Mohon tunggu...
Imam Muhayat
Imam Muhayat Mohon Tunggu... Dosen - Karakter - Kompetensi - literasi

menyelam jauh ke dasar kedalaman jejak anak pulau

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendampingan Pasca Gempa di Pidie Jaya, Aceh

21 Oktober 2018   06:05 Diperbarui: 21 Oktober 2018   07:19 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumat, 6 Januari 2017, sebagaimana telah kami persiapkan bersama akan mengadakan perjalanan menuju Pidie Jaya, Aceh. Perjalanan ke tempat, di mana saya khususnya, belum pernah sama sekali menapaki pojok kotanya. 

Berawal dari peristiwa yang menyayat hati terjadinya gempa bumi di Pidie Jaya, Aceh dengan kekuatan 6,5 SR, Selasa (7/12/2016) pada pukul 05.03 WIB selama 15 detik. 

Dampak gempa Pidie Jaya selain merenggut 104 orang meninggal dunia, juga membuat berbagai kerusakan fasilitas umum yang luar biasa. Kerusakan menjadikan berbagai kendala bagi yang tertimpa musibah. Hal itu mengingatkan kami terkait saat tsunami Aceh 26 Desember 2004 yang menelan korban sebanyak 227.898 jiwa.

Jumat pagi pada pukul 07.00 wita sesuai rencana sebelumnya, kami bersama berkumpul di Bandara Ngurah Rai, Tuban, Bali. Diantara mereka yang berangkat yaitu: (1) H. Masrur Makmur; (2) H. Yurnal; (3)  H. Ahmad Shoim; (4) H. Imam Muhayat; (5) H. Qomari; (6) H. Abdurrohman; (7) H. Henry;  (8) H. Abdul Halik; dan (9) H. Yudho Dwi Harsono, serta, (10) bapak H. Faishal. 

Catatan penting di sini mereka berangkat atas biaya sendiri. Kecuali dua orang yang official yang muallaf, istilah pak H. Ahmad Shoim. Sebelum berangkat kami diajak makan di restaurant Bandara. 

Perjalanan dengan memakai penerbangan Lion Air dengan Nomor penerbangan 737H (new generation) keberangkatan 09.09,  kedatangan di Batam 11.20 wita/10.20 WIB. Pesawat tersebut dipiloti oleh Widia disertasi awak pesawat. Penerbangan antara Bali sampai Batam berdasarkan manifes tiket memakan waktu 2 jam perjalanan, selisih waktu satu jam antara WITA dan WIB. 

Kami bersembilan mengadakan penerbangan dalam satu pesawat, sedangkan saya duduk dengan pak H. Ahmad Shoim dan H. Abdul Halik. Selama penerbangan banyak yang kami perbincangkan diantaranya: 1. Tentang eksistensi MUI Kabupaten Badung dan kiprahnya dalam umat muslim dan non-muslim di Badung khususnya dan Bali umumnya; (2) tentang pemetakan dakwah di Badung yang sesuai dengan cita-cita Catur Program MUI Bali dakwah Islam berbasis Masjid, sosial ekonomi berbasis syariah, pemberdayaan pendidikan lewat lembaga Islam, dan tentang nilai-nilai kebangsaan dan sinergisme umat terhadap sosial budaya setempat.

Barusan yang penulis sebut tentang Catur Program tersebut mungkin MUI Kabupaten Badung terasa lebih dioptimalkan action-nya. Misalnya tentang penguatan aqidah, ibadah dan akhlak berbasis masjid terasa masih berjalan sendiri-sendiri dan masih minimnya koordinasi yang dapat memberikan feed back yang signifikan terhadap out put yang dimaksud. 

Banyaknya permasalahan-permasalahan umat muslim terkait kependudukan, pendidikan agama Islam bagi para anak muslim , dan masih banyaknya anak-anak kita yang sekolah di lembaga pendidikan umum yang tidak mendapatkan pendidikan agama menjadi keprihatinan tersendiri. 

Tentu MUI sangat berkepentingan tentang masalah tersebut hingga harus ada semacam gerakan realisasi pemetakan lingkungan yang cermat hingga tak satu pun anak-anak muslim tidak mendapatkan pendidikan agama. Karena itu pendidikan agama berbasis masjid merupakan jalan keluar yang ditawarkan kepada umat muslim untuk mensikapi keadaan yang selama ini terjadi.

Yang kedua diskusi kami di pesawat terkait pemberdayaan ekonomi muslim lewat ekonomi syariah. Mungkin hal ini perlu adanya regulasi MUI Kabupaten Badung yang harus diterapkan secara konsisten. Misalnya paling tidak setiap masjid itu harus bisa menunjukkan secara real kontribusinya untuk membesarkan ekonomi syariah itu sendiri. Tanpa langkah-langkah itu sangat riskan bisa mengaktualisasikan Catur Program yang sudah digagas selama sepuluh tahun terakhir. Selebihnya terkait dengan pendidikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun