Para politisi berlomba-lomba membuat iklan untuk ditayangkan di televisi dengan menggambarkan diri mereka sebagai orang yang peduli akan sesamanya. Ketenaran dan polpularitas sangat mempengaruhi besar kecilnya suara yang akan diperoleh. Hal ini disebabkan oleh sistem pemilihan umum yang berlangsung di Indonesia yang lebih mementingkan popularitas dibandingkan visi dan misi dari seorang calon kandidat.
Diperparah lagi dengan minimnya peran serta masyarakat dan kurang pahamnya mereka tentang calon kandidat, kemampuan dan pengalaman dibidang pembangunan masyarakat menjadi hal yang tidak penting bagi masyarakat umum.
Kecenderungan para selebritis terjun dalam panggung perpolitikan menimbulkan selentingan bahwa para selebritis hanya ikut-ikutan karena melihat teman sejawatnya yang terjun dalam panggung politik sukses dan menduduki jabatan terpenting. Melibatkan artis sinetron atau public figure dalam mensosialisasi partai politik tertentu dinilai sangat efektif.
Hal ini merupakan strategi partai politik untuk mengeksistensikan partai. Dalam sosialisasi politik terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi eksistensi partai, yaitu : kapital, popularitas tokoh, mesin partai politik dan marketing politik. Ada yang berpendapat bahwa perekrutan atris sebagai kader sebenarnya hanya dimanfaatkan oleh partai politik.
Tetapi pendapat lain bahwa artislah yang memanfaatkan partai politik untuk menjadikan sumber pendapatan baru bagi para selebritis. Ada sebuah artikel yang berjudul "Celebrity Politicians : Popular Culture and Political Representation"yang ditulis oleh John Street.
Pada dasarnya menjadi hak selebritis untuk mengandalkan penampilan fisik dan kepopulerannya untuk masuk ke dunia politik. Namun menurut street, selebritis yang memasuki dunia politik belum tentu layak dalam profesi barunya sebagai politisi. Menurut street istilah "selebritis politik" tidak dapat digeneralisasikan karena terdapat dua pemahaman tentang hal tersebut.
Pemahaman yang pertama bahwa "selebritis politik" yang sepenuhnya menggunakan sisi keartisannya, dan pemahaman yang kedua bahwa "selebritis politik" yang sepenuhnya meninggalkan sisi keartisannya dalam arti ia sepenuhnya menekuni aktivitas sebagai aktivis politik yang menyuarakan perdamaian dan kritis dalam menilai kebijakan.
Partai politik mempunyai fungsi sebagai sarana perekrutan politik. Dalam fenomena ini partai politik memanfaatkan fungsinya sebagai tempat perekrutan para selebritis yang ingin menggunakan haknya untuk ikut serta dalam dunia perpolitikan. Mekanisme yang terjadi dalam hal ini adalah partai politik mencari dan mengajak orang yang dinilai berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.
Maka akan memperluas partisipasi politik. Partai politik menarik dari golongan selebritis dan golongan muda untuk dididik menjadi kader untuk masa yang akan datang serta menjaga eksistensi partai politik tertentu.
Pro dan kontra dalam keterlibatan selebritis dalam panggung perpolitikan di dalam masyarakat akan terus berlangsung jika budaya popular yang kita anut telah terlepas dari diri kita. Bahwa pada dasarnya mereka bisa memperoleh pengaruh karena kekayaan, popularitas, daya tarik, pengetahuan, keyakinan atau karena kualitas tertentu yang dikagumi oleh orang-orang lain.
Jadi kekuasaan seseorang dalam hal ini selebritis lebih berpeluang dalam memperoleh tahta kekuasaan yang lebih besar karena mereka memiliki popularitas serta didukung oleh budaya masyarakat kita yang menganut budaya pop.