Mohon tunggu...
I Made Ariana
I Made Ariana Mohon Tunggu... Programmer - -

https://sentralsoft.com/@i.made.ariana

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Big Data, Tergerusnya Privasi dan Kebebasan Umat Manusia

4 Agustus 2017   02:25 Diperbarui: 15 Oktober 2023   09:51 1846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengungkap hal tersembunyi, itulah salah satu tujuan Big Data.   Perilaku manusia dalam aktivitas sosial, ekonomi, dan politik  merupakan  hal yang sangat menarik bagi perusahaan-perusahaan iklan dan  badan  intelijen sebuah negara. Sebut saja Google dan Facebook, siapakah  di  antara kita yang pernah menyempatkan diri membaca syarat dan ketentuan  menggunakan layanan pencarian dan jejaring sosial tersebut?  

Selama ini  Google menyimpan apa saja yang pernah kita cari sejak  pertama kali  terdaftar pada layanan tersebut di history google. Demikian juga halnya dengan Facebook, setiap aktivitas like dan klik menjadi acuan iklan yang akan ditampilkan. Data kita dijual   kepada pengiklan. Terkadang kita juga menjadi objek penelitian, berita   atau status yang kita like mencerminkan kondisi psikologis   kita, bahkan ada penelitian korelasi antara isi posting Twitter dengan   kondisi mental seseorang [10].

Big Data dan Privasi

Kita beranggapan bahwa layanan  Internet  yang disediakan perusahaan asing tidak menjadi ancaman bagi  kehidupan  sosial pribadi dan mempercayakan sepenuhnya komunikasi kita  melalui  layanannya. Sebenarnya, pesan yang kita anggap rahasia ketika  menekan  tombol "submit" sudah bukan rahasia lagi. Ada begitu  banyak  titik perangkat jaringan yang dilewati hingga sampai ke dalam  kotak  pesan orang yang dituju. 

Sesampainya di server  Google atau  Facebook, walaupun kita menginstruksikan agar pesan tersebut  dihapus setelah dibaca kepada penerima, tidak ada yang menjamin bahwa  informasi  tersebut benar-benar dihapus. Ketika kita menghapus sebuah  pesan e-mail  atau posting, sebenarnya di latar belakang sistem bisa saja sang pemrogram hanya memberikan flag atau tanda di kolom tabel basisdata untuk menandakan posting kita dihapus tanpa menghapus isinya.

Belum lagi, ilusi bahwa kita memiliki privasi di Internet dengan mengandalkan kata sandi dan 2FA (two factor authentification) merupakan sesuatu yang sangat tidak berdasar. Khusus untuk 2FA, yang mengandalkan SMS ke handphone, dengan ditemukannya kelemahan pada protokol routing jaringan telekomunikasi global, yaitu Signaling System 7 (SS7), maka seseorang bisa menyadap lalu-lintas SMS, percakapan telepon, dan menjejak lokasi seseorang [13][9][2]. 

Implikasi lanjutnya pada kehidupan kita tentu bisa disimpulkan, mulai dari token SMS Danamon hingga akun jejaring sosial dan e-mail menjadi tidak aman   lagi. Sejak dikembangkan pada 1975, protokol tersebut menjadi tulang   punggung lalu-lintas komunikasi telepon. 33 tahun kemudian, yaitu pada   2008 baru ditemukan kelemahannya dalam sebuah penelitian dan pada 2014   ramai diberitakan media publik. Apakah itu disengaja untuk kepentingan   pihak tertentu belum ada yang mengungkap.

Lalu apa relevansi kelemahan protokol dengan Big Data? di mana ada data berlimpah di sana ada Big Data. Apabila semua kelemahan protokol tersebut "disengaja", mulai dari SS7 sampai SSL untuk sambungan komunikasi Internet, maka dapat mempermudah pengumpulan   informasi dan analisis lebih lanjut bagi pihak tertentu [11]. 

Dengan menguasai hub, atau tempat perlintasan informasi, dan protokolnya maka pihak terkait   berada di peringkat atas penguasaan informasi dunia. Semua informasi   diserap dan memudahkan sebuah negara untuk mengukur kekuatan negara   lain, menambah tingkat percaya diri sebuah negara untuk mendikte negara   lainnya.

Big Data dan Informasi Strategis

Banyak orang berpendapat, kenapa terlalu   mengkhawatirkan privasi, saya tidak melakukan sesuatu yang jahat. Itu   membuat saya teringat cerita tentang semut dan belalang yang biasa diceritakan pada anak-anak di taman kanak-kanak, tentang   belalang yang tidak menimbun makanan seperti yang dilakukan semut saat   musim panas dan akhirnya mati kelaparan saat musim dingin datang. 

Kilas balik peristiwa perang Irak pada 2003, beberapa orang mungkin bertanya   mengapa Amerika Serikat bisa menduduki sebuah negara asing hingga   melintasi benua. Itu merupakan hal yang sulit dilakukan karena   membutuhkan koordinasi sumber daya yang sangat kompleks. Selain koalisi dan penguasaan teknologi bidang militer yang lebih unggul, penyebab   lainnya adalah karena mereka memiliki informasi lebih banyak daripada   pemerintah Irak itu sendiri [3][5]. 

Amerika  Serikat mengetahui di mana saja letak instalasi-instalasi   telekomunikasi dan pembangkit listrik negara Irak dan dengan menyerang  infrastruktur tersebut pada awal perang maka koordinasi militer Irak   menjadi berantakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun