Mohon tunggu...
Imam Prihadiyoko
Imam Prihadiyoko Mohon Tunggu... Jurnalis - penulis

hobi travel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Klampok: Sri Isyana Kusumawardhani

19 November 2024   06:01 Diperbarui: 19 November 2024   06:01 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Sri Isyana Kusumawardhani, namanya memang mirip dengan nama Sri Isyana Tunggawijaya, raja perempuan Kerajaan Medang periode Jawa Timur. Ratu yang memerintah Medang  bersama dengan suaminya bernama Sri Lokapala sejak tahun 947. 

Sebagai orang yang tertarik dengan pelajaran sejarah kerajaan Jawa kuno di Indonesia, nama itu segera menyedot perhatian Joy. Begitu ia masuk kelas, di kelas 1 C Sekolah SMA Swasta di Malang, mata Joy langsung tertuju pada pemilik nama itu. Sekitar 30 menit sebelumnya, membaca nama itu di daftar siswa kelas 1 C yang tertempel di kaca pintu masuk kelas berwarna kuning gading dengan bingkai biru tua.

Mirip nama raja yang dinastinya menurunkan raja-raja Jawa. Sri Isyana Tunggawijaya, menjadi nama wangsa Isyana. Sebuah dinasti yang didirikan oleh Mpu Sindok, ayah Sri Isyana Tunggawijaya. Mpu Sindok setelah duduk di singgahsana kerajaan Medang (929-947), bergelar Sri Isyana Wikramadharmottunggadewa. Dinasti ini menganut agama Hindu aliran Siwa. Berdasarkan agama yang dianut, Mpu Sindok diperkirakan merupakan keturunan dinasti Sanjaya, pendiri Kerajaan Medang Periode Jawa Tengah.

Mpu Sindok, merupakan raja yang memerintahkan pasukan, pengikut dan rakyatnya untuk pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Jejaknya bisa dilihat di Kompleks Petirtaan Jalatunda. Kawasan ini diperkirakan dibangun sejak awal kepindahan Medang ke Jawa Timur. Lokasinya di kaki Bukit Bekel, salah satu "gunung pendamping" Gunung Penanggungan. Sejarawan sepakat, memperkirkan lokasi Jalatunda dibangun pada masa pemerintahan Sri Isyana Tunggawijaya memerintah.

Sayangnya, jejak pemerintahan Sri Isyana Tunggawijaya tidak terkodifikasi dengan baik oleh prasasti yang ada. Tidak heran, jika sejarah soal pemerintahan Sri Isyana Tunggawijaya, belum diketahui. Bahkan, kapan pastinya pemerintahan ini berakhir juga belum diketahui. Namun yang jelas, Prasasti Pucangan menyebutkan tentang raja setelah Sri Isyana Tunggawijaya adalah putranya yang bernama Sri Makuthawangsawardhana.

Adalah Pak Sutarno, guru sejarah sewaktu SMP, yang telah bercerita tentang betapa cantiknya Sri Isyana Tunggawijaya ini. Wajah hitam manis, dengan sepasang mata bulat berbinar, senyum merekah yang menyejukkan jiwa, rambut ikal mayang yang terurai panjang di punggunya, saat berjalan terkadang memperlihatkan betisnya yang berbentuk bunting padi dengan warna kuning langsat bersih, yang terlihat dari sibakan belahan kain di bagian depan. Sementara aroma bunga melati, tersebar dan menjangkau siapa saja dalam radius 10 meter.

Kisah itu, sangat lekat di kepala Joy, tak heran jika pelajaran sejarah di ijazah SMP nya mendapat nilai 9. Meski ia jarang mencatat, dan membaca lagi catatan sejarah yang dituliskan di papan tulis oleh Pak Sutarno, namun ia selalu bisa mengingat perjalanan sejarah dan kisah yang diceritakan. Tidak heran juga, setiap kali ada kuis diakhir pelajaran, ia selama mendapatkan nilai sempurna atau hampir sempurna, 98.

Tak seorang pun, temannya yang mengenal Sri Isyana Kusumawardhani sebelumnya. Ada kemungkinan ia merupakan siswi pindahan dari sekolah lain, atau dari Jawa. Ini kalau dilihat dari namanya yang sangat Jawa.

Joy sebetulnya sudah duduk di kelas 2 SMA. Kelasnya, kelas 2 A, posisinya persis berdampingan dengan kelas 1 C. Saat ia akan ke kelas nya tadi pagi, sekilas ia melirik daftar siswa baru di depan kelas  C. Rasa penasaran dengan pemilik nama Sri Isyana Kusumawardhani lah yang membuatnya nekad masuk kelas 1 C. KEbetulan, ada beberapa orang yang sudah dikenalnya di kelas itu, karena mereka berasal dari satu sekolah yang sama dengan sekolah milik yayasan swasta ini. Saat ia bertanya, tak seorang pun yang mengenal Sri Isyana.

Saat seorang siswi SMA, dengan agak ragu melangkah memasuki kelas 1 C, terlihat kaku dan celingukan. Lalu matanya tertuju pada kursi baris ketiga di bagian tengah kelas itu yang masih kosong. Kebetulan, posisi kursi itu tepat di depan Joy, yang menghampiri Raymond, sahabatnya sejak SD, meski ia lebih muda setahun.

"Kursi ini masih kosong?" sapanya pada Tris, yang duduk di sebelah kursi itu.

"Masih," jawab Tris singkat.

"Perkenalkan, saya Sri Isyana Kusumawardhani, biasa dipanggil Hana," ujarnya sambil mengulurkan tangan.

Joy yang ada dibelakangnya pun, sontak memperhatikan dan ikut menjulurkan tangan, menyambut sapaan dan perkenalan akrab itu.

"Joy," katanya singkat.

"Kelasku di sebelah," ujarnyanya lagi, sambil berdiri kemudian beranjak hendak meninggalkan kelas itu.

Duh mati aku, matanya bulat dan bening. Aroma melatinya sangat menyegarkan, ujar Joy dalam hati.

Ia agak kaget ketika Hana berkata, "wah apa ada yang aneh dengan bajuku."

Joy, dengan gelagapan seperti kucing yang ketahuan mencuri ikan. Ia jadi salah tingkah. Joy tak tahu harus menjawab apa. Namun tak ada kata yang keluar dari bibirnya. Dengan bergumam kecil dan hampir tak terdengar orang lain ia mengatakan "matamu indah."

Hana hanya tersenyum, lalu duduk dan meletakkan tas dari kain putih, berbentuk segi empat, dengan tali tas yang cukup panjang, namun dibundel di beberapa bagian itu, di atas meja.

Joy menganggukkan kepala, lalu melanjutkan langkahnya ke pintu keluar.

Wah, dihari pertama masuk sekolah, Joy merasa sudah mendapatkan pilihan hati. Tak pernah sebelumnya dadanya bergejolak seperti ini. Ia pun gelisah, dan tak tahu ada apa yang sesungguhnya terjadi dengan dirinya. Harus diakuinya, si pemilik nama Sri Isyana Kusumawardhani memang cantik dan membuatnya kalang-kabut.

Saat berjalan ke kelasnya yang ada disebelah, ia sempat mencuri-curi pandangan ke arah Sri Isyana Kusumawardhani beberapa kali. Ia memandang rambutnya yang panjang, bergelombang, dan masih terbayang jelas senyum yang merekah memperlihatkan barisan gigi yang tertata apik. Tapi yang jelas, binar matanya memang menarik dan menyenangkan.

Hari pertama sekolah, memang biasanya diisi dengan perkenalan. Namun, tidak bagi siswa kelas II, mereka sudah langsung dengan pelajaran. Beruntung, kelas Joy langsung mulai dengan pelajaran Sejarah. Mata pelajaran yang ia sukai, dan pengajarnya masih sama dengan guru sejarah ketika SMP, Pak Sutarno, salah satu guru favoritnya.

"Siapa yang ingat dengan sejarah Kerajaan Medang, dan ingat dengan salah satu rajanya," tanya Pak Tarno, panggilan pak Sutarno.

Suara kelas yang tadinya agak berisik, tiba-tiba senyap. Tak ada yang bersuara, bahkan kalau jarum jatuh bisa terdengar ke seluruh ruangan.

"Ayo, coba angkat tangan, siapa yang tahu," ujar Pak Tarno mengulang dengan lebih tegas pertanyaan pertamanya. Suara baritonnya memecahkan keheningan.

Joy pun mengacungkan tangan tanpa rau. Dan dengan segera, seluruh pandangan mata tertuju pada Joy.

"Silahkan, Joy kan namamu," ujar Pak Tarno yang memang menyukai muridnya itu, karena memang cukup pandai dalam pelajaran Sejarah.

Joy pun berkata, Medang, merupakan salah satu kerajaan yang dinasti pendirinya akan menurunkan raja-raja penguasa Jawa. Wangsa Isyana, menjadi dinasti yang mendirikan kerajaan Medang di Jawa Timur ini, dirintis oleh Mpu Sindok. Kerajaan Medang, sebelumnya berada di daerah Jawa Tengah sekarang, namun karena bencana alam. Hancur akibat  Gunung Merapi meletus.  Seluruh penduduk di kerajaan itu terpaksa mengungsi, menjauh dari Gunung Merapi yang areanya sudah lama ditinggali dan bertanah subur. Mereka berpindah ke daerah yang lebih aman, di Jawa Timur.

Mpu Sindo, merupakan cucu Mpu Daksa. Penguasa Medang di Jawa Tengah yang memerintah sekitar tahun 910–an. Mpu Daksa, sebetulnya sudah memperkenalkan pemakaian Sanjayawarsa (kalender Sanjaya) untuk menunjukkan bahwa dirinya merupakan keturunan asli Sanjaya. Itu sebabnya, Mpu Daksa dan Mpu Sindok dapat disebut sebagai anggota Wangsa Sanjaya.

Mpu Sindok lah yang memindahkan ibu kota Medang dari Mataram menuju Tamwlang. Namun, posisi ibu kota kerajaan ini, kembali dipindahkan beberapa tahun kemudian. Watugaluh, nama ibu kota baru tersebut. Namun, kedua istana yang dibangun ibu kota kerajaan itu lokasinya tidak terlalu jauh, saat ini posisinya berada di sekitar Jombang, Jawa Timur.

Nah, lanjut Joy, salah satu penguasa atau raja Medang di Jawa Timur adalah Sri Isyana Kusumawardhani eh maaf maksudnya Tunggawijaya. Putri Mpu Sindok, yang sinar matanya berbinar, parasnya cantik dengan pipi yang selalu kemerahan, dengan rambut panjang terurai, kulitnya kuning langsat, dan wangi tubuhnya menyebarkan aroma bunga melati. Kalimat ini persis dikutip dari ucapan Pak Tarno ketika menggambarkan kecantikan Sri Isyana Tunggawijaya.

"Dan tadi pagi, saya bertemu dengan Sri Isyana, upss," Joy keceplosan yang lanjut mendapat sorakan dari teman sekelasnya, yang memang mengenal Joy sebagai anak yang suka ngebanyol.

"Sudah cukup," teriak Pak Tarno sambil mengangkat tangan.

Ruangan kelas itu pun kembali tenang.

Pak Tarno mengungkapkan pujiannya pada Joy. "Bagus sekali, ternyata Joy masih mengingat dengan baik kisah kerajaan Medang yang saya ceritakan saat masih duduk di bangku kelas III SMP," ujarnya.

"Semua benar, kecuali bagian akhir," ujar Pak Sutarno tersenyum.

"Bagian yang menyebutkan kalau Joy bertemu dengan Sri Isyana tadi pagi," ujarnya.

Joy tiba-tiba angkat tangan, dan langsung berkata. "Saya tidak bohong pak, tadi pagi bertemu dengan seorang siswi di kelas I yang bernama Sri Isyana Kusumawardhani, dan kecantikannya mungkin tidak kalah dengan Sri Isyana Tunggawijaya," ujarnya, yang lagi-lagi memancing teriakan dan sorakan dari teman-teman sekelasnya.

"Sudah cukup," ujar Pak Tarno dengan tersenyum.

"Baikah, nanti saya juga akan melihat Sri Isyana Kusumawardhani, di kelas sebelah," ujarnya menyudahi komentar tentang Sri Isyana Kusumawardhani yang saling bersahutan.

Tiba-tiba, Sunarto yang duduk di sebelah Joy menyenggol lengannya dengan siku. "Dia sudah punya pacar belum ya, cantik ya, anak sekolah mana sebelumnya," tanyanya beruntun pada Joy.

"Joy pun hanya menjawab dengan melototkan matanya. Udah nanti aja lihat sendiri ketika istirahat," ujar Joy yang konsentrasinya terganggu saat memperhatikan Pak Tarno yang mulai bercerita tentang sejarah kerajaan di Jawa yang dimulai dari Kerajaan Madang di Jawa Timur.

Sayang, kerajaan besar Medang itu akhirnya harus terbagi dua. Pada akhir November 1042, atas saran penasehat kerajaan Mpu Bharada, Airlangga yang menjadi raja saat itu, terpaksa membagi wilayah kerajaannya menjadi dua. Pasalnya, dua putra penerus tahta kerajaan sama-sama ingin berkuasa. Dengan berat hati, Airlangga pun membagi kerajaanya menjadi dua.

Bagian barat yaitu wilayah Panjalu/Kadiri beribukota di kota baru Daha diberikan kepada putranya yang bernama Sri Samarawijaya. Sementara wilayah bagian timur, yaitu wilayah Janggala dengan lokasi ibukota di kota lama Kahuripan, diberikan kepada putranya yang bernama Mapanji Garasakan. Sejarah telah memperlihatkan, kedua kerajaan ini memang tidak pernah akrab, meskipun keduanya berasal dari dinasti yang sama, Isyana.

Ups, meski sangat tertarik dengan tema sejarah ini, namun pikiran Joy tak lepas dari Sri Isyana Kusumawardhani. Inilah yang membuatnya berharap bel tanda istirahat segera dibunyikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun