Persoalan yang terkait dengan integritas akademik yakni kejujuran, kepercayaan, keadilan, penghormatan, dan tanggung jawab sepertinya tak pernah habis untuk dibahas.
Kasus-kasus kecurangan akademik seperti terjadinya proses perkuliahan yang tidak wajar dan akal-akalan serta kasus ijazah palsu demi keuntungan materi semata membuktikan belum adanya kesadaran tentang etika dan integritas ilmiah di kalangan akademisi, yang tentu saja sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter yang berintegritas. Kecurangan akademik ini tentu saja akan mencederai nilai-nilai kejujuran dan kebenaran ilmiah.
Perkembangan teknologi seperti sekarang ini, sering dimanfaatkan oknum untuk melakukan perbuatan-perbuatan ilegal. Salah satunya pembuatan ijazah kelulusan palsu termasuk mengakal-akali sistem yang ada di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti). Dalam kasus ini, praktik tidak jujur itu seringkali melibatkan orang penting di perguruan tinggi itu sendiri.
Guna mencegah terbitnya ijazah kelulusan palsu dan memastikan keaslian ijazah, termasuk rekam jejak mahasiswa selama mengikuti proses perkuliahan sebenarnya bisa dicek di PDDikti. Sayangnya, masih banyak civitas kampus yang belum memahami seputar sistem ini. Kelalaian dalam pelaporan data di PDDikti akan berdampak fatal, di mana ijazah tidak bisa terbit maupun kegagalan para alumninya ketika melamar kerja dan CPNS.
PDDikti adalah sebuah pusat kumpulan data penyelenggara pendidikan tinggi seluruh Indonesia. Kumpulan data tersebut dikelola oleh Ditjen Dikti yang beralamatkan di https://pddikti.kemdikbud.go.id/. Data yang ada merupakan hasil sinkronisasi yang dikelola oleh masing-masing perguruan tinggi nasional dan operator PDDikti adalah ‘ujung tombak’ perguruan tinggi, karena setiap data yang ada di terguruan tinggi itu berada di tangan operator PDDikti. Jadi sudah selayaknya upaya dan kerja keras mereka diapresiasi.
Data yang tercantum dalam PDDikti merupakan kumpulan data penyelenggaraan pendidikan tinggi seluruh perguruan tinggi yang terintegrasi secara nasional. Pangkalan data ini menjadi salah satu instrumen pelaksanaan penjaminan mutu. Dalam pasal 56 ayat 2 UU No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi menyebutkan bahwa Pangkalan Data Pendidikan Tinggi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai sumber informasi bagi:
- Lembaga akreditasi, untuk melakukan akreditasi program studi dan perguruan tinggi;
- Pemerintah, untuk melakukan pengaturan, perencanaan, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi serta pembinaan dan koordinasi Program Studi dan Perguruan Tinggi; dan
- Masyarakat, untuk mengetahui kinerja program studi dan perguruan tinggi.
Dari UU di atas jelas menunjukkan bahwa segala informasi dan data yang terangkum dalam PDDikti harus mudah diakses oleh 'stakeholder' yang ada yakni lembaga akreditasi, pemerintah maupun masyarakat. Ini adalah salah satu prinsip transparansi perguruan tinggi.
PDDikti di sebuah perguruan tinggi bisa disebut sakral. Oleh karena itu, jangan ada yang berani mempermainkan dan mengakal-akalinya, karena cepat atau lambat praktik kecurangan itu akan dengan mudah terungkap dan terdeteksi. Sebuah perguruan tinggi akan dianggap ilegal jika profilnya tidak terdata di PDDikti.
Demikian juga jika kampus terdata, tapi ada beberapa program studi yang sedang dibuka ternyata tidak ditemukan profilnya di PDDikti, maka program studi tersebut dipastikan ilegal alias siluman.
Bagaimana dengan nasib lulusannya jika tidak terdata di PDDikti? Bisa dipastikan lulusannya tidak akan lolos penjaringan CPNS di seluruh instansi pemerintah karena data CPNS menjadikan data PDDikti sebagai data utama seleksi pemberkasan CPNS.
Jika instansi non-pemerintah (swasta) juga menerapkan hal yang demikian, bisa dipastikan yang bersangkutan tidak akan bisa lolos saat melamar di berbagai instansi. Demikian juga jika ada mahasiswa yang sedang aktif kuliah tidak terdata di PDDikti, maka akan banyak kendala yang akan dihadapi selama masa kuliah seperti tidak bisa mendapatkan bantuan beasiswa.
Pelaporan data dan informasi penyelenggaraan perguruan tinggi, merupakan kewajiban seluruh penyelenggara pendidikan tinggi yang ada di Indonesia berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 12/2012 Pasal 56 ayat 4 yang menyatakan “Penyelenggara perguruan tinggi, wajib menyampaikan data dan informasi penyelenggaraan perguruan tinggi serta memastikan kebenaran dan ketepatannya.”
Selain itu, pelaporan juga wajib dilakukan secara berkala setiap tahun di setiap semester, merujuk kepada Peraturan Menteri Riset, Teknologi Pendidikan Tinggi (Pemenristekdikti) Nomor 61 Tahun 2016 pasal 10 ayat 1 yang menyatakan “Perguruan Tinggi harus menyampaikan laporan penyelenggaraan Pendidikan Tinggi ke PDDikti secara berkala pada semester ganjil, semester genap, dan semester antara”.
Pada pasal 12, lebih jauh dinyatakan bahwa perguruan tinggi wajib menyampaikan laporan yang valid dan benar dan pemimpin perguruan tinggi bertanggung jawab atas kelengkapan, kebenaran, ketepatan dan kemutakhiran data yang dilaporkan ke PDDikti.
Dari uraian tersebut, jelas pelaporan data di PDDikti tak bisa ditunda-tunda lagi. Kegagalan dalam mengisikan data sesuai dengan waktu tersebut, akan berimbas pada pekerjaan administrasi tambahan. Berupa keharusan minta izin ke Kemendikbud untuk mengisikan data. Selain itu, bisa juga timbul kecurigaan bahwa data yang diisikan fiktif karena pelaporan tidak dilakukan di masa perkuliahan.
Dengan terbitnya kewajiban melaporkan data ini, tentu saja diiringi dengan sanksi yang cukup berat bagi kampus yang berani untuk tidak melaporkan data penyelenggaraan pendidikan tinggi yang valid dan benar secara berkala. Pada Permenristekdikti No. 61/2016 pasal 10 ayat 3 dan pasal 12 ayat 7 disebutkan sanksi bagi penyelenggara perguruan tinggi yang tidak melaporkan penyelenggaraan pendidikan tinggi ke PDDikti secara berkala dan atau melaporkan data yang tidak valid diancam dengan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada Permenristekdikti Nomor 51/2018 Pasal 65 dan seterusnya, lebih jauh disebutkan bahwa bagi perguruan tinggi yang tidak melaporkan data secara berkala ke Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) akan dikenai sanksi administrasi ringan. Kemudian dipasal 66, khusus bagi yang melaporkan data tidak valid akan dikenai sanksi administrasi sedang.
Untuk kampus yang sudah dilakukan pembinaan dengan sanksi administrasi ringan tetapi kampus tetap melakukan pelanggaran atau tidak melakukan perbaikian maka akan terkena sanksi administrasi sedang dan akan terkena sanksi administrasi berat jika masih terus melanggar walau sudah ditegur.
Adapun bentuk-bentuk sanksi administrasi adalah sanksi administratif ringan berupa peringatan tertulis, sanksi administratif sedang terdiri atas:
penghentian sementara bantuan biaya pendidikan dari pemerintah; dan penghentian sementara kegiatan penyelenggaraan pendidikan. Sementara sanksi administratif berat terdiri atas: penghentian pembinaan; pencabutan izin program studi; dan pembubaran PTN atau pencabutan izin PTS.
Demikian sakralnya PDDikti dan sanksi yang diterima juga cukup berat jika melakukan pelanggaran. Jangan lupa, sanksi adminisrasi ini tidak akan menghilangkan sanksi pidana jika ada kasus pidana di dalamnya.
Dengan menempatkan PDDikti sebagai sesuatu yang sakral, semoga tidak ada yang berani mempermainkannya. Semoga dengan cara-cara ini, pelaporan kampus lancar dan para alumni diberi kesuksesan dalam CPNS maupun proses administrasi apapun yang memerlukan legalitas ijazah dan transkrip nilai. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H