Tercatat, sepanjang tahun 2017, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) telah menerima pengaduan 2.737 kasus kekerasan pada anak dengan jumlah korban mencapai 2.848 anak, terutama di usia kelompok prasekolah dan sekolah dasar. Dan yang mencengangkan, pelakunya hampir 80% adalah orang-orang terdekat anak, termasuk orangtua kandung.
Berbicara kekerasan pada anak, tentu saja bukan persoalan fisik semata. Pepatah mengatakan, luka fisik gampang untuk disembuhkan, tetapi luka rasa dan hati, tak ada obatnya hingga mati. Kita sebagai orangtua kadang terbiasa berbicara sedikit membentak, menekan, menyudutkan, dan membanding-bandingkan anak.Â
Anak dirumah diperlakukan layaknya sebagai pesuruh yang harus taat dan tunduk terhadap perintah orangtua. Jika anak malas atau membandel, tak segan-segan orangtua akan memarahi, bahkan memukul anggota tubuhnya. Paling minim yang dijumpai adalah mencubit atau menjewer telinga anak.
Barangkali, perilaku keras terhadap anak sudah menjadi hal biasa dan tak berdampak apa-apa pada anak. Orangtua mungkin membandingkan pada masa kecilnya yang juga diperlakukan kasar oleh kedua orangtuanya dahulu, sehingga mereka menerapkan hal yang sama terhadap anak-anaknya sekarang.Â
Seolah-olah, kekerasan pada anak menjadi tradisi turun-temurun dari generasi ke generasi yang harus dilanggengkan. Inilah kebiasaan buruk yang harus dipotong. Kejahatan sekecil apa pun terhadap anak, adalah melanggar hak asasi manusia, dan merendahkan harkat dan martabat kemanusiaannya.Â
Pertumbuhan dan perkembangan anak akan terganggu, terutama pada psikis dan kejiwaannya. Anak yang sering dimarahi oleh orangtua akan cenderung kurang percaya diri, peragu, pemurung, namun kelak bisa melakukan pemberontakan dan perlawanan. Â Â
Tentu saja kita sepakat, sejak kecil anak harus dipahamkan tentang baik-buruk, salah-benar, dan norma-norma lainnya. Bukan juga, tak ada teguran atau hukuman terhadap anak, ketika mereka besalah. Hanya saja, pendekatan dan cara bertuturnya yang perlu kita perbaiki. Sejak dini, anak harus dijelaskan tentang alasan, akibat, dan konsekuensi dari sebuah perbuatan melanggar.Â
Anak harus paham, mengapa kita sebagai orangtua terkadang tidak suka atas perilaku anak. Ajak anak untuk berpikir, berpendapat, berdiskusi, bertanya, menggali informasi, dan menemukan sendiri tentang berbagai pengetahuan dan pengalaman, termasuk pendidikan akhlak dan budi pekerti. Semoga bermanfaat.
Oleh: Imam Subkhan, Penyelenggara Parent Conference 2018 di Solo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H