Mohon tunggu...
Imam Kodri
Imam Kodri Mohon Tunggu... - -

Formal Education Background in UPDM (B) Of Bachelor’s Degree of Politics and Social Science, majoring of Public Administration and Master Degree, Majoring of Human Resources. Worked in various private companies over 30 years, such as: PT. Pan Brothers Textile as HRD Assistant Manager, PT. Sumber Makmur as HRD Manager, General Personnel Manager at PT. Bangun Perkarsa Adhitamasentra, Senior Manager of HRD and General affair at PT. Indoraya Giriperkarsa, Headmaster of Kelapa Dua High School, and the last, Head of the General Bureau and Human Resources at ISTN Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ada Motif Politik Ekonomi Fatwa Haram dan Tidak Haram BPJS! Ujungnya Bancakan?

3 Agustus 2015   16:50 Diperbarui: 3 Agustus 2015   16:50 3187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sesuatu yang dihukumi Haram dan tidak haram dalam Islam sudah sangat jelas hukumnya, misalnya babi haram jika dikonsumsi, berjudi juga termasuk perbuatan haram, semua riba jelas haram hukumnya, darah juga termasuk yang jelas sekali haramnya dan masih banyak lagi yang sudah jelas ketetapan hukumnya haram.

Terkait BPJS Silahkan cari di kitab-kitab hadits shahih Bukhari, Muslim, An Nasai, Abu Dawud, At Turmudzi dan seterusnya masih banyak lagi atau rujukan kitab kuning karya ulama besar manapun tidak bakal ditemukan BPJS itu melanggar hukum syariah, apalagi haram. Secara prosedur operasional tidak akan diketemukan BPJS itu haram. Yang mengatakan BPJS itu haram menurut saya ada beberapa dengan motif-motif tersembunyi.

Motif Ekonomi

Yang berkepentingan pada motif ini adalah oknum MUI, BPJS dan lembaga keuangan terkait, Politisi serta oknum unsur penguasa: Dengan timbulnya kekisruhan maka lahirlah susasana pro dan kontra dan dukung mendukung, suasana ini sengaja dibuat dan diciptakan.

Dalam kondisi seperti inilah yang diharapkan oleh para oknum pejabat MUI, para manajemen BPJS, politisi dan oknum unsur penguasa. Jadi motifnya jelas untuk ikut mendapat bagian uang yang dikelola BPJS. Misalnya MUI menghendaki agar managemen BPJS menyertakan MUI dalam perkara pengelolaan dana BPJS.

MUI, Politisi, Pengusaha, unsur Penguasa, pasti melirik uang rakyat yang berasal dari para pegawai negeri dan para pekerja swata khususnya para buruh yang dikelola BPJS jumlahnya sangat besar. Sampai sekarang saja dana yang sudah terkumpul sudah lebih dari 500 triliun dan dalam waktu sepuluh tahun kedepan bisa dibayangkan sangat luar biasa bisa sampai 5000 triliun.

Uang sebesar itu diserahkan semua pengelolaannya ke BPJS. Jumlah uang yang amat menggiurkan bagi siapa pun, terutama bagi para politisi, unsur penguasa, pengusaha, bahkan ikut-ikutan ngiler para oknum ulama, dengan mencoba mengotak atik BPJS itu haram atau halal maka MUI pasti akan disertakan ngurus BPJS, sehingga oknum ulama yang ada di MUI dapat kecipratan uang tutup mulut lebih banyak.

Selama ini uang setoran dari kutipan sertifikat halal yang didapat dari perusahaan-perusahaan dan pengusaha masih belum cukup memuaskan kantong oknum sang ulama tadi. Maka mereka memutar otak, perusahaan apa di Indonesia ini yang belum mengantongi haram dan halal. Bagi ulama MUI untuk menambah pundi-pundi hasilnya bisa memperbesar yayasan atau pesantren yang dikelolanya.

Selanjutnya,motif ekonomi bagi pengusaha; Akibat kondisi perekonomian saat ini yang sulit, bagi para pengusaha perbankan, bank-bank tersebut akan memburu dana BPJS dengan segala cara, termasuk menyuap semua pejabat guna memperoleh dana-dana ini, termasuk didalamnya ngerjain oknum MUI agar tutup mulut, yang penting BPJS manajemennya prosedur dan operasionalnya dinyatakan halal.

Selanjutnya uang BPJS yang ratusan triliun itu menarik untuk ditempatkan diberbagai Bank ataupun lembaga pengelolaan keuangan lainnya dalam rangka investasi saling menguntungkan berupa surat utang negara atau berbagai bentuk investasi surat berharga lainnya atau obligasi luar negeri.

Motif Ekonomi bagi penguasa serta politisi di pusat membuka peluang melakukan korupsi secara tersamar, yang tidak mudah dilacak KPK, karena mereka memiliki kewenangan memberi persetujuan terkait penempatan dana BPJS. Selanjutnya Penguasa menggerakan calon kepala daerah atau para peserta pilkada serentak di daerah dan pusat, mereka bisa kongkalingkong dengan BPJS, terkait program BPJS dibuat sekenario kerja sama antara politisi, ulama dan manajemen BPJS.

