Mohon tunggu...
Imam Baihaqi
Imam Baihaqi Mohon Tunggu... Pegiat Kemanusiaan -

Pegiat sosial kemanusiaan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nasrullah MQK, Ternyata Orang Jawa Ramah

5 Desember 2017   16:31 Diperbarui: 6 Desember 2017   14:46 780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bareng Rifki dan Pak Ismail dari Kontingen Sulbar

Kedua orang tuanya berprofesi sebagai guru. Mungkin darah pengajar mengalir ke dirinya, sehingga saat lulus SMP ia memilih melanjutkan untuk ngaji di Pondok. Cita-cita anak ke 3 dari 4 bersaudara ini juga sangat mulia, ingin menjadi pengurus pondok dan melahirkan santri-santri yang hebat.

Ada pengakuan menarik dari Nasrullah. Ia baru kali pertama datang ke tanah jawa dan baru kali pertama naik pesawat. Awalnya ia punya perasaan agak takut datang ke kelompok masyarakat jawa yang baru ditemuinya. Namun, ternyata kesan yang ia dapatkan justru sebaliknya. Ia bercerita kalau dirinya disambut dengan ramah, diperlakukan dengan baik, dan jauh dari kesan menakutkan yang sempat ia bayangkan.

Nasrullah, peserta dari Aceh
Nasrullah, peserta dari Aceh
Saat aku tanya apa tanggapan terhadap acara ini, ia menjawab bahwa acara MQK ini sangat baik karena bisa menjadi pemacu semangat untuk belajar lebih giat. Selain itu ia juga merasa senang bisa silaturahmi dengan para santri dari Sabang hingga Merauke.

Iseng-iseng aku tanya, "kotingen mana sih yang paling kamu takutkan?" Pemuda yang berharap bisa meraih kemenangan ini menjawab Jawa Timur. "Emangnya kenapa?", tanyaku lagi.

"Iya mas, karena Jawa Timur sering jadi juara umum, jadi patut diperhitungkan", jawab Nasrullah.

Melahirkan Dua Kecakapan

Setelah berjalan-jalan melihat para peserta MQK berjuang dan menikmati pameran ekspo, aku dan para kompasianer pun berkumpul untuk diberikan pengarahan dan pengayaan oleh salah satu dewan hakim Marhalah Ulya bidang Fiqih yakni Dr. Abdul Moqsit Ghazali.

Moqsit menuturkan secara jelas dan serius bahwa ajang MQK ini bukanlah sembarang perlombaan. Mereka para santri yang ikut adalah mutiara-mutiara dari daerah, dari desa dengan segudang ilmu pengetahuan agama sesuai bidangnya masing-masing.

Ia juga menyampaikan, bahwa agenda MQK ini sengaja diadakan di desa dengan tujuan untuk mengenalkan dan memunculkan potensi desa ke publik.

Aku dan tim kompasianer menyimaknya dengan khidmat dan serius. Moqsit pun melanjutkan pemaparannya mengenai pentingnya metode pembelajaran kitab kuning. Ia menjelaskan bahwa dengan pembelajaran kitab kuning yang dilakukan di pondok-pondok pesantren, maka akan menghasilkan output santri yang memiliki dua kecakapan.

Pengarahan Dr. Abdul Moqsit Ghazali
Pengarahan Dr. Abdul Moqsit Ghazali
"Dengan metode pembelajaran kitab kuning yang komprehensif, maka para santri akan memiliki dua kecakapan. Pertama, ia akan memiliki pengetahuan keislaman secara mendalam dan spesifik, kedua ia dapat menerapkan islam dalam konteks keindonesiaan", jelasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun