Para orangtua telah maksimal dalam mengajarkan agama, budi pekerti, kedisiplinan, dan karakter-karakter positif terhadap anak. Bagi orangtua semacam ini, bahwa pendidikan agama dan moral harus sudah beres di rumah. Sementara di sekolah hanyalah tambahan saja, untuk lebih memperdalam dan memperluas pengetahuan dan wawasan keilmuan.Â
Apalagi orangtua yang notabene sebagai tokoh panutan masyarakat, ulama, atau penceramah, tentu lebih tahu bagaimana cara mendidik yang tepat untuk anak-anaknya.
Nah, barangkali pemerintah dan pihak sekolah kurang memerhatikan figur-figur mereka, yang sejatinya telah menempatkan diri sebagai pendidik di masyarakat. Dan saya yakin, setiap orangtua memiliki prinsip-prinsip, model, dan pola asuh dalam mendidik anak di rumah. Dikarenakan mereka tahu persis bagaimana sifat, karakteristik, dan potensi anaknya, sehingga orangtua akan menerapkan pendidikan dan pengasuhan anak yang tepat dan efektif.
Oleh karena itu, inilah pentingnya kita memberikan panggung dan fasilitas kepada para orangtua untuk berbicara dan berkarya dalam pendidikan. Gerakan orangtua mendidik harus menjadi isu dan aksi secara masif di Indonesia. Konferensi orangtua ini bisa menjadi momentum dan tonggak untuk menegaskan bahwa orangtua memiliki peran dan andil yang besar untuk peningkatan mutu pendidikan dan mutu lulusan.Â
Bukan saatnya lagi, orangtua hanya berdiri di luar tembok sekolah, hanya menyaksikan anaknya belajar bersama guru dan teman-temannya. Orangtua harus masuk ke sistem, kurikulum, dan pembelajaran yang diterapkan oleh sekolah.Â
Orangtua harus bisa mewarnai pola pendidikan yang efektif untuk anak-anaknya. Inilah yang disebut sebagai penguatan tiga pilar pendidikan, yaitu orangtua, anak, dan guru. Sinergi dan harmonisasi tiga kekuatan pendidikan ini menjadi jaminan untuk keberhasilan pendidikan ke depan. Meskipun tidak menihilkan peran-peran komponen yang lain, seperti pemerintah dan masyarakat.
 Â
Kekerasan Anak di Rumah
Salah satu isu yang diangkat pada konferensi kali ini adalah tentang kekerasan pada anak. Hingga detik ini, praktik-praktik kekerasan pada anak masih masif terjadi, bahkan di lingkungan pendidikan, termasuk di sekolah dan di rumah.Â
Tindak kejahatan pada anak seperti tercantum juga pada butir kelima deklarasi orangtua, meliputi kekerasan fisik dan psikis, perundungan, penelantaran, narkotika, kekerasan seksual, pornografi, makanan tak sehat, tindakan diskriminasi, dan eksploitasi pada anak.Â
Data kekerasan terhadap anak di Indonesia, dari waktu ke waktu ternyata mengalami peningkatan, baik secara jumlah korban maupun jenis dan modus kekerasannya.Â