Isi kampanye jelas harus memberikan keuntungan timbal balik baik kepada Politisi, ulama maupun manajemen BPJS. Dengan cara ini maka pilitisi praktis tidak mengeluarkan sedikitpun dana, bahkan akan mendapat uang saku. Sedangkan keuntungan BPJS akan mendapat suport semua kebijakan yang akan dikeluarkan terutama dalam investasi ke belbagai lembaga keuangan yang ada.

Motif ekonomi bagi penguasa selanjutnya adalah, kemungkinan besar uang-uang ini akan diolah untuk menyediakan dana terutama bagi unsur pemegang kekuasaan. Para pengelola mumpung lagi diberi kuasa untuk mengelola kapan lagi dapat memanfaatkan uang ratusan trilyun itu kalau tidak sekarang, maka dibuat sekenario, kerja sama MUI , politisi DPR atau partai politik. Bagi Politisi dapat bagian kecipratan dana BPJS untuk membiayai kampanye Pilkada yang sedang dilakoninya.

Isu Haram halal semuanya sengaja diciptakan salah satu alatnya yang dijadikan ujung tombak adalah oknum ulamanya di MUI sedangkan yang mengolah selanjutnya adalah BPJS dan lembaga keuangan yang disetujui pemerintah dan politisi, Kini BPJS benar-benar menjadi dana bancakan hampi menyerupai dana aspirasi yang berasal dari rakyat demikian pula BPJS juga dana yang berasal dari rakyat, bahkan rakyat kecil, pegawai dan buruh.

Motif Politik :

Saat ini ada dua muktamar yang sedang diselenggarakan di negeri ini, semuanya berasal dari dua organisasi masa Islam terbesar yakni NU dan Muhammadiyah. Dalam mukatamar nantinya akan memilih Rais Am dan Ketua Tanfidziyah atau Ketua Umum.

Siapa yang menjadi Rais Am maupun Ketua Umum dua oraganisasi terbesar di Indonesia itu nantinya bukan hanya NU dan Muhammadiyahnya yang berkepentingan akan tetapi yang paling berkepentingan adalah penguasanya atau orang-orang atau politisi yang akan memperebutkan kekuasaannya di periode 2019 nanti.

Oleh sebab itu mereka berlomba adu kuat siapa yang berhasil untuk mendudukan Rais Am dan ketua Tanfidiyah sesuai selera dan kehendak politiknya. Siapa yang paling piawai dapat menempatkan seseorang kandidat agar menjadi Rais Am dan ketua umum di kedua organisasi besar tersebut sesuai dengan kehendak warna politiknya maka dipastikan pada 2019 akan menuai hasil yang positip.

Demikian sebaliknya siapapun yang tidak berhasil menempatkan Rais Am dan Ketua Tanfidz di kedua organisasi tersebut maka kecil kemungkinannya dapat memenangkan kompetisi akbar 2019.

Pemerintah atau siapapun mengetahui bahwa isu paling sensitip di kedua organisasi masa Islam tersebut adalah masalah haram dan halal terkait BPJS yang selama ini sedang ngetren menjadi salah satu program pemerintah yang dianggap unggul.

Oleh sebab itu salah satu kelompok yang berkepentingan untuk melemahkan pemerintah pada awalnya dengan melempar isu BPJS haram sedikit berhasil.

Namun rupanya pemerintah Jokowi berhasil bergerak taktis, yaitu dengan memberikan sedikit isyarat terkait dukungan terhadap ketua Rais Am dan Ketua Umum, siapa Dia......?. Dan ternyata berhasil dengan baik , karena semua kandidat baik di muktamar NU dan Muhamadiyah semuanya menganggap bahwa BPJS yang sedang dikelola oleh pemerintah Jokowi adalah Halal & sahih.

Yang semula menyebutkan bahwa BPJS itu tak sesuai syariah atau haram kini buru-buru meralatnya seperti yang sudah sampaikan oleh Ketua Umum MUI itu sendiri Din Syamsudin bahwa MUI sekaligus sebagai ketua Muhammadiyah, memastikan tidak pernah mengeluarkan fatwa yang menyinggung bahwa BPJS itu haram, Rekomendasi Sidang Ijtima hanya saran penyempurnaan BPJS, Tidak ada kata haram di dalamnya.

Demikian juga yang datang dari Ketua Umum PBNU KH Said Aqil, ia malah mengolok-olok bahwa MUI terlalu mengobral fatwa. Forum bahtsul masail Pramuktamar Ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) sepakat mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang ditangani BPJS Kesehatan mereka menyimpulkan konsep jaminan kesehatan nasional itu tidak bermasalah menurut syariah Islam.

Menurut Ketua PBNU KH Said Aqil Siradj, putusan ini diambil setelah para kiai berdiskusi langsung dengan Kepala Grup MKPR, berkenaan dengan pelayanan kesehatan untuk peserta BPJS. Akhirnya terkait Fatwa Haram dan halal penyelenggaraan BPJS benarkah ada motif politik, sehingga akan mempengaruhi keterpilihan Rais Am dan Ketua Umum Tanfid di kedua Organisasi masa Islam tersbesar, NU dan Muhamaddiyah, kita serahkan sepenuhnya kepada rakyat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun