adalah mereka yang sebenarnya selama ini telah mengikuti berbagai pendidikan dan pelatihan dari program sebelumnya. Sementara yang belum pernah merasakan sama sekali, justru tidak terpilih atau bahkan malah minder terlebih dahulu mendaftar.