Bicara secara jujur tanpa diembel-embeli rasa dengki sejatinya hasil reformasi TNI telah nyata terlihat, dan kemanunggalan prajurit dan rakyat serta pembinaan teritorial yang kondusif menunjukan bahwa TNI masih sangat diperlukan dan seharusnyalah dipelihara terutama pembinaan teritorial wilayah-wilayah yang berada jauh dari pusat kekuasaan.
Sebenarnya Presiden Jokowi memberikan peran yang lebih besar kepada militer dalam urusan sipil itu karena kebanyakan dari militer mempunyai kualitas kepemimpinan yang sangat baik dalam menanggulangi beban kerja yang sangat berat itu. Dan itu semua tidak ada niat Jokowi mengembalikan negara ini ke masa otoriter Soeharto.
Selama militer diperlukan oleh negara untuk menjaga pembangunan nasional yang telah diamanatkan oleh undang-undang tentu saja sangat diperbolehkan dan bahkan terpuji, asalkan saja tidak ada maksud tersembunyi yang mencoba menarik militer ke dalam politik.
Sebenarnya bukan TNI yang harus dikritisi, akan tetapi partai-partai politik itulah yang terutama diberikan sentilan, karena yang menyerempet-menyerempet TNI agar selalu terlibat dalam kepentingan sipil dan politik. Para anggota DPR yang berada di Senayan, mereka yang membuat UU reformasi TNI, akan tetapi mereka pulalah yang menyerempet-menyerempet bahaya.
Malah sebenarnya masyarakat sipil yang maunya bercengkerama dengan TNI, lihat saja setiap ada pagelaran alutsista berduyun-duyun masyarakat sekitar bergaul akrab dengan para prajurit, dan diijinkan masuk dalam kedalam tank-tang militer. Contoh lainnya adalah pemasangan atribut-atribut TNI entah tujuannya, barangkali karena cintanya kepada TNI atau yang lain misalnya buat gagah-gagahan dan membuat orang segan.
Imparsial mungkin dapat titipan asing: “TNI Harus fokus sebagai penjaga pertahanan bangsa, jangan masuk lagi ke ranah sipil” TNI mesti berhenti terlibat dalam segala urusan sipil. TNI harus menghapus komando resor militer, komando distrik militer, komando rayon militer, hingga bintara. Stop pembinaan desa, kecuali diwilayah perbatasan. Alasannya peran TNI di tingkat komando distrik militer ke bawah tak relevan karena tugas-tugas pembangunan kini sepenuhnya dilakukan pemerintah daerah.
Begini cara Imparsial mengekebiri TNI, sedikit bertindak membersihkan preman maka selalu akan berurusan dengan HAM. Para pengkritik langkah Presiden apakah ada rasa khawatir sungguh-sungguh atau ada indikasi Imparsial justru disusupi militer asing, agar mengobok-obok TNI dengan dalih reformasi TNI. Bila itu adalah titipan asing maka jelas sama artinya Imparsial sedang dijadikan alat untuk mengkebiri TNI.
Kalau ini yang terjadi maka tidak dapat dibayangkan wilayah Indonesia yang begitu luas akan menjadi sasaran empuk negara asing. Untuk menjaga segala kemungkinan yang tidak diinginkan maka, ekspansi TNI ke dalam urusan sipil dimulai bulan lalu, dengan operasi kontra-terorisme besar pertama.
Upaya-upaya anti-terorisme secara tradisional merupakan wilayah polisi, sedangkan yang menyangkut sistem pengawasan wilayah teritorial Indonesia adalah menjadi tugas TNI. Karena teritorial Indonesia sangat luas merupakan negara kepulauan, beda sekali dengan negara lain.
Sebagai misal kalau negara lain mengawasi daerahnya sendiri hanya seluas Bekasi. Akan tetapi negara kita mengawasi kayak kawasan Asean. Sehingga diperlukan kekuatan pertahanan nasional yang besar dan kuat, supaya negara lain tidak akan main-main dengan kita. Posisi Indonesia yang merupakan Negara kepulauan, maka kemampuan prajurit TNI harus ditingkatkan.
Terkait peran TNI dalam wilayah sipil di Indonesia, telah dilakukan penelitian oleh para peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada September 2000 tentang "Persepsi dan Harapan Masyarakat terhadap Peran TNI. Hasil penelitian membenarkan apa yang menjadi keinginan TNI bahwa komando teritorial (koter) masih diperlukan masyarakat.