Mohon tunggu...
Imam Kodri
Imam Kodri Mohon Tunggu... - -

Formal Education Background in UPDM (B) Of Bachelor’s Degree of Politics and Social Science, majoring of Public Administration and Master Degree, Majoring of Human Resources. Worked in various private companies over 30 years, such as: PT. Pan Brothers Textile as HRD Assistant Manager, PT. Sumber Makmur as HRD Manager, General Personnel Manager at PT. Bangun Perkarsa Adhitamasentra, Senior Manager of HRD and General affair at PT. Indoraya Giriperkarsa, Headmaster of Kelapa Dua High School, and the last, Head of the General Bureau and Human Resources at ISTN Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo Bagian dari Skenario Presiden Joko Widodo

3 Oktober 2017   17:46 Diperbarui: 3 Oktober 2017   17:50 7036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepemimpinan Presiden Joko Widodo selama menjalankan roda pemerintahan sangat sering diuji, bukan ujian bentuk kinerja tetapi hampir semua ujian bentuknya untuk menjatuhkan sebagai Presiden RI. Untungnya Jokowi menjadi Presiden karena hasil pilihan rakyat, keuntungan yang lain dimiliki Jokowi adalah didukung oleh mayoritas partai politik yang ada di DPR. Sedangkan partai politik sisanya yang hanya 30 %  itulah yang sering kali berusaha menjegalnya ditengah jalan.

 Untuk menjawab bermacam ujian tersebut  yang berupaya untuk menjatuhkan dirinya, Jokowi hanya berbekal kepada satu keyakinan yang dijadikan  kekuatan andalannya yaitu konsisten terhadap ideologi Pancasila dan memgang teguh konstitusi UUD 45.  Hasilnya selalu baik nyaris sempurna. Bermacam cara agar Presiden Jokowi terpuruk secara politik, tidak berhasil.

Berbekal dengan kekuatan andalannya, kejujuran, keberanian dan ketegasan Jokowi melangkah kerja dengan hasil mengagumkan. Digertak dengan kekuatan aksi 7 juta kaum yang menganggap dirinya ahli surga, bukannya mundur, malahan maju. Berikut ujian yang menghadang Jokowi selama hampir 10 bulan terakhir dimulai dari akhir 2016 sd 30 September 2017.  Dan bagaimana cara Presiden Jokowi menyelesaikan perkara-perkara yang menghadangnya.

Yang pertama,

Setelah mengkandangkan 11 orang yang akan merusak tatanan demokrasi Pancasila dan Konstitusi '45 , Jokowi bersama pak JK bergerak cepat, tepat dan terukur mengajak MenkoPolhukam, Panglima TNI, Kapolri, Menteri-menteri, dan pejabat terkait menghadiri aksi bela Islam "212" di Monas.

Siapapun takan menyangka, Jokowi dengan lantang mengajak semua peserta aksi 212 mengumandangkan kebesaran nama Tuhan, "Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar", dan mereka semua menurut dengan semangat mengikuti Jokowi. Semua yang berunjuk -- aksi dengan tertib bersama Presiden Jokowi, bermunajat kepada Sang Pencipta.

Setelah instrospeksi diri, beristighfar, setelah itu mereka diminta pulang, dan tidak membuat kerusakan, merekapun tunduk, patuh. Namun disisi lain, para pembenci Jokowi tertunduk lesu, kecewa berat, Presiden Jokowi yang mereka sangka seorang penakut ternyata tidak bisa mempan digertak dengan kekuatan aksi 212.

Sang komandan melongo, tidak sepatahpun katapun yang berhasil keluar dari mulut besarnya. Sang imam besar  tertunduk lesu, apa yang akan diperbuat selanjutnya, dia berpikir seribu kali, selalu mentok, tidak ada jalan keluar. Bahkan kini tebayang dipelupuk matanya 10 kasus besar sedang menanti dirinya.

Tak ada satu kekuatanpun kini yang bisa membantu. Tidak juga Pak Wiranto, termasuk Jenderal Gatot tidak bisa membantu, apalagi Pak Tito, semua menjauhinya. Ia kini sendirian, nun jauh di seberang lautan gurun Saudi. Harapan besar yang diandalkan hanya kepada 212 ternyata sia-sia. Bahkan mereka berkelompok membentuk grup sendiri bersilahturahmi dengan Presiden.

 Mereka semua hanya pecundang, mundur teratur, padahal ia telah keluarkan milyaran khusus untuk kelompok-kelompok yang ingin mengusung kekhilafahan di Indonesia. 

Itulah cerita singkat 10 bulan yang lalu ketika Presiden Jokowi menghadapi masa yang begitu besar ada yang menyebutnya 7 sd  8 juta orang yang ber-aksi di Monas pada peristiwa yang dikenal dengan 212.

Selanjutnya yang kedua,

Bagaimana Presiden Jokowi menghadapi isu komunis dan cina yang merebak di tengah masyarakat, yang sengaja dimuntahkan oleh kubu sebelah yang menjadi lawan politiknya sejak Pemilu Presiden 2014. Sasarannya adalah dirinya sebagai Presiden yang dituduh berpihak kepada PKI, bahkan ada yang menuduhnya seluruh keluarganyapun PKI.

Mereka rame-rame memutar Film G30S PKI, dengan harapan Presiden Jokowidodo melarangnya, Menteri dalam Negeri melarangnya, Panglima TNI melarangnya, Polri melarangnya, dan seluruh Pemda melarangnya.

Tak disangka Justru Jokowi dan seluruh menteri-menterinya, TNI, Polri, sengaja membuka keran kepada masyarakat agar nobar film Gestapu oplosan tak bermutu itu.

Film garapan sutradara kondang Arifin C Noor sesungguhnya sudah dilarang sejak reformasi. Sebab bukan lagi mencerminkan film sejarah, tetapi lebih tepat disebut film pesanan rezim otoriter Suharto yang isinya mengelabui generasi muda Indonesia.

Bukan Jokowi namanya jika persoalan kecil murahan seperti itu tidak bisa ditangkis dengan jurus jitu untuk membuat para hater terjungkal, nyungseb di comberan kehinaan.

Jokowi dengan piawai tidak dengan membalas balik penghinaan, apalagi ikut-ikutan menyerang balik, tidak akan pernah beliau lakukan. Lagi-lagi Presiden Jokowi membuat para hater dan lawan-lawan politik terperangah. Apa lagi yang mau dibuat menfitnah Jokowi.

Dituduh membela PKI tidak mempan. Dicaci dan dimaki, bukannya membalas dengan makian atau hinaan Presiden Jokowi malah nonton bareng Film G 30 S PKI bersama Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.  Jokowi sambil lesehan selama 4,5 jam ditemani warga Makorem Suryakencana Bogor.

Mari kita lanjutkan, Bagaimana Presiden Joko Widodo menjawab serangkaian isu yang ujungnya akan dijadikan alat untuk menyerang kepada dirinya.

Sekarang yang ketiga.

Terkait Puisi yang dibaca Jenderal Gatot Nurmantyo dengan judul "Tapi Bukan Kami Yang Punya" yang menimbulkan heboh para pengamat dan politisi Senayan. Mereka  menilai puisi Panglima Gatot tidak etis, bagaimana mungkin  Panglima Gatot mengritik Presidennnya, dan sangat tidak pantas Panglima TNI berpolitik.

Maka membanjirlah cuitan-cuitan tak rasional di medsos yang ditujukan kepada Jenderal Gatot tetapi sesungguhnya sasaran utamanya adalah Presiden Joko Widodo. Presiden Jokowi, agar memecat Jenderal Gatot.  Ada juga yang menyarankan agar Panglima segera diganti, dst.

Tidak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi bila kemauan isu di amini oleh Presiden. Lebih parah lagi bila kehendak para hater , dilaksanakan oleh Presiden Jopkowi. Bisa dipastikan Jokowi drop kontan!

Lantas apa yang dilakukan Presiden Jokowi terkait hal tersebut diatas. Apakah Jokowi menegor Panglima, apakah Jokowi memecat Panglima Gatot. Jawabannya adalah "tidak sama sekali" bahkan Jokowi mendukungnya dan memujinya.

Demikian Presiden menjelaskannya kepada jonru, Presiden Jokowi mendukung apa yang dibacakan oleh Panglima Gatot Nurmantyo. Karena dalam puisi "Tapi Bukan Kami yang Punya" isinya bila ditafsirkan sangat mirip dengan ajaran Bungkarno Trisakti. Panglima TNI Jenderal Gatot telah mengingatkan kepada kita agar mau menghayati dan melaksanakan ajaran Bungkarno tentang Trisakti. Artinya secara tersamar Panglima mengajak seluruh rakyat Indonesia agar mendukung Jokowi di Pemilu Preesiden 2019.

Trisakti mengajarkan kepada kita, tentang anti neokolonialisme-neoimperialisme ajaran Bung Karno. Arti penting Trisakti Berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam Kebudayaan. Itulah inti yang dikehendaki oleh Puisi "Tapi Bukan Kami yang Punya" yang dibacakan oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.

Sekali lagi para hater, jonru tak bermoral, pewaris pemerintah diktator orde baru kecewa berat gagal lagi dan gagal lagi.

Berikut yang keempat,

Pernyataan Panglima TNI terkait pemesan 5.000 senjata api di luar istitusi militer tidak bisa dianggap sepele atau hanya masalah miskomunikasi antara TNI, BIN, Polri termasuk dengan Menhankam. Bagaimana sikap dan  cara penyelesaiannya yang dilakukan oleh Presiden Jokowi.

Lagi --lagi dengan cara yang sangat sederhana Presiden Jokowi meluruskan apa yang pernah disampaikan oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo terkait pemesan 5.000 senjata api di luar istitusi militer. Presiden Joko Widodo memang benar seorang pemimpin ulung ahli siasat dan strategi.

Dalam persoalan yang dianggap oleh masyarakat sebagai masalah yang sangat rumit dan berbahaya, ternyata sungguh sangat sederhana cara penyelesaiannya oleh Presiden cukup disentuh, setelah itu. Selesai.

Agar masyarakat luas mengetahuinya, Diadakan pertemuan dengan Panglima TNI dimalam hari di Lanud Halim Perdanakusuma, kemudian datang penjelasan dari Panglima , setelah itu selesai klir.

Tanpa ada sedikitpun kata tegoran dari Presiden kepada Panglima, tak ada yang disalahkan, Polri, Bin, Pak Wiranto, yang berarti Panglima benar, dan apa yang disampaikan oleh Pak Wiranto juga benar. Yang tidak benar adalah publik yang suka menggoreng sampai gosong berubah menjadi fitnah.

Pada 4 contoh peristiwa diatas, masyarakat dapat menilai kepada Jokowi, seorang pemimpin yang sangat bijak, ahli strategi, berani, dan tegas, sehingga mampu meredam yang mungkin akan bergejolak.

Bijak berani dan tegas karena semua peristiwa yang sering menghadang dan menjegalnya dari manapun datangnya dapat ditangkal dengan sempurna.

 Kemudian masyarakat yang menerima hasil, merespon langkah Presiden Jokowi ternyata sangat mencerahkan, mendamaikan dan mempersatukan dari yang berbeda

Panglima TNI Gatot Nurmantyo bagian skenario Jokowi

Jita kita pelajari secara baik bijak strategi, ketegasan dan keberanian Jokowi dalam berbagai masalah yang menghadangnya terutama pada contoh pertama, kedua dan ketiga diatas, kentara sekali ada yang tersembunyi dibalik peristiwa itu. Yaitu " Presiden Joko Widodo sepertinya sedang me-skenariokan khusus Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, menjadi pendampingnya di 2019"

Mari, kita urai satu persatu, dengan disertai prasangka baik,

Pertama;

Aksibela Islam "212" di Monas, Jokowi sangat terang benderang mengajak serta Panglima TNI langsung mendatangi pusat aksi. Apa dibalik mengajak Jenderal Gatot menghadiri aksi 212? Karena, Presiden Jokowidodo sangat mengetahui bahwa Panlima TNI Gatot Nurmantyo sangat dicintai oleh peserta aksi 212.

Apa yang diucapkan oleh Jenderal Gatot, pasti akan diikuti seluruh peserta aksi, seandainya saat itu Panglima Gatot jahil kepada Presiden dan berkhianat, maka yang terjadi adalah Chaos yang sangat besar. Tetapi tidak dilakukan oleh Gatot, karena sumpah dan kesetiannya sebagai prajurit.

Oleh sebab itu begitu peserta aksi 212 melihat Presiden Jokowi bersama-sama Jenderal Gatot maka seluruh peserta aksi 212 akan berbalik pendirian yang semula memusuhi lahir batin kepada Jokowi,  maka masa aksi akan berbalik arah dan bahkan yel yel mendukung Presiden Jokowidodo.

Langkah ini akan berlanjut di 2019 yang ujung tombaknya adalah Gatot Nurmantyo terutama untuk menggaet masa Islam yang terbesar berasal dari kelompok radikal, yang sebagian berasal dari ahlussunnahwaljama'ah tetapi sedikit kekanan, seperti yang ditunjukan oleh aksi 212.

Dengan demikian Jokowi menggandeng Gatot sudah sangat tepat. Selain telah lolos uji kesetiaannya, Gatot Nurmatyo menurut Jokowi adalah ujung tombak yang menentukan untuk meraih suara muslim terbanyak yang berhaluan keras.

Kedua;

Apa hubungannya Presiden Jokowi dalam menghadapi isu komunis yang menerpa dirinya  dengan me-skenariokan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengumumkan nobar Film Gestapu, bahkan Jokowi rame-rame bersama masyarakat Makorem Suryakencana Bogor.

Apakah selama 4,5 jam lesehan hanya dimanfaatkan sekedar untuk menonton Film G30 S PKI ?.  Mudah saja dibaca , Jokowi sekali lagi ingin mendulang dukungan dari kelompok Islam yang membenci PKI, lebih lengkapnya kaum muslimin yang membenci non muslim, cina, dan komunis yang jumlahnya menurut Wahid Foudation hampir mencapai 60 persen.

Melalui nama Jenderal TNI Gatot Nurmantyo sudah pasti mereka akan mendukung apa maunya Pak Gatot. Pak Gatot bersama Jokowi ya pasti didukung. 

Jadi scenario ini bukan sekedar mendiamkan mereka dari ocehannya dan tuduhan PKI kepada Jokowi, akan tetapi lebih penting adalah suara mereka bisa diambil yaitu dalam 2019 melalui peran Jenderal Gatot yang akan dijadikan pendampingnya.

ketiga.

Apa hubungannya Presiden Jokowi dalam Puisi yang dibaca Jenderal Gatot Nurmantyo dengan judul "Tapi Bukan Kami Yang Punya" dengan me-skenariokan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo di Pemilu Presiden 2019. Sedangkan akibat puisi itu Jokowi didesak bersikap tegas kepada Jenderal Gatot Nurmantyo.

Bisa jadi nama Jenderal Gatot mampu menarik masa kelompok muslim yang pro Gatot yang jumlahnya mencapai 60 %, akan tetapi Jenderal Gatot untuk mendampingi Jokowi di 2019 tanpa dukungan KIH dipastikan Presiden Jokowi tidak akan mendapat restu dari Megawati.   Oleh sebab itu Jokowi harus mencari cara agar KIH bisa menerima Gatot Nurmantyo.

Langkah terbaik Jokowi memasukan Jenderal TNI Gatot Nurmantyo kedalam rumah Megawati atau rumah KIH yaitu melalui kampanye yang unik dengan memperkenalkan penafsiran Trisakti nya Bungkarno melalui puisi singkat "Tapi Bukan Kami yang Punya".

Bagi awam pasti tidak nyambung, tetapi setiap politisi mengetahui puisi itu bentuk nyanyian Jokowi tentang ajaran Bung Karno. Ternbukti banyak para politisi partai dalam KIH memberi dukungan kepada Jenderal Gatot untuk mendampingi Jokowi di 2019. diantaranya adalah Golkar, Nasdem, PPP, sedangkan Hanura menyerahkannya kepada Presiden Jokowi.

Memang benar PDIP sampai saat ini masih belum,  kemungkinan besar akan memberikan lampu hijau mengingat yang menjadi penentu Jenderal Gatot Nurmantyo menjadi Panglima TNI adalah peran besar Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri.

Skenario yang ketiga ini adalah skenario menserasikan pasangan yang sama-sama menghayati ajaran Trisakti dari Bung Karno, Ir H Joko Widodo -- Jenderal TNI Gatoto Nurmantyo untuk 2019, yang diharapkan Ibu Mega akan terpincut kepada Jenderal Gatot.

Terakhir,

Jadi Nampak jelas dari uraian diatas, Presiden Joko Widodo memang sengaja memilih dan mempersiapkan Jenderal Gatot Nurmantyo menjadi pasangannya dalam pemilu Presiden 2019. Gatot dinilai mampu menjaga NKRI dan melindungi presiden tak perlu diragukan lagi. Sebuah pasangan yang ideal, Jokowi nasionalisme yang didukung para politisi dan pengusaha yang  mendapat support dari Jenderal Gatot yang militer yang sangat didukung kelompok agamis

Jokowi menilai Gatot memiliki kemampuan membangun citra dan kepercayaan masyarakat terutama umat Islam, oleh sebab itu Jokowi mempersilahkan Jenderal TNI Gatot Nurmantyo untuk sering-sering berkunjung ke pesantren-pesantren, bertemu dengan para Kiyai, para ulama  dan para  santri-santrinya.

Presiden Joko Widodo memberikan kesempatan kepada Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo untuk beranjangsana di kampus-kampus di seluruh Indonesia , sehingga Jenderal Gatot akan lebih mudah dikenal oleh para generasi mudanya, terutama dalam mensosialisasikan ajaran Bung Karno tentang Trisakti. Itulah skenario Presiden Joko Widodo terhadap Jenderal TNI Gatot Nurmantyo yang kelak akan dijadikan pasangan ideal dalam mengikuti Pemilu Presiden 2019.

Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun