Pemerintah membuat target akan mengentaskan kemiskinan ekstrem hingga 0% pada tahun depan. Jokowi mengatakan, "Berkaitan dengan kemiskinan ekstrem ini, sebetulnya kita sudah rencanakan di periode ke-2 ini agar di 2024 itu kita berada pada posisi nol. Kita akan kerja keras dan mati-matian, tapi kita terkendala di Covid-19 hampir 2,5 tahun. Tapi saya masih meyakini di 2024 itu akan turun drastis."Â
Namun, para ahli ekonomi menyangsikan  keberhasilan meraih target tersebut, bahkan pesimis. Pasalnya target tersebut jauh di atas target SDGs yaitu nol persen kemiskinan ekstrem pada 2030. Mereka melihat target itu  terlalu ambisius diprediksi mustahil tercapai. (VOA Indonesia, 10/06/2023).
Sementara itu Bappenas selaku perancang rencana pembangunan jangka menengah nasional (PJMN) 2024 memandang ambisi itu akan sulit tercapai. Menteri PPN/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan, mekipun tingkat kemiskinan terus menurun, namun untuk mencapai target masih berat, karena akurasi data penerima program masih rendah bahkan menurun, 48% pada 2020, 43% pada 2021, dan 41% pada 2022. (CNBCindonesia.com, 19/06/2023)
Kemiskinan ekstrem dikategorikan dengan adanya kemampuan daya beli hanya mencapai US$1,9. Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021, membuat kategori kemiskinan ekstrem dengan adanya pengeluaran kurang dari  Rp10.739 per orang per hari atau Rp322.170 per orang per bulan. Dengan ukuran  ini, pada Maret 2021 terdapat 2,14% penduduk atau 5,8 juta jiwa warga Indonesia masuk pada kategori miskin ekstrem.
Kemiskinan StrukturalÂ
Pada umumnya, yang terjadi di Indonesia adalah kemiskinan struktural. Kemiskinan jenis ini dialami oleh suatu golongan masyarakat karena adanya struktur sosial di masyarakat. Hal mana sebagian golongan terhalang akses untuk memanfaatkan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Alhasil, kemiskinan terjadi karena salah urus oleh negara, yakni sistem yang diterapkan negara gagal mewujudkan kesejahteraan.
Kegagalan ini terjadi karena penerapan sistem ekonomi kapitalisme telah menjadikan sumber daya alam dikuasai para kapitalis. Dengan model ekonomi ini  kekayaan berputar hanya pada segelintir orang. Sementara itu, mayoritas rakyat tetap miskin di negeri dengan sumber daya alam yang melimpah.Â
Mereka adalah golongan lemah, seperti perempuan miskin, lansia, penyandang disabilitas, dan warga pelosok, dimana kemiskinan ini terjadi dalam level yang ekstrem. Mereka adalah kelompok fakir atau kelompok miskin yang paling miskin. Meski sudah bekerja keras, golongan ini tetap saja miskin hal mana bekerja habya sekedar bisa bertahan hidup.
Buruknya konsep distribusi kekayaan dalam sistem Kapitalisme telah melanggengkan adanya kemiskinan ekstrem ini. Selama sistem kapitalisme masih diterapkan, kemiskinan tidak akan terurai. Kebijakan bantuan sosial dengan pemberian uang ataupun modal usaha ibaratnya hanyalah olesan tipis, Â tidak efektif menghapus kemiskinan, terlebih kemiskinan ekstrem. Â Sedangkan masalah pokoknya, yaitu ketimpangan ekonomi, tidak tersentuh. Kondisi ini berkebalikan dengan sistem Islam.
Jaminan Islam Menyeluruh
Kemiskinan, pada faktanya adalah tidak terpenuhinya kebutuhan primer manusia. Jaminan pemenuhan kebutuhan primer dalam Islam sangat berbeda dengan kebijakan tambal sulam pada sistem kapitalisme. Politik ekonomi Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan primer pada tiap-tiap individu secara menyeluruh.Â
Politik ekonomi Islam juga membantu  individu rakyat di  dalam memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai kadar kemampuannya. Dengan demikian, jaminan pemenuhan kebutuhan primer merupakan dasar politik ekonomi Islam. (Abdurrahman al-Maliki, Politik Ekonomi Islam).
Konsep Kepemilikan Dalam Islam
Islam membolehkan kepemilikan bagi  individu rakyat. Islam mendorong rakyatnya untuk berikhtiar agar memungkinkan baginya merealisasikan pemenuhan kebutuhan primer, sekunder, dan tersiernya. Tak hanya mendorong, Islam bahkan mewajibkan bagi kaum laki-kaki untuk bekerja untuk menafkani keluarganya. Oleh karena itu, Islam memiliki dilengkapi  berbagai hukum yang bila ditegakkan akan menjamin terpenuhinya kebutuhan primer bagi tiap-tiap individu rakyat secara menyeluruh.
Hukum-hukum ini merupakan bagian integral dari sistem Islam dan bukan sekedar solusi tambal sulam atas problema  sebagaimana yang biasa dilakukan dalam kapitalisme. Hukum-hukum tersebut akan mampu memecahkan setiap masalah, tidak hanya pada masalah ekonomi. Hukum tersebut juga ditujukan untuk semua warga negara, muslim atau bukan, kaya atau miskin, muda atau lansia.
Islam Nemenuhan Kebutuhan Pokok Tiap Individu
Dalam perspektif Islam, kebutuhan primer terbagi menjadi dua. Pertama, kebutuhan primer bagi tiap-tiap individu, yaitu sandang, pangan, dan papan. Kedua, kebutuhan primer yang bersifat komunal, yaitu bagi rakyat secara keseluruhan, meliputi pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Islam menjamin pemenuhan kebutuhan primer bagi tiap-tiap individu dengan mewajibkan para lelaki yang mampu untuk bekerja.
Allah Taala berfirman, "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu."(TQS Al-Baqarah: 233).
"Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal." (TQS Ath-Thalaq: 6).
Untuk memastikan terlaksananya kewajiban mencari nafkah, negara memastikan tersedianya lapangan pekerjaan. Sistem Islam adalah Khilafah. Dengan posisi Khilafah sebagai negara industri, negara akan mudah untuk membuka lapangan kerja yang luas di samping  mewujudkan iklim usaha yang kondusif bagi rakyat.
Islam menggolongkan kepemilikan menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Setiap individu rakyat boleh berusaha dan hartanya diakui sebagai kepemilikan individu.Â
Sedangkan kepemilikan umum merupakan sumber daya alam  seperti seperti hutan, tambang, sungai, laut, gunung, dan sebagainya. Negara wajib mengelolanya untuk kesejahteraan seluruh rakyat. Kepemilikan umum ini tidak boleh dikuasai individu baik domestik maupun asing.  Dengan demikian akan terbuka akses harta ini oleh rakyat manapun sehingga tertutup peluang kemiskinan. Adapun kepemilikan negara dikelola oleh negara dan hasilnya untuk keperluan negara.
Kewajiban Nafkah
Di samping kewajiban bekerja bagi laki-laki yang mampu, syarak mewajibkan pemberian nafkah sebagai berikut, yakni suami kepada istri, ayah kepada anak-anaknya, anak kepada orang tuanya, dan keluarga dekat kepada keluarga dekat yang menjadi tanggungannya.
Dengan menjamin pemberian nafkah kepada ini, Â pemenuhan kebutuhan primer tiap-tiap individu akan terjamin. Adapun orang yang tidak punya keluarga dekat dan yang tidak mampu mencari nafkah bila tidak ada seorang pun yang menafkahinya, syarak mewajibkan negara untuk menafkahinya.
Membelanjakan harta untuk nafkah menjadi prioritas negara Khilafah pada kondisi apapun, baik ada harta di baitulmal ataupun tidak. Jika di baitulmal tidak ada harta, negara akan memungut pajak (dharibah) atas kaum muslim, kemudian dibelanjakan untuk nafkah. Hanya pada kondisi mendesak inilah pajak dipungut, itupun hanya untuk orang kaya. Bagi rakyat yang miskin, tak  dipungut pajak, bahkan dijamin seluruh kebutuhan pokoknya.
Jaminan pemenuhan kebutuhan primer jenis pangan termasuk barang yang dibutuhkan untuk pangan, seperti peralatan dapur, bahan untuk memasak, lemari dapur dan sebagainya. Adapun yang termasuk tempat tinggal meliputi apa-apa yang diperlukan untuk tempat tinggal, seperti tempat tidur dan perabotannya. Yang termasuk sandang adalah pakaian, peralatan berhias, cermin, lemari, dan sebagainya.
Untuk jaminan pemenuhan kebutuhan primer di bidang pendidikan, kesehatan, dan keamanan, Â pemenuhannya kepada negara secara langsung. Adapun jaminan keamanan akan terwujud dengan tegaknya hukum tentang jihad untuk melindungi negara dari serangan eksternal dan penerapan sistem sanksi di dalam negeri.Â
Rasulullah saw. merupakan tauladan terbaik. Di bidang pendidikan, beliau saw. membuat kebijakan dengan keharusan tawanan Perang Badar untuk mengajar sepuluh anak-anak kaum muslim sebagai tebusannya. Adapun Khalifah Umar bin Khaththab memberi gaji kepada guru yang ada di Madinah sebesar 15 dinar setiap bulan. Demikian pula jaminan pada layanan kesehatan, Rasulullah saw. pernah dihadiahi dokter, lalu beliau menjadikannya untuk rakyat.
Semua ini menjadi bukti keunggulan sistem islam untuk mewujudkan kesejahteraan. Bukti akan pemenuhan kebutuhan primer, berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan, oleh negara. Negara akan menyediakan sekolah gratis, lengkap dengan semua fasilitas pendukungnya.Â
Negara juga menyediakan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya serta semua hal yang dibutuhkan untuk menjamin pemenuhan kesehatan rakyat. Khilafah juga melakukan patroli keamanan. Layanan di tiga bidang ini  disediakan oleh negara secara gratis untuk semua warga negara,muslim maupun non muslim.
Bukan Lagi Ilusi
Sistem islam menetapkan APBN berbasis baitulmal yang sunber pendapatan dan pos pengeluaran bersifat baku. Â Syekh Taqiyuddin an-Nabhani di dalam Muqaddimah ad-Dustur Pasal 149 menyatakan, "Sumber pemasukan tetap baitulmal adalah fai, jizyah, kharaj, seperlima harta rikaz, dan zakat. Harta-harta ini diambil secara tetap, sama saja apakah ada keperluan atau tidak."
Dengan sumber pendapatan yang sudah pasti ini meniscayakan bagi negara tak kesulitan untuk mendapatkan dana bagi APBN. Kepala negara akan tenang dengan  penerapan konsep ini. Rakyat juga tenang tenteram saat haknya didapatkan dari negara. Dalam atmosfir penerapan sistem rakyat bisa fokus dalam beribadah dan siap membela negara saat diperlukan.
pengaturan yang integral tersebut, sistem Islam yang tegak dalam negara khilafah islamiyah akan mampu menjamin terpenuhi kebutuhan primer setiap individu rakuatnya. Jaminan pemenuhan ini ketiadaan kemiskinan ekstrem bukanlah ilusi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H