Mohon tunggu...
Muhammad arifiyanto
Muhammad arifiyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Wirausaha yang menyalurkan hobinya dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kanvas yang Terkoyak

12 Agustus 2024   15:35 Diperbarui: 12 Agustus 2024   15:36 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kanvas yang terkoyak https://www.istockphoto.com/

Kanvas yang Terkoyak

Aisyah menghilang dari kehidupan Arman tanpa jejak. Dia meninggalkan segala kenangan indah mereka dan kembali ke dunianya yang sunyi. Di tempat yang jauh dari keramaian, Aisyah terus melukis, mencurahkan segala rasa sakit dan kerinduan dalam setiap goresan kuasnya. Warna bahagia dan warna duka berbaur di lembar kanvas kehidupannya, bercerita tentang alur dunia fana yang penuh dengan liku-liku.

Di sebuah galeri seni yang riuh, seorang perempuan duduk di sudut ruangan, memandang lukisan-lukisannya yang terpajang dengan penuh harapan dan kekhawatiran. Namanya adalah Aisyah, seorang pelukis yang memiliki bakat luar biasa, seorang perempuan yang duduk tenang di kursi roda. Di balik karya-karyanya yang menakjubkan  kesunyian  dan kesendirian telah menjadi teman setia.

Di malam gelap penuh bintang itu, pameran lukisan Aisyah menarik banyak perhatian. Setiap lukisan memancarkan emosi yang mendalam, seakan-akan berbicara langsung kepada siapa pun yang melihatnya. Di tengah kerumunan, seorang laki-laki berdiri terpaku di depan salah satu lukisan Aisyah. Dia adalah Arman, seorang direktur perusahaan besar yang tak diragukan lagi.

Saat netranya menatap pada lukisan itu, hatinya langsung berdebar. Seperti batu karang yang dihempas ombak lautan. Ada sesuatu misteri dalam goresan kuas Aisyah dan Arman jatuh hati pada pandangan pertama.

"Siapa pelukisnya?" tanya Arman kepada kurator galeri.

Kurator mengarahkan pandangannya ke arah Aisyah yang masih duduk diam sendiri di sudut ruangan. Arman pun melangkah tegap mendekati Aisyah dengan hati yang penuh dengan rasa penasaran dan kekaguman. Ketika kedua bola mata  mereka bersua, Aisyah merasa seolah-olah dunia berhenti sejenak. Dalam tatapan itu, ada keheningan yang meresap hingga ke relung hatinya, seakan waktu memberi mereka momen yang abadi. Aura Arman yang lembut mengalir seperti aliran sungai yang tenang membuatnya merasa istimewa.

Mereka pun saling berkenalan, hubungan mereka semakin lama semakin dekat dan mulailaih tumbuh benih-benih cinta di hati Arman. Setiap hari mereka saling bertukar cerita dan tawa, membuat hubungan mereka semakin hangat dan penuh asmara. Arman merasa bahwa setiap momen yang dihabiskan bersama adalah sesuatu yang sangat berharga. Ia terlihat seperti tengah menyerap kedamaian dunia dalam setiap helaan napas.

Arman tidak peduli dengan kekurangan Aisyah. Baginya, cinta sejati adalah menerima seseorang apa adanya. Namun, Aisyah sadar bahwa dirinya tidak sepadan dengan Arman. Dia hanyalah seorang perempuan biasa dengan segala keterbatasan dan latar belakang yang sederhana. Di sisi lain, Arman adalah seorang direktur sukses dengan keluarga yang terpandang.

Suatu hari, ketika mereka sedang berjalan-jalan di taman, Arman memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya. Dengan hati berdebar-debar, Arman berkata, "Aku rasa aku sudah jatuh cinta padamu, Aisyah."

"Aku hanya orang biasa Arman, aku cacat , aku yatim piatu," ucap Aisyah dengan suara yang lembut namun penuh luka.

"Kita seperti bumi dan langit, tak mungkin bisa bersama. Aku tak punya apa-apa selain diriku yang penuh kekurangan."  Matanya tertunduk, seolah-olah semua beban hidupnya tertuang dalam kata-kata itu.

"Aku tidak melihat itu Aisyah, cinta ku tulus padamu, aku terima kamu apa adanya" jawab Arman penuh keyakinan

Aisyah menghela napas panjang mencari kekuatan dan akhirnya memberanikan diri untuk melanjutkan kata-katanya yang tertahan. "Arman, aku menghargai perasaanmu, tapi aku tetap tidak bisa menerimanya".

Kabar hubungan Arman dan Aisyah pun sampai ke telinga keluarga Arman, Mereka menolak keras hubungan kedua insan tersebut. Pertentangan hebat terjadi antara Arman dan keluarganya. Bahkan mereka menjodohkan Arman dengan perempuan lain yang dianggap lebih layak.

"Kenapa kalian tidak bisa menerima pilihanku? Aisyah adalah orang yang baik, dan aku mencintainya," ujar Arman dengan penuh emosi. Matanya memerah, tangannya mengepal kuat. Penolakan keluarganya itu membuat hatinya semakin sakit. Panah cinta itu sudah tertancap dalam hanya untuk Aisyah. Sulit sekali tercabut bahkan jika akan di cabut paksa akan menyebabkan bekas yang tidak akan mudah hilang.

Orang tua Arman bersikeras, "Kami hanya ingin yang terbaik untukmu, Arman. Perbedaan latar belakang kalian sangat jauh. Perempuan yang kami pilih lebih cocok dan sesuai dengan harapan keluarga kita".

Aisyah yang merasa dirinya tak mungkin bisa membahagiakan Arman, memutuskan untuk pergi. Dia tidak ingin menjadi sumber perpecahan dalam keluarga Arman.

 "Biarkan dia bersama yang lain, aku bersama doa" gumam Aisyah dengan bulir air mata  membasahi pipinya.".

Aisyah menghilang dari kehidupan Arman. Dia meninggalkan segala kenangan indah mereka dan kembali ke dunianya yang sunyi dan sendiri. Di tempat yang jauh dari keramaian, Aisyah terus melukis, mencurahkan segala rasa sakit dan kerinduan dalam setiap goresan kuasnya. Warna bahagia dan warna duka berbaur di lembar kanvas kehidupannya. Bercerita tentang alur dunia fana yang penuh dengan lika-liku.

Arman merasa kehilangan yang mendalam. Setiap hari dia mencari Aisyah, berharap bisa menemukan dan membawanya kembali. Namun, Aisyah seakan-akan menghilang. Lenyap tanpa ada jejak. Setiap sudut kota dia jelajahi, setiap galeri dia kunjungi, tetapi Aisyah tetap tak ditemukan. Arman merasa hidupnya tak lagi lengkap tanpa Aisyah di sisinya.

Bertahun-tahun berlalu, meskipun Arman menjalani kehidupan yang tampak sempurna di mata orang lain, hatinya tetap kosong. Dia merindukan sesuatu yang tak bisa dia definisikan. Setiap malam dia memandang lukisan Aisyah yang tergantung di dinding kamarnya, merasakan kembali getaran cinta pertama yang pernah menyentuh hatinya. Di sisi lain, Aisyah terus melukis, menciptakan karya-karya indah yang penuh dengan perasaan dan emosi yang mendalam.

Suatu hari, di sebuah pameran seni kecil di kota yang jauh, Arman menemukan sebuah lukisan yang sangat familiar. Lukisan itu memiliki goresan kuas yang sama dengan lukisan-lukisan Aisyah yang dulu. Dengan hati yang berdebar, Arman bertanya kepada pemilik galeri tentang pelukisnya.

"Pelukisnya tinggal di sebuah desa kecil," jawab pemilik galeri. "Dia jarang keluar dari rumahnya, tetapi lukisannya selalu penuh dengan emosi yang mendalam."

Arman merasa harapannya kembali hidup. Dia memutuskan untuk pergi ke desa kecil itu, berharap bisa menemukan Aisyah. Saat dia tiba di desa tersebut, dia merasa nostalgia yang kuat, seolah-olah dia telah kembali ke masa lalu.

Di sebuah rumah kecil yang sederhana, dia melihat seorang perempuan duduk di kursi roda sedang melukis di teras rumahnya.

"Aisyah," panggil Arman dengan suara bergetar.

Aisyah menoleh, dia tahu bahwa Arman berdiri di sana. Air mata mengalir di pipinya saat dia merasakan kehadiran cinta sejatinya. Namun, Aisyah tahu, meski cinta mereka kuat, jurang yang memisahkan mereka terlalu dalam.

Aisyah pun bergegas masuk kedalam rumah. Arman berlari cepat tapi apa daya pintu sudah tertutup, seperti pintu cinta kedua sejoli tersebut.

"Aku tidak bisa kembali padamu, Arman," ucap Aisyah dengan suara yang lirih namun tegas. Bulir air matanya kembali berlinang. Sesak dada ini, melihat kenangan yang ingin dikuburnya  hadir kembali lagi.

"Tolong, tolong buka pintunya Aisyah, kita harus bicara" teriak Arman dengan menggedor gedor pintu tersebut.

" Pergilah, lupakan aku, cinta kita indah, tapi takdir tak memihak" balas Aisyah, dari balik pintu.

Arman merasa hatinya hancur mendengar kata-kata Aisyah. Namun, dia tahu, cinta sejati adalah tentang pengorbanan dan penerimaan. Dia tidak akan memaksa Aisyah kembali, tapi dia tidak akan pernah berhenti mencintainya dan mencarinya.

Arman pun pergi dengan hati yang berat, tapi dengan tekad yang kuat. Di setiap langkahnya, dia terus berharap suatu hari akan menemukan jalan untuk kembali ke cinta sejatinya. Warna-warna dalam hidupnya mungkin pudar, tapi cintanya kepada Aisyah tetap terang, membimbingnya di setiap langkah pencariannya.

Aisyah tetap di sana, di rumah kecilnya, melukis setiap kenangan dan perasaannya di atas kanvas. Warna bahagia dan warna duka berbaur, menceritakan kisah cinta yang tak pernah terlupakan. Di antara goresan-goresan kuasnya, Aisyah terus berdoa, berharap suatu hari cinta mereka akan menemukan jalannya kembali.

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun