"Bismillah...saran... Ayo MUI bergerak. Mereka butuh tempat tinggal. Berapa lama mereka akan bertahan di tenda. Bergerak MUI menjadi koordinator pembangunan rumah bagi mereka yang tergusur. Ajak elemen Islam, sebagaimana bergeraknya 212, kumpulkan informasi tanah wakaf yang bisa dibangun sebagai tempat tinggal mereka, kumpulkan elemen masjid dan galang donatur satu masjid satu rumah... insyaallah bisa selesai."
Hal ini saya ungkapkan dan saya tulis saat perjalanan peduli Aceh yang dilakukan di tempat yang jauh dari kantor MUI Kabupaten Badung agar ada gambaran bahwa sesungguhnya sikap dan tindakan MUI Kabupaten Badung sudah sesuai konteks dakwah islamiyah terukur dan komprehensif. Ia menyimak, memperhatikan, menggerakkan, menganalisa, dan menyelaraskan sesuai keadaan psikologis umat untuk keumatan. Karena itu semuanya dapat berjalan beriringan untuk mencapai tujuan. Jika kami jalan untuk kepedulian di tempat yang jauh, kemudian ada tetangga dekat yang butuh pertolongan kami mengabaikan, tentu akan menjadi aib bagi kami semua. Insyaallah semua itu atas kehendak Allah SWT semata. Peristiwa Pidie Jaya lebih dulu dan Serangan belakangan, tapi semuanya mendapat perhatian yang cukup.
Langit begitu cerah. Cuaca terang. Perjalanan penuh kenangan. Terpetik dari banyak cerita yang mengagumkan. Berasal dari tatapan air muka yang sejuk dan dingin. Terpendar di antara celah-celah jendela cakrawala yang terbentang luas. Tepat pukul 11.05 wita, pilot Lion Air mengumumkan bahwa sebentar lagi pesawat akan mendarat. Seperti biasa standar aturan penerbangan, ia mengingatkan agar tetap memakai sabuk pengaman sampai pesawat mendarat dengan sempurna, larangan mengambil barang-barang untuk keselamatan penerbangan, membawa narkoba dan barang-barang terlarang akan ditindak tegas. Narkoba, mengambil sabuk pengaman dan pelampung yang ada di jok pesawat untuk oleh-oleh. "Lebbay dan dosa, bisikku," senyum tipis. Menyimak UU No. 1 Tahun 2009 tentang penerbangan  pasal 54 dan pasal 412 menganggu selama penerbangan: (1) menyalakan telepon genggam; (2) memindahkan dan merusak alat-alat penerbangan; (3) dan pengrusakan peralatan lainnya adalah sebagai tindakan kriminal dan akan diproses sesuai hukum.
Hentakan roda pesawat yang menganvas bandara Hang Nadim. Mengingatkan saya pada kedatangan yang kedua kalinya di Batam pada saat  2013 lalu. Bandara Hang Nadim adalah sebagai terminal internasional Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Nama bandara ini diambil dari nama Laksamana Hang Nadim Sultan Malaka yang termasyhur saat itu.Â
Landasan pacu sepanjang 4.025 meter, menjadikan bandara ini mendapat sebutan pacuan landasan terpanjang di Indonesia dan kedua se-Asia Tenggara setelah Bandara KLIA.Â
Adapun kapasitas Bandara Hang Nadim dapat menampung 18 pesawat berbadan lebar dengan jenis Boeing 767. Jika dibandingkan dengan Bandara Ngurah Rai pada pelataran parkir pesawat kapasitas pelataran parkir pesawat adalah 7 posisi pewawat kelas B 747-400,6 Posisi pesawat kelas A 320, dan 25 posisi untuk kelas B 737, dalam waktu bersamaan dan untuk pendaratan helikopter, tersedia tiga buah helipad. Sedangkan Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda terletak di Blang Bintang, Aceh Besar. Setelah Tsunami pada 26 Desember 2004 Bandara ini direnovasi landasan pacunya menjadi 3000 meter, sehingga dapat menampung pesawat berbadan lebar. Berdasarkan fakta pada 9 Oktober 2011 sebuah Boeing 747-400 berhasil melakukan take off dan landing,  sehingga memungkinkan sebagai tempat transit bagi penerbangan internasional. Nama bandara ini disematkan dengan nama pahlawan nasional yang berasal dari Aceh.
Layaknya bandara internasional, Hang Nadim terlihat megah dan menawan. Berbagai fasilitas bandara terlihat lengkap dan mewah. Sembari menunggu keberangkatan menuju Aceh, kami sempatkan untuk bincang ringan dengan rombongan.Â
Keberangkatan dari dini hari hingga siang tentu terasa perut kosong. Alhamdulillah kami berangkat dengan orang-orang yang betul-betul peduli. Sehingga selama perjalanan kami tidak merasa kekurangan makanan dan minuman. Mereka benar-benar siap menjamu kami dan selalu siap menjaga asupan hieginis kami dan kesehatan kami selama perjalanan dan dalam berbagai tempat kunjungan hingga di pelosok-pelosok desa hingga di ujung pegunungan sekali pun.
Jarum jam menunjuk pukul 12.05  Wita/11.05 WIB kami melanjutkan perjalanan dari Hang  Nadim menuju Aceh dengan pesawat yang sama. Perjalanan akan ditumpuh selama dua jam dan sampai tempat tujuan pada 13.00 WIB.Â
Pesawat dipiloti seorang kapten bernama Oemar dan beberapa crew pesawat. Perjalanan kami manfaatkan sebaik mungkin sehingga saya memilih selalu terjaga untuk dapat memberikan keterangan secukupnya selama perjalanan ini.  Dapat saya gambarkan bahwa perjalanan dari Hang Nadim sampai Aceh sesekali saya manfaatkan untuk komunikasi dengan  beberapa rombongan  dan perbincangan ini sengaja saya arahkan yang lebih menukik pada kunjungan kerja peduli Aceh.Â
Mengingat skema awal keberangkatan ke Pidie Jaya dengan konsep mengadakan kegiatan MoU dengan bupati Pidie Jaya terkait dengan pembangunan satu masjid yang sudah rata dengan tanah di desa Jimjim, Bandar Baru, Pidie Jaya, Aceh.Â