Mohon tunggu...
Imam Muhayat
Imam Muhayat Mohon Tunggu... Dosen - Karakter - Kompetensi - literasi

menyelam jauh ke dasar kedalaman jejak anak pulau

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengatasi Paham Radikalisme dan Aksi Kekerasan

4 Agustus 2016   07:22 Diperbarui: 4 Agustus 2016   07:45 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pertama, nilai-nilai religious dalam perspektif Islam dan agama manapun sangat menjunjung tinggi orientasi positif suatu aktivitas. Kinerja tidak hanya didasarkan pada produksi material yang hanya bernilai ekonomis, lebih dari itu kian tumbuhnya nilai-nilai rohaniah yang lebih permanen menjadi semangat  ideal dalam orientasi motivasi ibadah.

Kedua, keteladanan dengan ciri kejujuran, dapat dipercaya, kecerdasan dan kebijaksanaan, kearifan, penerimaan atas sikap saling mengingatkan. Kejujuran, kebenaran, dan kesungguhan dalam bersikap, berucap, serta berjuang dalam melaksanakan tugas hidup, baik yang menjadi tugas linier dalam suatu karier dan setiap pekerjaan individu, sehingga tercipta rasa aman bagi semua pihak. Keterbukaan dan transparansi, menyampaikan suatu apa adanya, tanpa ditutup-tutupi, mampu mengungkap kebenaran sekalipun pahit, baik bagi dirinya ataupun untuk karirnya. Adapun kecerdasan dan kebijaksanaan, kompetensi, skill, kemampuan menghadapi serta menanggulangi persoalan yang muncul seketika sekalipun  juga sangat bermakna untuk menghindari paham radikalisme dan aksi kekerasan itu.

Ketiga adalah umat terbaik dengan ciri-ciri tahu lebih banyak, kreatif, dan inovatif. Kuntowijoyo mengatakan umat manusia akan menjadi umat terbaik, tatkala mampu melaksanakan pengabdian kemanusiaan bagi umat manusia (civil society). Senada hal tersebut Asy’ari mengatakan bahwa kreatif dan inovatif adalah ciri-ciri manusia sebagai khalifah, atau manusia pengatur, pengemban amanah semesta alam.

Keempat, paham radikalisme dan aksi kekerasan harus selalu menjadi pencermatan kerja individu dan institusi, kelembagaan, perusahaan, komunitas, partai politik, dan siapa pun kita sebagai anak bangsa ini. Indikasinya adalah tumbuhnya kualitas iman dan takwa, peningkatan kualitas hidup, peningkatan kualitas kerja, peningkatan kualitas karya, peningkatan kualitas pikir. Pada akhirnya nanti akan membentuk SDM yang mempunyai kompetensi memadahi dan profesional. Karakteristik SDM kompetensif dan profesional adalah senantiasa berusaha mengedepankan dan mewujudkan nilai-nilai. Disadari bahwa karena nilai-nilai sebagai sesuatu yang berguna dan bermanfaat dalam berbagai kepentingan kehidupan, utamanya dalam hal ini terwujudnya kerukunan umat beragama dan terhindar dari paham radikal dan aksi kekerasan.

Adapun, agar terhindar dari paham radikalisme dan aksi kekerasan diperlukan perencanaan tumbuhnya nilai-nilai berikut ini: 1). Kondisi real bangsa yang sehat jasmani dan rohani;  2). Anak bangsa yang selalu dapat menerima kebaikan;  3). Membebaskan diri dari batas-batas materi, utamanya pada saat terjadi perselisihan  terkait urusan keduniaan; 4). Kesederhanaan;  5). Tanggung jawab; 6). Mengedepankan kehalusan rasa; 7). Tumbuhnya kasih-sayang di antara sesama;  8). Kemampuan menggerakkan perbuatan yang baik dan mencegah segala sesuatu yang berdampak keburukan; 9).   Taat petunjuk, aturan dan berbagai muatan yang bersifat normatif;  10).  Tanpa pamrih;

11). Tenang dan istiqamah; 12). Menjaga pribadi masing-masing sebagai bagian dari motivasi relijius; 13). Adil bagi semua orang sesuai proporsinya; 14). Menjadi suri teladan bagi diri sendiri dan masyarakat;  15). Mendorong dalam perjuangan bersama  untuk mencapai kesejahteraan bersama; 16). Meneguhkan tali persaudaraan, persatuan, dan kesatuan;  17). Pemaaf; 18). Mengedepankan dialog dalam mengurai permasalahan yang terjadi; 19). Jujur dan amanah  dalam diri saat menerima dan dalam melaksanakan tugas; 20). Teguh pendirian dan tegas dalam menjaga arti persahabatan;

21). Rendah hati dan teposeliro; 22). Simpatik, empati, dan peduli 23). Mengasihi sesama makhluk 24). Menjadi penjamin yang baik dalam segala urusan; 25). Kesediaan membela pada kebenaran untuk kerukunan;  26). Pandai membaca, menyimak, merekam, menganalisis, dan menyelaraskan dalam berbagai urusan, sehingga dapat menggerakkan, mendorong, dan mengarahkan pada hal-hal yang baik, bermartabat, dan bermanfaat;  27). Berdiri di depan di tengah-tengah suasana yang dibutuhkan dan menyelesaikan masalah secara cermat, kreatif dan inovatif yang berkeseimbangan;

28). Terpanggil dalam berbagai keperluan dan permasalahan yang naïf dan sublim yang diikuti dengan mendasarinya dengan rasa, emosi, intuisi, seni, reliji, dan karakter yang tertuntun nilai-nilai universal dibanding hanya dengan kekuatan akal semata;  29). Melihat secara jernih setiap permasalahan, dan;  30). Menjaga rasa simpatik dalam menjaga, mengayomi, melindungi sebagai bagian dari mayoritas.  Sementara yang minoritas selalu pandai menempatkan diri dalam batas-batas tertentu dan pada posisi yang sangat urgen selalu mengedepankan musyawarah yang baik tidak ada yang merasa dikalahkan apalagi dipermalukan melalui ranah kebijakan yang senantiasa berdasakan sikap kearifan.

Implimentasi Konsep mengatasi Paham Radikalisme dan Aksi Kekerasan

Penerapan etika individu dan etika profesi dalam berbagai lini menjadi tumpuan utama. Terkait hal ini pembelajaran bervisi etis merupakan konsep utama pembelajaran alternatif untuk menciptakan civil society -- setidaknya pembelajaran tidak sekadar pengetahuan tekstual belaka, sehingga pembelajaran kohesif dalam hidup masyarakat, dan pembelajaran langsung dapat memanfaatkan kemampuan untuk eksistensi hidup yang menghidupkan dan menghidupi kehidupan.

Beberapa perilaku di bawah ini menjadi penguat agar masyarakat terhindar dari paham radikal dan aksi kekerasan. Pertama, transformasi etis berlaku umum, yakni menyeru kepada kebaikan, mencegah keburukan dan mengedepankan nilai-nilai teologis sebagaimana tersebut di atas. Etika juga menjadi bagian yang sangat penting dalam proses pembinaan umat. Karena itu proses semacam ini harus berjalan terus-menerus dan berkelanjutan. Sebagai suatu proses dalam pembenaman etik pada sosok yang selalu dinamis diperlukan seni manajerial yang tepat sesuai situasi dan kondisi. Karena strategi merupakan bagian dari suatu perencanaan, maka perlu hadir kokohnya manajerial dalam upaya terhindar budaya radikal dan kekerasan. Aktualisasinya adalah perencanaan, pengorganisasian, strategi, teknik pelaksanaan, target dan berikut evaluasi keberhasilan dan hambatan-hambatan yang ditimbulkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun