Mohon tunggu...
Imam Kodri
Imam Kodri Mohon Tunggu... - -

Formal Education Background in UPDM (B) Of Bachelor’s Degree of Politics and Social Science, majoring of Public Administration and Master Degree, Majoring of Human Resources. Worked in various private companies over 30 years, such as: PT. Pan Brothers Textile as HRD Assistant Manager, PT. Sumber Makmur as HRD Manager, General Personnel Manager at PT. Bangun Perkarsa Adhitamasentra, Senior Manager of HRD and General affair at PT. Indoraya Giriperkarsa, Headmaster of Kelapa Dua High School, and the last, Head of the General Bureau and Human Resources at ISTN Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik

HUT TNI 70, Komando Wilayah Teritorial Masih Dibutuhkan, Imparsial Jangan Jadi Alat Asing!

5 Oktober 2015   16:49 Diperbarui: 5 Oktober 2015   19:36 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Foto:INDOBERITA.com"][/caption]

Lembaga pemerhati militer, Imparsial, menilai reformasi TNI sejak 1998 hingga hari ulang tahunnya yang ke 70 pada hari ini belum selesai. Menurut Direktur Program Imparsial, Al Araf, reformasi TNI masih menyisakan pekerjaan rumah, antara lain merombak struktur dan kultur di tubuh militer. TNI Harus fokus sebagai penjaga pertahanan bangsa, jangan masuk lagi ke ranah sipil,” kata Araf, Minggu, 4 Oktober 2015. JAKARTA.WOL.

Hampir dua dekade setelah militer Indonesia dilarang memasuki ranah sipil dengan turunnya Soeharto, memang ada tuduhan dari kalangan yang trauma, bahwa militer di Indonesia kembali menyusupi urusan sipil. Tetapi itu tuduhan yang tidak mendasar, malah kebalikannya sipil banyak yang mengrecoki TNI.

Kalaupun ada langkah Presiden Jokowi memberikan peran dalam masalah sosial hanya sebatas partisipasiaktif TNI dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Presiden Joko Widodo menarik militer agar lebih dekat membantu ke dalam peperangan melawan narkoba, terorisme dan korupsi.

Mungkin yang dimaksudkan Imparsial adalah kembalinya mantan-mantan tentara kedalam hingar bingar politik Indonesia.

Caranya dengan menyebar dan masuk ke partai-partai politik gaya lama atau membentuk partai politik baru sambil memperlihatkan ke masyarakat bahwa mantan militer lebih pintar dan lebih profesional dalam memimpin negara ketimbang sipil. Buktinya banyaknya kasus korupsi yang melibatkan orang-orang sipil.

Kalau yang dipersoalkan Imparsial aktifitas para mantan Jenderal di partai politik, sebenarnya tidak ada yang salah. Bukankah mantan Jenderal berarti ia sudah berstatus sipil? Sehingga menjadi hak baginya apakah akan masuk partai A atau partai B.

Masuknya mantan Jenderal dalam aktifitas politik, karena pada hakekatnya mereka bukan lagi berstatus tentara aktif tetapi sudah kembali kedalam kehidupan murni sipil.

Reformasi TNI sudah dipenuhi bahkan dapat dinyatakan berhasil 100 %. Bukankah tidak ada lagi Perwira TNI yang masih aktif terjun dalam bisnis dan politik praktis. Yang masih aktif sangat disiplin dalam menjaga profesionalismenya mereka bekerja penuh rasa tanggung jawab.

Mereka diminta untuk membantu berbagai kejahatan dan pelanggaran HAM khususnya bila yang terjadi didalam tubuh TNI. Apa yang menjadi instruksi undang-undang salah satu fakta politik adalah tidak ada lagi Fraksi ABRI di Dewan Perwakilan Rakyat.

Setelah menjadi mantan merekapun tetap profesional, tentu saja profesional dalam koridor tanggung jawabnya sebagai orang sipil.

Bicara secara jujur tanpa diembel-embeli rasa dengki sejatinya hasil reformasi TNI telah nyata terlihat, dan kemanunggalan prajurit dan rakyat serta pembinaan teritorial yang kondusif menunjukan bahwa TNI masih sangat diperlukan dan seharusnyalah dipelihara terutama pembinaan teritorial wilayah-wilayah yang berada jauh dari pusat kekuasaan.

Sebenarnya Presiden Jokowi memberikan peran yang lebih besar kepada militer dalam urusan sipil itu karena kebanyakan dari militer mempunyai kualitas kepemimpinan yang sangat baik dalam menanggulangi beban kerja yang sangat berat itu. Dan itu semua tidak ada niat Jokowi mengembalikan negara ini ke masa otoriter Soeharto.

Selama militer diperlukan oleh negara untuk menjaga pembangunan nasional yang telah diamanatkan oleh undang-undang tentu saja sangat diperbolehkan dan bahkan terpuji, asalkan saja tidak ada maksud tersembunyi yang mencoba menarik militer ke dalam politik.

