Sekarang lagi heboh berita tentang pengajuan perubahan atau revisi naskah visi-misi oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga. Namun sepertinya ditolak oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), karena telah melewati tenggat waktu yang diberikan.Â
Akhirnya BPN Prabowo-Sandiaga berdalih, bahwa revisi itu ditujukan untuk rakyat, bukan KPU. Dengan kata lain, revisi visi-misi tersebut untuk dibaca dan dipahami oleh rakyat. Jadi, rumusan visi-misi pasangan Prabowo-Sandiaga yang terdahulu dianggap tak berlaku lagi, dan diganti yang edisi revisi.
Dari peristiwa ini, sesungguhnya kita bisa membaca seberapa kuat dan cermat tingkat intelektual para konseptor dan perumus dalam membuat visi dan misi pasangan Prabowo-Sandiaga.Â
Mungkin mereka menganggap, bahwa tulisan visi dan misi tak begitu penting dan berarti untuk dibaca masyarakat. "Terpenting adalah program kerjanya," barangkali itu pikiran mereka. Memang, bagi orang awam atau rakyat biasa, rumusan visi dan misi tak begitu dipedulikan, bahkan tidak mungkin dibaca, apalagi ditelaah. Rakyat hanya butuh tegur sapa dan aksi nyata dari para kandidat yang bisa membuat mereka hidup bahagia dan sejahtera.Â
Namun bagi rakyat terdidik, terlebih kaum intelektual, rumusan visi dan misi cukup menarik untuk dibaca, ditelaah, bahkan dikritik habis-habisan. Apalagi pada saat debat calon presiden, pastilah para panelis akan berpijak dari rumusan visi dan misi dalam melontarkan berbagai pertanyaan kepada para calon.
Kalimat Bertele-Tele
Jika saya cermati, memang rumusan visi-misi Prabowo-Sandi tidak cukup mudah untuk dipahami dan dimengerti oleh publik. Pertama, kalimatnya panjang-panjang. Pada kalimat visi sendiri, setidaknya terdapat 50 kata, belum lagi kata penghubungnya. Tampak sekali, jika tim perumus ingin menonjolkan semua aspek atau bidang yang ingin diraih Indonesia ke depannya.Â
Padahal, ada pemilihan kata, frasa, atau kalimat yang bisa merangkum dan menggambarkan dari semua bidang yang ingin dicapai oleh pemerintahan Prabowo-Sandi ke depannya.Â
Berikut kalimat visi Prabowo-Sandiaga yang diunggah di situs resmi KPU: Terwujudnya Bangsa dan Negara Republik Indonesia yang adil, makmur bermartabat, relijius, berdaulat di bidang politik, berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian nasional yang kuat di bidang budaya serta menjamin kehidupan yang rukun antar warga negara tanpa memandang suku, agama, latar belakang sosial dan rasnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Betapa panjangnya kalimat visi ini, jangankan untuk menghafalkannya, sekadar memahami saja cukup sulit. Tetapi tampaknya, untuk edisi revisi, rumusan visi ini telah diringkas dan kalimatnya lebih pendek.
Kedua, adalah soal estetika atau keindahan dalam tata bahasa. Dalam rumusan visi, struktur kata yang dibangun tampak kaku, lugu, dan bertele-tele, tanpa ada sentuhan kata yang artistik, indah, kekinian, serta memilki makna yang dalam. Kata-kata yang indah itu, apabila dibacakan dan diucapkan terdengar enak, mengalir, dan sistematis. Orang akan dengan mudah menangkap titik poinnya. Â
Sedangkan kelemahan ketiga, rumusan tulisan visi dan misi Prabowo-Sandi selalu menggunakan kalimat majemuk bertingkat. Sehingga banyak sekali menggunakan kata-kata penghubung (konjungsi) yang cenderung membingungkan bagi pembaca. Setiap kalimat selalu memiliki lebih dari satu makna atau fokus permasalahan yang ingin ditonjolkan.Â
Seharusnya, akan lebih mudah dipahami, jika setiap kalimat mengandung satu arti. Atau lebih gampangnya satu klausa, yakni terdiri dari subjek, predikat, objek, dan tambahan keterangan atau pelengkap.
Lalu bagaimana, seharusnya membuat rumusan visi dan misi yang baik itu? Beberapa kali, saya diminta untuk membuat visi dan misi sebuah lembaga, instansi, dan perusahaan.Â
Bahkan pernah juga untuk seseorang yang hendak maju dalam pemilihan kepala desa, calon legislatif, dan calon kepala daerah. Membuat visi dan misi memang susah-susah gampang. Terkadang bagi sebagian orang, visi-misi sekadar tempelan dan pajangan di dinding. "Halah, visi cuman buat formalitas saja, yang penting kan ada." Begitu kata beberapa orang yang saya temui.
Padahal seharusnya, yang butuh visi itu bukan hanya instansi atau perusahaan saja. Setiap kita yang hidup ini, seharusnya juga punya visi ke depannya. Hidup itu perlu perencanaan, dan perencanaan itu adalah visi yang kita pegang untuk menjalani hidup. Baiklah, kita perlu memahami lagi apa arti atau makna visi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), visi adalah pandangan atau wawasan ke depan.Â
Visi adalah kemampuan untuk melihat pada inti persoalan. Visi adalah kemampuan untuk merasakan sesuatu yang tidak tampak melalui kehalusan jiwa dan ketajaman penglihatan. Visi adalah apa yang tampak dalam khayalan atau imajinasi kita.Â
Nah itulah arti visi. Luar biasa bukan? Tentu untuk merumuskannya butuh perenungan, pemikiran, imajinasi, pendalaman hati, sekaligus pengamatan yang tajam terhadap fenomena atau inti permasalahan. Ada ahli yang mengatakan juga, bahwa visi adalah cita-cita, impian, tujuan, dan arah yang ingin dicapai oleh seseorang atau organisasi di masa depan.
Oleh karena itu, jika visi sudah terumuskan, biasanya memiliki efek jangka panjang. Artinya tidak mudah berubah dari waktu ke waktu, apalagi dalam waktu yang singkat. Meskipun sekali lagi, bahwa visi terlahir oleh manusia, sehingga tak tertutup kemungkinan juga bisa mengalami perubahan seiring dengan perubahan zaman. Tetapi jika visi sudah ditetapkan dengan pemikiran dan perenungan yang mendalam, tentu tidak mudah untuk berubah dalam waktu yang singkat.
Lalu seperti apa rumusan atau tulisan visi yang baik? Dari berbagai referensi yang saya baca, bahwa rumusan visi adalah tulisan singkat yang di dalamnya terdapat pernyataan jelas dan tidak bertele-tele, berupa cita-cita, gagasan, tujuan, dan arah sebuah organisasi yang ingin dicapai di masa mendatang (jangka panjang). Sekali lagi, yang perlu digarisbawahi bahwa visi adalah tulisan pernyataan singkat, simpel, jelas, dan mudah dipahami oleh publik, utamanya oleh para pelaku organisasi tersebut. Karena dari tulisan visi ini, bisa dijadikan slogan, moto, tagline, identitas, dan merek yang menggambarkan roh, semangat, dan garis perjuangan organisasi.
Sedangkan penjabaran dari visi atau semacam langkah-langkah untuk mencapai visi tersebut adalah melalui perumusan misi. Misi adalah langkah atau tahapan yang mencakup semua aspek untuk bisa mewujudkan visi yang telah dirumuskan. Sehingga kalimat misi lebih panjang dan terdiri dari banyak poin, karena berisi penjabaran dari cara-cara untuk mencapai visi tersebut. Dan misi ini yang kemungkinan bisa berubah dari waktu ke waktu, karena menyesuaikan perkembangan organisasi dan dinamika di masyarakat.
Bisa saya contohkan seperti ini. Semisal dalam urusan membangun keluarga. Visi keluarga saya adalah "Mewujudkan atau terwujudnya keluarga yang harmonis, produktif, penuh cinta, dan bahagia."Â
Oleh karena itu, untuk mencapai visi keluarga yang ideal tersebut, saya dan anggota keluarga harus melakukan langkah-langkah dalam semua aspek kehidupan keluarga. Dan itu akan tertuang di dalam rumusan misi keluarga. Nah itu, sekadar contoh saja.
Semua Komponen Bangsa Harus Terlibat
Jika konteksnya itu organisasi yang besar seperti negara, lalu siapa yang seharusnya merumuskan visi dan misi tersebut? Apakah cukup calon pemimpinnya, dalam hal ini calon presiden dan calon wakil presidennya? Tentu saja tidak.Â
Mereka tak mungkin mampu, karena negara begitu luas cakupannya, sementara keahlian mereka terbatas. Oleh karena itu, di dalam merumuskan visi dan misi negara tersebut harus mengundang seluruh komponen bangsa, paling tidak terdiri dari 5 unsur. Â
Pertama, dari unsur calon pemimpinnya sendiri. Para capres dan cawapres harus cerdas dan bisa mengemukakan tentang konsep negara di masa depan. Seorang pemimpin harus punya cita-cita untuk membangun negaranya. Bukan hanya sekadar ikut gagasan atau menjiplak orang lain. Kedua, dari unsur para pendiri bangsa ini.Â
Tentu saja yang masih hidup atau bisa menghadirkan para penulis sejarah yang bisa menceritakan tentang cita-cita pendiri bangsa. Ketiga, dari unsur pakar atau ahli dari berbagai disiplin ilmu, profesi, dan pengalaman, seperti di bidang hukum, ekonomi, politik, agama, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, pertanian, infrastruktur, teknologi, dan sebagainya. Para pakar ini lebih mengeksplorasi dari sisi konten atau muatan isi untuk dicantumkan pada rumusan misi dan program kerja.
Keempat, dari unsur pengguna, dalam hal ini rakyat. Rakyat dari berbagai perwakilan profesi bisa diajak bicara untuk mengeluarkan unek-unek dan pemikirannya tentang kehidupan berbangsa dan bernegara yang diinginkannya.
Sedangkan unsur kelima, adalah ahli tata bahasa atau ahli sastra. Ahli bahasa ini yang akan menyusun dan merumuskan secara redaksional kata dan kalimat dalam rumusan visi, misi, dan program kerja. Sehingga akan terbaca lebih menarik, simpel, mudah dipahami, dan sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku. Tentang kebahasaan ini, bisa diundang juga dari para jurnalis, yang terbiasa mengemas judul dan isi berita yang menarik untuk dibaca. Semoga bermanfaat.
Imam Subkhan, penulis buku, pengamat sosial tinggal di Karanganyar  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H