Sebenarnya bukan TNI yang harus dikritisi, akan tetapi partai-partai politik itulah yang terutama diberikan sentilan, karena yang menyerempet-menyerempet TNI agar selalu terlibat dalam kepentingan sipil dan politik. Para anggota DPR yang berada di Senayan, mereka yang membuat UU reformasi TNI, akan tetapi mereka pulalah yang menyerempet-menyerempet bahaya.

Malah sebenarnya masyarakat sipil yang maunya bercengkerama dengan TNI, lihat saja setiap ada pagelaran alutsista berduyun-duyun masyarakat sekitar bergaul akrab dengan para prajurit, dan diijinkan masuk dalam kedalam tank-tang militer. Contoh lainnya adalah pemasangan atribut-atribut TNI entah tujuannya, barangkali karena cintanya kepada TNI atau yang lain misalnya buat gagah-gagahan dan membuat orang segan.

Imparsial mungkin dapat titipan asing: “TNI Harus fokus sebagai penjaga pertahanan bangsa, jangan masuk lagi ke ranah sipil” TNI mesti berhenti terlibat dalam segala urusan sipil. TNI harus menghapus komando resor militer, komando distrik militer, komando rayon militer, hingga bintara. Stop pembinaan desa, kecuali diwilayah perbatasan. Alasannya peran TNI di tingkat komando distrik militer ke bawah tak relevan karena tugas-tugas pembangunan kini sepenuhnya dilakukan pemerintah daerah.

Begini cara Imparsial mengekebiri TNI, sedikit bertindak membersihkan preman maka selalu akan berurusan dengan HAM. Para pengkritik langkah Presiden apakah ada rasa khawatir sungguh-sungguh atau ada indikasi Imparsial justru disusupi militer asing, agar mengobok-obok TNI dengan dalih reformasi TNI. Bila itu adalah titipan asing maka jelas sama artinya Imparsial sedang dijadikan alat untuk mengkebiri TNI.

Kalau ini yang terjadi maka tidak dapat dibayangkan wilayah Indonesia yang begitu luas akan menjadi sasaran empuk negara asing. Untuk menjaga segala kemungkinan yang tidak diinginkan maka, ekspansi TNI ke dalam urusan sipil dimulai bulan lalu, dengan operasi kontra-terorisme besar pertama.

Upaya-upaya anti-terorisme secara tradisional merupakan wilayah polisi, sedangkan yang menyangkut sistem pengawasan wilayah teritorial Indonesia adalah menjadi tugas TNI. Karena teritorial Indonesia sangat luas merupakan negara kepulauan, beda sekali dengan negara lain.

Sebagai misal kalau negara lain mengawasi daerahnya sendiri hanya seluas Bekasi. Akan tetapi negara kita mengawasi kayak kawasan Asean. Sehingga diperlukan kekuatan pertahanan nasional yang besar dan kuat, supaya negara lain tidak akan main-main dengan kita. Posisi Indonesia yang merupakan Negara kepulauan, maka kemampuan prajurit TNI harus ditingkatkan.

Terkait peran TNI dalam wilayah sipil di Indonesia, telah dilakukan penelitian oleh para peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada September 2000 tentang "Persepsi dan Harapan Masyarakat terhadap Peran TNI. Hasil penelitian membenarkan apa yang menjadi keinginan TNI bahwa komando teritorial (koter) masih diperlukan masyarakat.

Hampir sebagian besar responden menyatakan setuju dengan keberadaan Komando Daerah Militer/Kodam (75,97 persen), Komando Resor Militer/Korem (73,51 persen), Komando Distrik Militer/Kodim (74,82 persen), Komando Rayon Militer/Koramil (70,66 persen), dan Bintara Pembina Desa/Babinsa (57,75 persen).

Hasil penelitian APMHSP terhadap keberadaan lembaga teritorial TNI masih diperlukan. ebagian besar responden juga menyatakan persetujuannya atas Kodam (65,8 persen), Korem (54,4 persen), Kodim (62,1 persen), Koramil (55,6 persen), dan Babinsa (45,4 persen). Pendeknya, masyarakat tidak merasa keberatan tentang keberadaan Kodam dan Korem.

Dengan kata lain dalam HUT ke 70 TNI di 5 Oktrober 2015 ini, TNI dan masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merouke masih sangat membutuhkan keberadaan Komando Resor Militer, Komando Distrik Militer, Komando Rayon Militer, hingga Bintara. Kekuatan ini masih sangat diperlukan kehadirannya, terutama dalam menjaga dan membina teritorial di seluruh Nusantara termasuk didalamnya pembinaan masyarakat desa, sampai ujung wilayah perbatasan. Tugas ini masih sangat dibutuhkan, dalam rangka menjaga keutuhan negara Kesatuan Republik Indonesia. DIRGAHAYU TNI ke 70.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun